MTI KHUSUS 02 |
|
|
MTI-K-02 (INDEX)►
UTAMA:
01
02
03
04
05 BUPATI:
06 07
08
09
10
11
12
13 WABUP:
14 SEKKAB:
15 GERBANG DAYAKU:
16
17
18
19 KAPUR
SIRIH: 20 ==
Kutai Kartanegara (01)
Pelopor Zona Bebas Pekerja Anak
MTIK 02:
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) menjadi pelopor
yang mencanangkan daerahnya sebagai Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA).
Kepeloporan ini muncul atas komitmen kuat bupatinya memprioritaskan
pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia Kukar. Pendeklarasian
Kukar sebagai zona bebas pekerja anak, harus diakui sebagai kebijakan
politik yang berani dan visioner.
Menurut Bupati Kukar Prof
Dr H Syaukani HR,
pencanangan Kukar sebagai daerah bebas pekerja anak merupakan sebuah
langkah penting dan historis dalam menghapus pekerja anak, karena
merupakan yang pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Juga
memperlihatkan bentuk kerjasama baru antara pemerintah pusat dan daerah
dengan ILO-IPEC.
Bupati Kukar mendeklarasikan ZBPA didampingi Ketua DPRD Kukar Bachtiar
Effendi dan disaksikanMenteri Tenaga Kerja Jacob Nuwa Wea, Gubernur
Kaltim Suwarna Abdul Fatah dan Direktur ILO untuk Indonesia Alan Boulton.
Syaukani menjelaskan, pencanangan ZBPA ini sebagai konsekwensi logis
dengan diratifikasinya konvensi ILO No.138 dengan UU. No. 20/1999
Tentang Batas Usia Minimum Anak di perbolehkan kerja, serta konvensi ILO
182 dengan UU. No. 1/2000 tentang Penghapusan Pekerjaan Terburuk untuk
Anak.
Kutai Kartanegara memelopori sebagai Kabupaten percontohan ZBPA, karena
wilayah ini dinilai memiliki komitmen politik yang kuat tentang
pendidikan, pengembangan ekonomi dan pelayanan sosial melalui Program
Gerbang Dayaku yang memiliki tiga prioritas, yakni Pengembangan SDM,
Ekonomi Kerakyatan dan Pelayanan Sosial.
Kesungguhan Pemkab Kukar memberlakukan ZBPA dikukuhkan dalam Perda No. 9
Tahun 2004, yang akan diberlakukan efektif tahun 2008. Dalam Perda itu
ditegaskan bahwa setiap anak berusia 15 tahun ke bawah harus bersekolah.
Tidak boleh diberhentikan sekolah oleh orang tua karena dipekerjakan
untuk kepentingan ekonomi keluarga. Barangsiapa (orang tua/perusahaan)
memberhentikan sekolah anak 15 tahun ke bawah dan dipekerjakan adalah
melanggar Perda dan dikenakan sanksi enam bulan kurungan badan atau
denda Rp 5 juta.
Pemkab Kukar mendeklarasikan target ZBPA: Tahun 2008 tidak ada lagi
pekerja anak di bawah usia 15 tahun dan seluruhnya memperoleh pendidikan
dasar 9 tahun; Tahun 2010 tidak ada lagi pekerja anak di bawah usia 18
tahun dan pada tahun 1012 seluruh anak akan memperoleh pendidikan dasar
12 tahun.
Sementara sasaran ZBPA adalah anak-anak berisiko tinggi yaitu: Anak-anak
dari keluarga miskin; Anak-anak dari keluarga dengan jumlah anggota
banyak; Anak-anak dengan orangtua tunggal dan yatim-piatu; Anak-anak
yang orangtua atau saudara kandungnya pernah menjadi pekerja anak; dan,
Anak-anak penduduk asli atau suku tertentu yang memiliki hambatan sosial
dan budaya.
Untuk menyukseskan program ZBPA ini, Pemkab Kukar membentuk Komite Zona
Bebas Pekerja Anak, yang diketuai Asisten IV Bidang Kesra dan Humas,
Setkab Kukar.
Ketua Komite ZBPA kukar HM Gufron Yusuf menjelaskan kebijakan ZBPA
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak, serta
meningkatkan akses dan memperkuat kuantitas dan kualitas pendidikan
formal dan nonformal.
