|
C © updated
10122004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti |
|
|
Nama:
Cipto Mangunkusumo
Lahir:
Pecangakan, Ambarawa, tahun 1886
Meninggal:
Jakarta, 8 Maret 1943
Dimakamkan:
Watu Ceper, Ambarawa
Pendidikan:
STOVIA (Sekolah Dokter) di Jakarta
Pengalaman Pekerjaan:
Dokter pemerintah di Demak
Praktik dokter di Solo
Prestasi Lain:
- Berhasil membasmi wabah pes (1910)
- Mengembangkan "Kartini Club"
Kegiatan Politik:
- Menulis di harian De Express
- Mendirikan Indische Partij (1912)
- Membentuk Komite Bumiputera
- Volksraad
Pengalaman Perjuangan:
- Dibuang ke negeri Belanda (1913)
- Tahanan kota di Bandung
- Dibuang ke Banda Neira (1927)
- Dibuang ke Ujungpandang
- Dari Ujungpandang dipindahkan ke Sukabumi, Jawa
Barat
- Dari Sukabumi dipindahkan ke Jakarta
Tanda Penghargaan:
- Bintang Orde van Oranye Nassau dari Pemerintah
Belanda (dikembalikannya)
Tanda Penghormatan:
- Dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional
- Namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum
Pusat Jakarta |
|
|
|
|
|
|
Cipto Mangunkusumo (1886-1943)
Dokter Pendiri Indische Partij
Dokter Cipto Mangunkusumo adalah seorang dokter profesional
yang lebih dikenal sebagai tokoh pejuang kemerdekaan nasional. Dia
merupakan salah seorang pendiri Indische Partij, organisasi partai
partai pertama yang berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka dan turut
aktif di Komite Bumiputera.
Di samping itu, selain aktif di Komite Bumiputera, ia juga banyak
melakukan perjuangan melalui tulisan-tulisan yang nadanya selalu
mengkritik pemerintahan Belanda di Indonesia. Beberapa perkumpulan yang
ditujukan untuk membangkitkan nasionalisme rakyat juga pernah didirikan
dan dibinanya. Kegiatannya yang selalu berseberangan dengan Belanda
tersebut membuat dirinya sering dibuang dan ditahan ke berbagai pelosok
negeri bahkan ke negeri Belanda sendiri.
Awal perjuangan Cipto Mangunkusumo, pria kelahiran Pecangakan, Ambarawa
tahun 1886, ini dimulai sejak dia kerap menulis karangan-karangan yang
menceritakan tentang berbagai penderitaan rakyat akibat penjajahan
Belanda. Karangan-karangan yang dimuat harian De Express itu oleh
pemerintahan Belanda dianggap sebagai usaha untuk menanamkan rasa
kebencian pembaca terhadap Belanda.
Ketika aktif menulis di De Express tersebut, sebenarnya dia sudah
bekerja sebagai dokter pemerintah, dalam hal ini pemerintahan Belanda.
Pekerjaan itu dia dapatkan setelah memperoleh ijazah STOVIA (Sekolah
Dokter) di Jakarta. Saat itu dia ditugaskan di Demak. Dan dari sanalah
dia menulis karangan-karangan yang nafasnya mengkritik penjajahan
Belanda di Indonesia. Akibat tulisan tersebut, dia diberhentikan dari
pekerjaannya sebagai dokter pemerintah.
Tidak bekerja sebagai dokter pemerintah yang diupah oleh pemerintahan
Belanda, membuat dr. Cipto semakin intens melakukan perjuangan. Pada
tahun 1912, dia bersama Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara) mendirikan Indische Partij, sebuah partai politik yang
merupakan partai pertama yang berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Ketika peringatan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan
Perancis, pemeritah kolonial Belanda di Indonesia berencana merayakannya
secara besar-besaran (di Indonesia).
Para pejuang kemerdekaan merasa tersinggung dengan rencana tersebut.
