A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
  M A J A L A H
 ► MTI Reguler
 ► MTI Khusus
 ► Home
 ► Biografi
 ► Versi Majalah
 ► Berita
 ► Galeri
  P E J A B A T
 ► Pemda
     ► Kaltim
     ► Kukar
 ► Nusantara
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► Pernikahan
 ► In Memoriam
 ► Redaksi
 ► Buku Tamu
 

 

 

 
  C © updated 01072007  
   
  ► e-ti/cover mtik-02  
  MTI Khusus 02

Kukar ZBPA dan di Pentas Dunia

Kukar, Zona Bebas Pekerja Anak (6-15)Kutai Kartanegara di Pentas Dunia (16) = Kukar di Pentas ILO (17-23) = Pidato Syaukani di Sidang ILO (24-25) = Tuan Rumah Pentas UNCTAD-PBB (26-39)Bupati H Syaukani HR, Kontrak dengan Allah (40-53) = Pamong Entrepreneur (54-62) = Entreprenuership Leadership Award 2006 (63) = Orbitkan Kukar Jadi Model Otda (64-71) = Bupati dan Kabupaten Terpopuler (72-75) = Setiakawan Award (76) = Penghargaan Investasi Sosial (77) = Anugerah Aksara (78-79) ► Drs H Samsuri Aspar MM, Tak Lelah Sosialisasikan GD (80-85) ► Drs HM Husni Thamrin MM, Dorong Etos Kerja Tinggi (86-87) ► Gerbang Dayaku Jadikan Kukar Bersinar (88-89) ► Gerbang Dayaku (90-125) ► Pemkab Pertama Terapkan E-Government (126-127) ► Prioritas Pembangunan Desa(128-130) ► Kapur Sirih (3)

 

 
     
 
MTI KHUSUS 02

 

MTI-K-02 (INDEX)

 UTAMA:  01  02  03  04  05  BUPATI:  06  07  08  09  10  11  12  13  WABUP:  14  SEKKAB: 15  GERBANG DAYAKU:  16  17  18  19  KAPUR SIRIH: 20  ==

 

Kutai Kartanegara (01)

Pelopor Zona Bebas Pekerja Anak


MTIK 02: Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Pemkab Kukar) menjadi pelopor yang mencanangkan daerahnya sebagai Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA). Kepeloporan ini muncul atas komitmen kuat bupatinya memprioritaskan pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia Kukar. Pendeklarasian Kukar sebagai zona bebas pekerja anak, harus diakui sebagai kebijakan politik yang berani dan visioner.

Menurut Bupati Kukar Prof Dr H Syaukani HR, pencanangan Kukar sebagai daerah bebas pekerja anak merupakan sebuah langkah penting dan historis dalam menghapus pekerja anak, karena merupakan yang pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Juga memperlihatkan bentuk kerjasama baru antara pemerintah pusat dan daerah dengan ILO-IPEC.


Bupati Kukar mendeklarasikan ZBPA didampingi Ketua DPRD Kukar Bachtiar Effendi dan disaksikanMenteri Tenaga Kerja Jacob Nuwa Wea, Gubernur Kaltim Suwarna Abdul Fatah dan Direktur ILO untuk Indonesia Alan Boulton.


Syaukani menjelaskan, pencanangan ZBPA ini sebagai konsekwensi logis dengan diratifikasinya konvensi ILO No.138 dengan UU. No. 20/1999 Tentang Batas Usia Minimum Anak di perbolehkan kerja, serta konvensi ILO 182 dengan UU. No. 1/2000 tentang Penghapusan Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Kutai Kartanegara memelopori sebagai Kabupaten percontohan ZBPA, karena wilayah ini dinilai memiliki komitmen politik yang kuat tentang pendidikan, pengembangan ekonomi dan pelayanan sosial melalui Program Gerbang Dayaku yang memiliki tiga prioritas, yakni Pengembangan SDM, Ekonomi Kerakyatan dan Pelayanan Sosial.


Kesungguhan Pemkab Kukar memberlakukan ZBPA dikukuhkan dalam Perda No. 9 Tahun 2004, yang akan diberlakukan efektif tahun 2008. Dalam Perda itu ditegaskan bahwa setiap anak berusia 15 tahun ke bawah harus bersekolah. Tidak boleh diberhentikan sekolah oleh orang tua karena dipekerjakan untuk kepentingan ekonomi keluarga. Barangsiapa (orang tua/perusahaan) memberhentikan sekolah anak 15 tahun ke bawah dan dipekerjakan adalah melanggar Perda dan dikenakan sanksi enam bulan kurungan badan atau denda Rp 5 juta.