Gufron Yusuf mengatakan, sebelum Kutai Kartanegara dicananangkan sebagai
percontohan Zona Bebas Pekerja Anak, Pemerintah Kabupaten Kutai
Kartanegara telah merespon terhadap masalah pekerja anak, seperti yang
tampak pada program-program Gerbang Dayaku yang relevan dengan masalah
pekerja anak, yaitu: Pengembangan SDM, Pengembangan Ekonomi Kerkayatan,
Pengembangan Infrastruktur, dan Rehabilitasi.
Pengembangan SDM dilakukan antara lain dengan Program Pembebasan SPP dan
BP3 yang dijalankan sejak tahun 2001. Untuk tingkat SD mendapatkan Rp.
5.000,- per orang, untuk tingkat SLTP sebesar Rp. 17.500 per orang dan
SLTA sebesar Rp. 22.500 per orang. Sedangkan untuk perguruan tinggi
mendapatkan subsidi Rp. 100.000 per orang.
Sementara untuk meningkatkan kualifikasi guru SD, SLTP dan SLTA Pemkab
Kukar juga mengeluarkan subsidi dalam pemberian tugas belajar mulai
program D2 sampai dengan S1. Program ini setahun merekrut 100 orang guru
dari 18 Kecamatan se Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sedangkan untuk mendorong kinerja guru, Pemkab Kukar juga memberikan
insentif kepada 7.000 guru negeri dan swasta di seluruh Kutai
Kartanegara sebesar Rp. 500.000,-per bulan dan memberikan fasilitas
berupa sepeda motor untuk kepala sekolah.
Program kejar paket A dan B untuk anak putus sekolah juga dijalankan
dengan Dinas Pendidikan Luar Sekolah. Tujuannya untuk memberikan
keterampilan untuk masa depannya, misalnya keterampilan pengolahan sabut
dan tempurung kelapa.
Dilakukan juga program bimbingan dan penyantunan anak terlantar.
Keterampilan diberikan tergantung minat peserta seperti bengkel, sablon,
menjahit, tata rias dan elektro. Untuk program ini anak dipantikan
selama enam bulan. Kemudian memberikan keterampilan bagi anak-anak dari
keluarga pra-sejahtera berupa pemberian modal usaha (lahan dan barang).
Selain itu, melalui program wajib belajar Dinas Pendidikan Nasional
melakukan penyuluhan keluarga. Bertujuan untuk mengurangi absensi anak
ketika harus bekerja di musim panen dan mengurangai tingkat drop out.
Sementara jaminan sosial (SWTM) bagi anak dan penduduk miskin yang
lanjut usia diberikan sebesar Rp. 100.000 per bulan. Juga ada peyediaan
alat transport berupa Bus sekolah
Sedangkan Pengembangan Ekonomi Kerkayatan dicanangkan dengan pemberian
kredit usaha kecil perdesaan bagi individu dan masyarakat sebesar Rp.
500 juta per desa, bekerjasama dengan BPD. Pemda menitipkan modal di
bank tersebut untuk dikelola. Masyarakat bisa meminjam modal tersebut
dengan jumlah berdasarkan penilaian bank. Pinjaman ini tidak berbunga.
Sementara persyaratanya pun disederhanakan. Hal ini untuk mendidik
masyarakat berjiwa wiraswasta.
Pengembangan Infrastruktur dimaksud adalah pengembangan infrastruktur
perdesaan yang diarahkan melalui kegiatan-kegiatan: a) pembangunan
perumahan dan lingkungan pemukiman, misalnya sanitasi lingkungan, MCK,
drainase, dan b) prasarana perhubungan semenisasi jalan desa, jembatan
dan tambatan perahu.