Belanda dianggap tidaklah pantas merayakan kemerdekaannya secara
menyolok di negara jajahan seperti Indonesia saat itu. Dokter Cipto
Mangunkusumo bersama para pejuang lainnya membentuk Komite Bumiputera
khusus memprotes maksud pemerintah Belanda tersebut. Namun akibat
kegiatannya di Komite Bumiputera tersebut, pada tahun 1913, dia dibuang
ke negeri Belanda. Tapi belum sampai setahun, dia sudah dikembalikan
lagi ke Indonesia karena serangan penyakit asma yang dideritanya.
Sekembalinya dari negeri Belanda, dr. Cipto melakukan perjuangan melalui
Volksraad. Di sana dia terus melakukan kritik terhadap pemerintah
Belanda dan sebaliknya selalu membela kepentingan rakyat. Karena
kegiatannya di Volksraad tersebut, dia kembali mendapat hukuman dari
pemerintah Belanda. Ia dipaksa oleh Belanda meninggalkan Solo, kota
dimana dia tinggal waktu itu. Padahal saat itu, ia sedang membuka
praktik dokter dan sedang giat mengembangkan "Kartini Club" di kota itu.
Dari Solo ia selanjutnya tinggal di Bandung sebagai tahanan kota.
Walaupun berstatus tahanan kota, yang berarti bahwa dirinya tidak
diperbolehkan keluar dari kota Bandung tanpa persetujuan dari pemerintah
Belanda, namun perjuangannya tidak menjadi surut.
Dengan berbagai cara dirinya selalu menemukan bentuk kegiatan untuk
melanjutkan pergerakan seperti menjadikan rumahnya menjadi tempat
berkumpul, berdiskusi dan berdebat para tokoh pergerakan nasional di
antaranya seperti Ir. Soekarno (Proklamator/Presiden pertama RI).
Kegiatan-kegiatannya selama di Bandung terutama usaha mengumpulkan para
tokoh pergerakan nasional di rumahnya akhirnya terbongkar. Dia kembali
mendapat sanksi dari pemerintah Belanda. Pada tahun 1927, dari Bandung
dia dibuang ke Banda Neira.
Di Banda Neira, dr. Cipto mendekam/terbuang sebagai tahanan selama tiga
belas tahun. Dari Banda Naire dia dipindahkan ke Ujungpandang. Dan tidak
lama kemudian dipindahkan lagi ke Sukabumi, Jawa Barat. Namun karena
penyakit asmanya semakin parah, sementara udara Sukabumi tidak cocok
untuk penderita penyakit tersebut, dia dipindahkan lagi ke Jakarta.
Jakarta merupakan kota terakhirnya hingga akhir hidupnya. Dr. Cipto
Mangunkusumo meninggal di Jakarta, 8 Maret 1943, dan dimakamkan di Watu
Ceper, Ambarawa.
Sebagai seorang dokter, dr. Cipto pernah memperoleh prestasi gemilang
ketika berhasil membasmi wabah pes yang berjangkit di daerah Malang. Pes
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil yang ditularkan
oleh tikus. Karena sifatnya yang menular tersebut maka banyak dokter
Belanda yang tidak bersedia ditugaskan untuk membasmi wabah tersebut.
Kegemilangannya membasmi wabah tersebut membuat namanya kesohor. Bahkan
pemerintah Belanda yang sebelumnya telah memecatnya dari pekerjaannya
sebagai dokter pemerintah malah menganugerahkan penghargaan Bintang Orde
van Oranye Nassau kepadanya. Namun penghargaan dari Belanda tersebut
tidak membuatnya bangga. Penghargaan tersebut malah dikembalikannya pada
pemerintah Belanda.
Atas jasa dan pengorbanannya sebagai pejuang pembela bangsa, oleh negara
namanya dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang disahkan
dengan SK Presiden RI No.109 Tahun 1964, Tanggal 2 Mei 1964 dan namanya
pun diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat di Jakarta. ► juka-atur
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|