Pemkab Kukar mendeklarasikan target ZBPA: Tahun 2008 tidak ada lagi pekerja anak di bawah usia 15 tahun dan seluruhnya memperoleh pendidikan dasar 9 tahun; Tahun 2010 tidak ada lagi pekerja anak di bawah usia 18 tahun dan pada tahun 1012 seluruh anak akan memperoleh pendidikan dasar 12 tahun.


Sementara sasaran ZBPA adalah anak-anak berisiko tinggi yaitu: Anak-anak dari keluarga miskin; Anak-anak dari keluarga dengan jumlah anggota banyak; Anak-anak dengan orangtua tunggal dan yatim-piatu; Anak-anak yang orangtua atau saudara kandungnya pernah menjadi pekerja anak; dan, Anak-anak penduduk asli atau suku tertentu yang memiliki hambatan sosial dan budaya.


Untuk menyukseskan program ZBPA ini, Pemkab Kukar membentuk Komite Zona Bebas Pekerja Anak, yang diketuai Asisten IV Bidang Kesra dan Humas, Setkab Kukar.
Ketua Komite ZBPA kukar HM Gufron Yusuf menjelaskan kebijakan ZBPA dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak, serta meningkatkan akses dan memperkuat kuantitas dan kualitas pendidikan formal dan nonformal.


Gufron Yusuf mengatakan, sebelum Kutai Kartanegara dicananangkan sebagai percontohan Zona Bebas Pekerja Anak, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah merespon terhadap masalah pekerja anak, seperti yang tampak pada program-program Gerbang Dayaku yang relevan dengan masalah pekerja anak, yaitu: Pengembangan SDM, Pengembangan Ekonomi Kerkayatan, Pengembangan Infrastruktur, dan Rehabilitasi.


Pengembangan SDM dilakukan antara lain dengan Program Pembebasan SPP dan BP3 yang dijalankan sejak tahun 2001. Untuk tingkat SD mendapatkan Rp. 5.000,- per orang, untuk tingkat SLTP sebesar Rp. 17.500 per orang dan SLTA sebesar Rp. 22.500 per orang. Sedangkan untuk perguruan tinggi mendapatkan subsidi Rp. 100.000 per orang.


Sementara untuk meningkatkan kualifikasi guru SD, SLTP dan SLTA Pemkab Kukar juga mengeluarkan subsidi dalam pemberian tugas belajar mulai program D2 sampai dengan S1. Program ini setahun merekrut 100 orang guru dari 18 Kecamatan se Kabupaten Kutai Kartanegara.


Sedangkan untuk mendorong kinerja guru, Pemkab Kukar juga memberikan insentif kepada 7.000 guru negeri dan swasta di seluruh Kutai Kartanegara sebesar Rp. 500.000,-per bulan dan memberikan fasilitas berupa sepeda motor untuk kepala sekolah.


Program kejar paket A dan B untuk anak putus sekolah juga dijalankan dengan Dinas Pendidikan Luar Sekolah. Tujuannya untuk memberikan keterampilan untuk masa depannya, misalnya keterampilan pengolahan sabut dan tempurung kelapa.


Dilakukan juga program bimbingan dan penyantunan anak terlantar. Keterampilan diberikan tergantung minat peserta seperti bengkel, sablon, menjahit, tata rias dan elektro. Untuk program ini anak dipantikan selama enam bulan. Kemudian memberikan keterampilan bagi anak-anak dari keluarga pra-sejahtera berupa pemberian modal usaha (lahan dan barang).
Selain itu, melalui program wajib belajar Dinas Pendidikan Nasional melakukan penyuluhan keluarga. Bertujuan untuk mengurangi absensi anak ketika harus bekerja di musim panen dan mengurangai tingkat drop out.


Sementara jaminan sosial (SWTM) bagi anak dan penduduk miskin yang lanjut usia diberikan sebesar Rp. 100.000 per bulan. Juga ada peyediaan alat transport berupa Bus sekolah
Sedangkan Pengembangan Ekonomi Kerkayatan dicanangkan dengan pemberian kredit usaha kecil perdesaan bagi individu dan masyarakat sebesar Rp. 500 juta per desa, bekerjasama dengan BPD. Pemda menitipkan modal di bank tersebut untuk dikelola. Masyarakat bisa meminjam modal tersebut dengan jumlah berdasarkan penilaian bank. Pinjaman ini tidak berbunga. Sementara persyaratanya pun disederhanakan. Hal ini untuk mendidik masyarakat berjiwa wiraswasta.


Pengembangan Infrastruktur dimaksud adalah pengembangan infrastruktur perdesaan yang diarahkan melalui kegiatan-kegiatan: a) pembangunan perumahan dan lingkungan pemukiman, misalnya sanitasi lingkungan, MCK, drainase, dan b) prasarana perhubungan semenisasi jalan desa, jembatan dan tambatan perahu.


