|
C © updated 06092004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
►e-ti/rpr |
|
|
Nama:
WS Rendra
Nama Lengkap:
Willibrordus Surendra Broto Rendra
Lahir:
Solo, 7 Nopember 1935
Agama:
Islam
Istri:
Ken Zuraida
Pendidikan:
- SMA St. Josef, Solo
- Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
- American Academy of Dramatical Art, New York, USA (1967)
Karya-Karya
Drama:
- Orang-orang di Tikungan Jalan
- SEKDA dan Mastodon dan Burung Kondor
- Oedipus Rex
- Kasidah Barzanji
- Perang Troya tidak Akan Meletus
- dll
Sajak/Puisi:
- Jangan Takut Ibu
- Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
- Empat Kumpulan Sajak
- Rick dari Corona
- Potret Pembangunan Dalam Puisi
- Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
- Pesan Pencopet kepada Pacarnya
- Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
- Perjuangan Suku Naga
- Blues untuk Bonnie
- Pamphleten van een Dichter
- State of Emergency
- Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
- Mencari Bapak
- Rumpun Alang-alang
- Surat Cinta
- dll
Kegiatan lain:
Anggota Persilatan PGB Bangau Putih
Penghargaan:
- Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (1957)
- Anugerah Seni dari Departemen P & K (1969)
- Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975)
|
|
|
|
|
|
|
W.S. Rendra
Kepiawaian Si Burung Merak
Meski usianya hampir 70 tahun, kepak sayap si penyair berjuluk "Si Burung
Merak" ini masih kuat dan tangkas. Suaranya masih lantang dan sangatlah
mahir memainkan irama serta tempo. Kepiawaian pendiri Bengkel Teater,
Yogyakarta, ini membacakan sajak serta melakonkan seseorang tokoh dalam
dramanya membuatnya menjadi seorang bintang panggung yang dikenal oleh
seluruh anak negeri hingga ke mancanegara.
WS Rendra mencurahkan sebagian besar hidupnya dalam dunia sastra dan
teater. Menggubah sajak maupun membacakannya, menulis naskah drama
sekaligus melakoninya sendiri, dikuasainya dengan sangat matang. Sajak,
puisi, maupun drama hasil karyanya sudah melegenda di kalangan pecinta
seni sastra dan teater di dalam negeri, bahkan di luar negeri.
Menekuni dunia sastra baginya memang bukanlah sesuatu yang kebetulan namun
sudah menjadi cita-cita dan niatnya sejak dini. Hal tersebut dibuktikan
ketika ia bertekad masuk ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas
Gajah Mada selepas menamatkan sekolahnya di SMA St.Josef, Solo. Setelah
mendapat gelar Sarjana Muda, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di
American Academy of Dramatical Art, New York, USA.
Sejak kuliah di Universitas Gajah Mada tersebut, ia telah giat menulis
cerpen dan essei di berbagai majalah seperti Mimbar Indonesia, Siasat,
Kisah, Basis, Budaya Jaya. Di kemudian hari ia juga menulis puisi dan
naskah drama. Sebelum berangkat ke Amerika, ia telah banyak menulis sajak
maupun drama di antaranya, kumpulan sajak Balada Orang-orang Tercinta
serta Empat Kumpulan Sajak yang sangat digemari pembaca pada jaman
tersebut. Bahkan salah satu drama hasil karyanya yang berjudul Orang-orang
di Tikungan Jalan (1954) berhasil mendapat penghargaan/hadiah dari
Departemen P & K Yogyakarta.
Sekembalinya dari Amerika pada tahun 1967, pria tinggi besar berambut
gondrong dengan suara khas ini mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta.
Memimpin Bengkel Teater, menulis naskah, menyutradarai, dan memerankannya,
dilakukannya dengan sangat baik.
Karya-karyanya yang berbau protes pada masa aksi para mahasiswa sangat
aktif di tahun 1978, membuat pria bernama lengkap Willibrordus Surendra
Broto Rendra, ini pernah ditahan oleh pemerintah berkuasa saat itu.
Demikian juga pementasannya, ketika itu tidak jarang dilarang dipentaskan.
Seperti dramanya yang terkenal berjudul SEKDA dan Mastodon dan Burung
Kondor dilarang untuk dipentaskan di Taman Ismail Marzuki.
Di samping karya berbau protes, dramawan kelahiran Solo, Nopember 1953,
ini juga sering menulis karya sastra yang menyuarakan kehidupan kelas
bawah seperti puisinya yang berjudul Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota
Jakarta dan puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya.
Banyak lagi karya-karyanya yang sangat terkenal, seperti Blues untuk
Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of Emergency, Sajak Seorang Tua
tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak. Bahkan di antara sajak-sajaknya
ada yang sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris seperti Rendra: Ballads and
Blues: Poems oleh Oxford University Press pada tahun 1974. Demikian juga
naskah drama karyanya banyak yang telah dipentaskan, seperti Oedipus Rex,
Kasidah Barzanji, Perang Troya Tidak Akan Meletus, dan lain sebagainya.
Sajaknya yang berjudul Mencari Bapak, pernah dibacakannya pada acara
Peringatan Hari Ulang Tahun ke 118 Mahatma Gandhi pada tanggal 2 Oktober
1987, di depan para undangan The Gandhi Memorial International School
Jakarta. Ketika itu penampilannya mendapat perhatian dan sambutan yang
sangat hangat dari para undangan. Demikianlah salah satu contohnya ia
secara langsung telah berjasa memperkenalkan sastra Indonesia ke mata
dunia internasional.
Beberapa waktu lalu, ia turut serta dalam acara penutupan Festival Ampel
Internasional 2004 yang berlangsung di halaman Masjid Al Akbar, Surabaya,
Jawa Timur, Selasa, 22 Juli 2004. Dalam acara itu, ia menyuguhkan dua
puisi balada yang berkisah tentang penderitaan wanita di daerah konflik
berjudul Jangan Takut Ibu dan kegalauan penyair terhadap sistem demokrasi
dan pemerintahan Indonesia. Pada kesempatan tersebut, lelaki yang akrab
dipanggil Willy ini didampingi pengusaha Setiawan Djody membacakan puisi
berjudul Menang karya Susilo Bambang Yudhoyono.
Prestasinya di dunia sastra dan drama selama ini juga telah ditunjukkan
lewat banyaknya penghargaan yang telah diterimanya, seperti Hadiah Puisi
dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional pada tahun 1957, Anugerah Seni
dari Departemen P & K pada tahun 1969, Hadiah Seni dari Akademi Jakarta
pada tahun 1975, dan lain sebagainya.
Menyinggung mengenai teori harmoni berkeseniannya, ia mengatakan bahwa
mise en scene tak lebih sebagai elemen lain yang tidak bisa berdiri
sendiri, dalam arti ia masih terikat oleh kepentingan harmoni dalam
pertemuannya dengan elemen-elemen lain. Lebih jelasnya ia mengatakan,
bahwa ia tidak memiliki kredo seni, yang ada adalah kredo kehidupan yaitu
kredo yang berdasarkan filsafat keseniannya yang mengabdi kepada kebebasan,
kejujuran dan harmoni.
Itulah Rendra, si bintang panggung yang selalu memukau para penontonnya
setiap kali membaca sajaknya maupun melakoni dramanya. ►atur-juka
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|