|
|
|
Nama:
Budi Hardjono
Lahir:
Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1939
Meninggal:
Jakarta, 3 September 2003
Dimakamkan:
Blora, Jawa Tengah, 4 September 2003
Agama:
Islam
Jabatan Terakhir:
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Isteri:
Wido Retno (55)
Anak:
Amelia Diatri (26) dan Ari Tuanggoro (24)
Menantu:
H Andredan
Awal karir Politik:
Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI
Alamat Terakhir:
Jalan Hang Lekir X Nomor 9, Jakarta Selatan |
|
Budi Hardjono^Seorang Politikus Tulen
Budi Hardjono, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) meninggal dunia
Rabu 3 September 2003 pukul 11.00 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP),
Jakarta, dalam usia 64 tahun. Politikus kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9
September 1939 yang masih aktif di dunia kepartaian ini tutup usia karena
stroke yang dideritanya sejak 19 Agustus 2003.
Jenazahnya dimakamkan di Blora, Jawa Tengah, hari ini Kamis 4 September
2003, sesuai dengan permintaan almarhum. Ia meninggalkan seorang istri,
Wido Retno (55), dan dua anak, yakni Amelia Diatri (26) dan Ari Tuanggoro
(24) serta satu menantu, H Andredan belum mempunyai cucu, karena baru
sekitar satu tahun lalu mantu. Jenazah masih disemayamkan di rumah duka di
Jalan Hang Lekir X Nomor 9, Jakarta Selatan.
Menurut Wido Retno, sejak beberapa waktu terakhir Budi Hardjono menderita
penyakit vertigo (penyumbatan pembuluh darah ke otak) dan stroke. Dia
dirawat di RSPP sejak 19 Agustus 2003 dan kondisi kesehatannya terus
menurun. "Bapak sempat masuk ICU (Unit Gawat Darurat), namun kondisinya
terus melemah. Dan, akhirnya hari ini, Rabu (3/9) tepatnya pukul 11.00 WIB
bapak mengembuskan napas terakhir," jelas Wido Retno sebagaimana dikutip
Media Indonesia dan Kompas.
Almarhum yang di awal kelahiran Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menjadi
Kepala Sekretariat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI memang seorang politikus
tulen. Menjelang mengembuskan napas terakhirnya pun, kata Widoretno,
almarhum selalu memikirkan partainya, apalagi menjelang proses
penggabungan PDI dengan PNM (Partai Nasionalis Marhaen). Budi Hardjono
ingin mengantarkan teman-temannya yang tergabung dalam PNM agar bisa ikut
Pemilu 2004.
"Saya sudah mau istirahat. Tetapi, saya ingin mengantarkan teman-teman
agar bisa ikut pemilu," kata Widoretno mengutip pernyataan suaminya.
Widoretno mengatakan bahwa suaminya sangat baik, sabar, dan suka membantu
orang yang sedang kesusahan. Akhir-akhir ini bapak merasa senang, karena
sebagian besar karyawan sekretariat PDI diangkat menjadi pegawai di PNM.
Putra mantan lurah di Pacitan, Jawa Timur, itu menjelang saat masa
kritisnya, semakin sayang kepada keluarga --khususnya terhadap istrinya. "Bapak
makin sayang sama saya. Bila mau tidur selalu memeluk saya dengan kencang.
Saking kencangnya, hampir-hampir saya enggak bisa bernapas," kata
Widoretno mengenang kesan terakhir suaminya.
Sementara itu, Amelia mengatakan bahwa ayahnya terlalu baik, tidak pernah
marah, dan sangat sayang kepada keluarga. Bapak menginginkan anak-anaknya
sekolah yang tinggi. "Saat bapak koma, aku sedang sidang tesis S-2 di
Universitas Pancasila Jurusan Manajemen Keuangan."
Bapak, kata Amelia, menginginkan saya meraih gelar doktor. "Kalau bisa
jadi doktor, nanti bapak cariin biayanya. Tetapi, bapak keburu meninggal,"
kata Amelia sambil meneteskan air matanya.
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|