Sedangkan rehabilitasi dicanangkan untuk menyelamatkan anak-anak yang
bekerja di sektor-sektor yang termasuk dalam bentuk-bnetuk terburuk
pekerjaan anak. Mereka diberikan pertolongan dengan rehabilitasi. Salah
satu bentuk rehabilitasi yang relatif mudah dilaksanakan dengan yang
relatif murah terjangkau adalah rehabilitas dalam masyarakat (community
based rehabilitation) di mana masyarakat secara bersama-sama dan
partisipatif ikut meberikan pertolongan kepada anak-anak yang
diselamatkan dari pekerja-pekerja yang berbahaya. Strategi pendekatan
komunitas ini sesuai dengan strategi Gerbang Dayaku dalam pembangunan
wilayah perdesaan dan perkotaan
Faktor Kemiskinan dan Budaya
Menurut Bupati Kukar Syaukani HR, permasalahan pekerja anak dan
bentuk-bentuk terburuknya selain disebabkan oleh faktor kemiskinan, juga
dapat akibatkan faktor budaya, kebiasaan dan lain sebagainya. Dari hasil
monitoring dan pendataan pekerja anak yang dilakukan di Kabupaten Kutai
Kartanegara, maka ada beberapa faktor yang menyebabkan anak terpaksa
berkerja, antara lain:
(1) Alasan ekonomi; ketika kondisi keluarga terancam oleh minimnya
sumber daya ekonomi yang dihasilkan kepala keluarga. (2) Kebiasaan di
beberapa kelompok masyarakat yang menganggap bahwa anak-anak harus
memikul tanggung jawab keluarga dengan cara berpartisipasi dalam
pekerjaan yang dilakukan orang tua mereka. (3) Alasan budaya; tidak ada
larangan membantu orang tua untuk bekerja, Hal ini telah terjadi turun
temurun.
(4) Banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga yang memaksa anak untuk
memasuki dunia kerja. (5) Tidak dapat melanjutkan pendidikan (drop out)
dengan alasan yang sifatnya pribadi, malas, dipengaruhi teman atau sudah
menikah.
Dari hasil monitoring dan pendataan pekerja anak di Kukar, maka dilihat
dari sifat pekerjaannya sebagian besar pekerja anak bukan pekerja di
sektor formal, melainkan bekerja disektor informal. Sejak pencanangan
ZBPA, Nopember 2002, jumlah pekerja anak mencapai 11.623 orang, tahun
2003 berjumlah 10.251, tahun 2004 mengalami penurunan yang cukup
signifikan, yakni sebesar 6.236 orang. Sedangkan untuk 2005 menjadi
3.102 orang. Dari jumlah pekerja anak usia di bawah 10 ke bawah,
terdapat 5,9 persen, uisa 11-12 tahun sebanyak 9,62 persen, usia 13-15
tahun 37,63 persen, sedangkan terbesar adalah usia 16 – 18 tahun
sebanyak 46,50 persen.
Berdasarkan data di atas, jenis pekerjaan yang dilakukan adalah di
sektor informal, yang meliputi pembantu rumah tangga/pengasuh anak,
buruh tani, nelayan, ces motoris, buruh bangunan, pencuci mobil,
pedangan asongan, tukan kayu, batu bata dan peternak.
Seperti yang telah diketahui, pekerjaan di sektor informal sangat rentan,
sebab tidak ada perlindungan dan keamanan kerja. Apalagi bagi seorang
pekerja anak yang umumnya tidak pernah mengetahui adanya peraturan kerja
yang dapat melindungi mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.
Pencegahan
Berdasarkan asumsi-asumsi strategis yang tertuang dalam Renstra Zona
Bebas Pekerja Anak, maka kebijakan yang ditempuh untuk mencegah dan
menghapus pekerja anak di Kutai Kartanegara, sebagai berikut:
(1) Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak melalui upaya-upaya
peningkatan kesadaran pengetahuan dan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan potensi anak. (2) Meningkatkan akses dan memperkuat
kuantitas dan kualitas pendidikan formal dan non-formal.
(3) Melakukan kerjasama dalam meningkatkan kesadaran akan masalah
pekerja anak dan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan. (4)
Mengintergrasikan masalah-masalah pekerja anak secara sistematis ke
dalam program dan anggaran untuk kebijakan pengembangan ekonomi dan
sosial.
Guna mencapai keberhasilan program penghapusan pekerja anak, maka sesuai
dengan Perda No.9 tahun 2004 program aksi ZBPA di Kabupaten Kutai
Kartanegara dengan target waktu selama 7 tahun yang dimulai tahun
2002-2009 dengan tahapan kegiatan mencakup 18 Kecamatan.
Tahap pertama (2002-2004), meliputi Kecamatan Tenggarong, Loa Janan,
Samboja, Muara Jawa, Kota Bangun, dan Muara Muntai. Tahap Kedua
(2004-2006), meliputi Kecamatan Tenggarong Seberang, Anggana, Marang
Kayu, Muara Wis, Sebulu, dan Muara Kaman. Tahap Ketiga (2006-2008),
meliputi Kecamatan Loa Kulu, Sanga-Sanga, Muara Badak, Kenohan, Kembang
Janggut, dan Tabang. Tahap Keempat (2008-2009), merupakan pemantapan dan
evaluasi atau kajian kegiatan dari tahun 2002-2008.