Sedangkan rehabilitasi dicanangkan untuk menyelamatkan anak-anak yang bekerja di sektor-sektor yang termasuk dalam bentuk-bnetuk terburuk pekerjaan anak. Mereka diberikan pertolongan dengan rehabilitasi. Salah satu bentuk rehabilitasi yang relatif mudah dilaksanakan dengan yang relatif murah terjangkau adalah rehabilitas dalam masyarakat (community based rehabilitation) di mana masyarakat secara bersama-sama dan partisipatif ikut meberikan pertolongan kepada anak-anak yang diselamatkan dari pekerja-pekerja yang berbahaya. Strategi pendekatan komunitas ini sesuai dengan strategi Gerbang Dayaku dalam pembangunan wilayah perdesaan dan perkotaan

Faktor Kemiskinan dan Budaya
Menurut Bupati Kukar Syaukani HR, permasalahan pekerja anak dan bentuk-bentuk terburuknya selain disebabkan oleh faktor kemiskinan, juga dapat akibatkan faktor budaya, kebiasaan dan lain sebagainya. Dari hasil monitoring dan pendataan pekerja anak yang dilakukan di Kabupaten Kutai Kartanegara, maka ada beberapa faktor yang menyebabkan anak terpaksa berkerja, antara lain:


(1) Alasan ekonomi; ketika kondisi keluarga terancam oleh minimnya sumber daya ekonomi yang dihasilkan kepala keluarga. (2) Kebiasaan di beberapa kelompok masyarakat yang menganggap bahwa anak-anak harus memikul tanggung jawab keluarga dengan cara berpartisipasi dalam pekerjaan yang dilakukan orang tua mereka. (3) Alasan budaya; tidak ada larangan membantu orang tua untuk bekerja, Hal ini telah terjadi turun temurun.


(4) Banyaknya jumlah tanggungan dalam keluarga yang memaksa anak untuk memasuki dunia kerja. (5) Tidak dapat melanjutkan pendidikan (drop out) dengan alasan yang sifatnya pribadi, malas, dipengaruhi teman atau sudah menikah.


Dari hasil monitoring dan pendataan pekerja anak di Kukar, maka dilihat dari sifat pekerjaannya sebagian besar pekerja anak bukan pekerja di sektor formal, melainkan bekerja disektor informal. Sejak pencanangan ZBPA, Nopember 2002, jumlah pekerja anak mencapai 11.623 orang, tahun 2003 berjumlah 10.251, tahun 2004 mengalami penurunan yang cukup signifikan, yakni sebesar 6.236 orang. Sedangkan untuk 2005 menjadi 3.102 orang. Dari jumlah pekerja anak usia di bawah 10 ke bawah, terdapat 5,9 persen, uisa 11-12 tahun sebanyak 9,62 persen, usia 13-15 tahun 37,63 persen, sedangkan terbesar adalah usia 16 – 18 tahun sebanyak 46,50 persen.


Berdasarkan data di atas, jenis pekerjaan yang dilakukan adalah di sektor informal, yang meliputi pembantu rumah tangga/pengasuh anak, buruh tani, nelayan, ces motoris, buruh bangunan, pencuci mobil, pedangan asongan, tukan kayu, batu bata dan peternak.
Seperti yang telah diketahui, pekerjaan di sektor informal sangat rentan, sebab tidak ada perlindungan dan keamanan kerja. Apalagi bagi seorang pekerja anak yang umumnya tidak pernah mengetahui adanya peraturan kerja yang dapat melindungi mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.

Pencegahan
Berdasarkan asumsi-asumsi strategis yang tertuang dalam Renstra Zona Bebas Pekerja Anak, maka kebijakan yang ditempuh untuk mencegah dan menghapus pekerja anak di Kutai Kartanegara, sebagai berikut:


(1) Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anak melalui upaya-upaya peningkatan kesadaran pengetahuan dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan potensi anak. (2) Meningkatkan akses dan memperkuat kuantitas dan kualitas pendidikan formal dan non-formal.


(3) Melakukan kerjasama dalam meningkatkan kesadaran akan masalah pekerja anak dan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan. (4) Mengintergrasikan masalah-masalah pekerja anak secara sistematis ke dalam program dan anggaran untuk kebijakan pengembangan ekonomi dan sosial.


Guna mencapai keberhasilan program penghapusan pekerja anak, maka sesuai dengan Perda No.9 tahun 2004 program aksi ZBPA di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan target waktu selama 7 tahun yang dimulai tahun 2002-2009 dengan tahapan kegiatan mencakup 18 Kecamatan.