Untuk lebih menunjang program aksi sebagaimana tahapan di atas, maka
peluang-peluang yang dapat diraih ke depan berupa tujuan-tujuan yang
hendak dicapai mencakup peningkatkan pengetahuan dasar. Kebijakan
pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan anak laki dan perempuan
yang terlibat atau yang berisiko. Mengembangkan perubahan perilaku dan
sikap. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan kesempatan bagi keluarga
miskin yang terlibat dan berisiko.
Melakukan kajian dasar, dan engelola data base. Menyediakan pendidikan
non formal untuk anak-anak. Menyediakan bea siswa untuk anak yang
terlibat dan berisiko. Mengajar life skiil untuk anak-anak. Memperbaiki
kesejahteraan guru dan kaum profesional. Membangun prasarana pendidikan.
Meningkatkan pemahaman akan ZBPA. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat
dan pihak terkait. Memperkuat dukungan terhadap pelaksanaan ZBPA.
Mengajarkan life skiil utk orang tua.
Sasaran target ZBPA termasuk dalam
program pengembangan masyarakat perusahaan swasta di Kukar.
Sementara target operasional ZBPA adalah tidak ada lagi pekerja anak di
bawah usia 15 tahun (2007); Tidak ada lagi segala bentuk pekerjaan
terburuk untuk anak (2009); Anak-anak di bawah usia 18 tahun memperoleh
wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun (2010).
Sedangkan sasaran operasi-onalnya adalah anak-anak yang beresiko tinggi,
seperti anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak dari keluarga dengan
jumlah anggota banyak, anak-anak dengan orang tunggal, dan anak yang
orang tua pernah menjadi pekerja anak.
Sosialisasi ZBPA
Program Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA) di Kukar, mendapat perhatian
banyak kalangan baik di tingkat nasional maupun internasional. Kabag
Humas dan Protokol Pemkab Kukar Dra Sri Wahyuni, MPP mengatakan respons
positif juga ditunjukkan semua lapisan masyarakat Kukar, termasuk 622
perusahaan yang beroperasi di daerah ini.
Sosialisasi ZBPA yang demikian intensif dilakukan Pemkab Kukar mulai
dari tingkat kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa. Ribuan stiker
disebar dan ditempel di rumah-rumah penduduk. Beberaba baliho berukuran
besar terpampang di banyak tempat. Sejumlah perusahaan juga ikut
berpartisipasi menyosialisasikan ZBPA yang diatur dalam Perda Nomor 09
Tahun 2004 yang antara lain mengatur setiap anak usia 15 tahun ke bawah
harus bersekolah. Perda itu antara lain mengatur, apabila ada orangtua
menghentikan anaknya sekolah karena dipekerja-kan untuk kepentingan
ekonomi keluarga, akan dikenakan sanksi kurungan badan 6 bulan atau
denda Rp 5 juta.
Menurut Kabag Humas dan Protokol Pemkab Kukar Dra Sri Wahyuni, MPP,
sosialisasi ZBPA itu membuahkan hasil dengan semakin menurunnya jumlah
anak yang bekerja di daerah ini. Seperti di Kecamatan Sebulu, jumlah
pekerja anak pada 2005 tercatat 126, turun menjadi 55 orang pada
pertengahan 2006 dan memasuki 2007 tinggal 13 orang.
Begitu juga di
Kecamatan Muara jumlah pekerja anak sebelumnya 66 orang, kini menurun
menjadi 39 anak.
“Kondisi itu membuktikan tingkat partisipasi masyarakat dan dukungannya
cukup tinggi. Kesadaran masyarakat meningkat, terutama orangtua maupun
perusahaan, yang tidak mempekerjakan anak di bawah usia sekolah,” kata
Erlian, Camat Sebulu Erlian, Selasa (27/3/2007) sebagaimana dilansir
Kaltimpost.
Sementara Camat Muara Wis Anjar Asmara HR menyebutkan, setiap ada
pertemuan, pihaknya selalu mengingatkan, baik kepala desa maupun
masyarakat, tentang program ZBPA. Mereka menyosialisasikan, bahwa tahun
2008 Kukar menarget zero pekerja anak. ►mtik/bhs
*** Majalah Tokoh Indonesia
|