Tahap pertama (2002-2004), meliputi Kecamatan Tenggarong, Loa Janan, Samboja, Muara Jawa, Kota Bangun, dan Muara Muntai. Tahap Kedua (2004-2006), meliputi Kecamatan Tenggarong Seberang, Anggana, Marang Kayu, Muara Wis, Sebulu, dan Muara Kaman. Tahap Ketiga (2006-2008), meliputi Kecamatan Loa Kulu, Sanga-Sanga, Muara Badak, Kenohan, Kembang Janggut, dan Tabang. Tahap Keempat (2008-2009), merupakan pemantapan dan evaluasi atau kajian kegiatan dari tahun 2002-2008.


Untuk lebih menunjang program aksi sebagaimana tahapan di atas, maka peluang-peluang yang dapat diraih ke depan berupa tujuan-tujuan yang hendak dicapai mencakup peningkatkan pengetahuan dasar. Kebijakan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan anak laki dan perempuan yang terlibat atau yang berisiko. Mengembangkan perubahan perilaku dan sikap. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan kesempatan bagi keluarga miskin yang terlibat dan berisiko.


Melakukan kajian dasar, dan engelola data base. Menyediakan pendidikan non formal untuk anak-anak. Menyediakan bea siswa untuk anak yang terlibat dan berisiko. Mengajar life skiil untuk anak-anak. Memperbaiki kesejahteraan guru dan kaum profesional. Membangun prasarana pendidikan. Meningkatkan pemahaman akan ZBPA. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan pihak terkait. Memperkuat dukungan terhadap pelaksanaan ZBPA. Mengajarkan life skiil utk orang tua.

 

Sasaran target ZBPA termasuk dalam program pengembangan masyarakat perusahaan swasta di Kukar.
Sementara target operasional ZBPA adalah tidak ada lagi pekerja anak di bawah usia 15 tahun (2007); Tidak ada lagi segala bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (2009); Anak-anak di bawah usia 18 tahun memperoleh wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun (2010).


Sedangkan sasaran operasi-onalnya adalah anak-anak yang beresiko tinggi, seperti anak-anak dari keluarga miskin, anak-anak dari keluarga dengan jumlah anggota banyak, anak-anak dengan orang tunggal, dan anak yang orang tua pernah menjadi pekerja anak.

Sosialisasi ZBPA
Program Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA) di Kukar, mendapat perhatian banyak kalangan baik di tingkat nasional maupun internasional. Kabag Humas dan Protokol Pemkab Kukar Dra Sri Wahyuni, MPP mengatakan respons positif juga ditunjukkan semua lapisan masyarakat Kukar, termasuk 622 perusahaan yang beroperasi di daerah ini.


Sosialisasi ZBPA yang demikian intensif dilakukan Pemkab Kukar mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa. Ribuan stiker disebar dan ditempel di rumah-rumah penduduk. Beberaba baliho berukuran besar terpampang di banyak tempat. Sejumlah perusahaan juga ikut berpartisipasi menyosialisasikan ZBPA yang diatur dalam Perda Nomor 09 Tahun 2004 yang antara lain mengatur setiap anak usia 15 tahun ke bawah harus bersekolah. Perda itu antara lain mengatur, apabila ada orangtua menghentikan anaknya sekolah karena dipekerja-kan untuk kepentingan ekonomi keluarga, akan dikenakan sanksi kurungan badan 6 bulan atau denda Rp 5 juta.


Menurut Kabag Humas dan Protokol Pemkab Kukar Dra Sri Wahyuni, MPP, sosialisasi ZBPA itu membuahkan hasil dengan semakin menurunnya jumlah anak yang bekerja di daerah ini. Seperti di Kecamatan Sebulu, jumlah pekerja anak pada 2005 tercatat 126, turun menjadi 55 orang pada pertengahan 2006 dan memasuki 2007 tinggal 13 orang.

 

Begitu juga di Kecamatan Muara jumlah pekerja anak sebelumnya 66 orang, kini menurun menjadi 39 anak.
“Kondisi itu membuktikan tingkat partisipasi masyarakat dan dukungannya cukup tinggi. Kesadaran masyarakat meningkat, terutama orangtua maupun perusahaan, yang tidak mempekerjakan anak di bawah usia sekolah,” kata Erlian, Camat Sebulu Erlian, Selasa (27/3/2007) sebagaimana dilansir Kaltimpost.


Sementara Camat Muara Wis Anjar Asmara HR menyebutkan, setiap ada pertemuan, pihaknya selalu mengingatkan, baik kepala desa maupun masyarakat, tentang program ZBPA. Mereka menyosialisasikan, bahwa tahun 2008 Kukar menarget zero pekerja anak. ►mtik/bhs 

 

*** Majalah Tokoh Indonesia