ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
  P E J A B A T
 ► Pejabat
 ► Presiden
 ► MA
 ► Bepeka
 ► MK
 ► Kabinet
 ► Departemen
 ► Badan-Lembaga
 ► Pemda
 ► BUMN
 ► Purnabakti
 ► Asosiasi
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► Pernikahan
 ► In Memoriam
 ► Majalah TI
 ► Redaksi
 ► Buku Tamu
 

 


 
  C © updated 21082003 - 27102002  
     
  ► e-ti/yus  
  Nama :
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA
Lahir:
Palembang, 26 Januari 1954
Isteri :
Dra. Hj. Fatimah Abu Abdillah Assegaf
Anak :
Afaf (21), Fahed (19), Tsoroyo (18), Lulu (16), Faisal (14), Husain (11)
Ayah:
K.H. Sayyid Husin bin Agil Ahmad Al Munawar (alm)
Ibu:
Hj. Syarifah Sundus (Utih) binti Muhammad Al Munawar (almh)
Riwayat Pendidikan:
Madrasah Ibtidaiyah Munawariyah 13 Ulu, Palemborg (1966)
Sekolah Dasar Negeri 8, Palembarg (1967)
Madrasah Tsanawiyah AI Ahliyah (4 tahun). Palembang (1969)
Sekolah Persiapan Universitas Islam AI Ahliyah (SPUI),Palembang (1971) .
Sekolah Persiapan IAIN Raden Fatah (SPAIN) Palembang (1971)
Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang (1974)
LML Fakultas Syari’ah Universitas Islam Madinah Arab Saudi (1979)
Master of Art (MA) Fakultas Syari'ah Universitas Ummu AI Quro Makkah Saudi Arabia (1983)
Ph. D. (Doctor) Fakultas Syari’ah Unversitas Ummu AI Quro Makkah Saudi Arabia (1987)
Hafal AI Qur’an.30 Juz

Riwayat Pekerjaan Sebagai Tenaga Edukatif:
:: Dosen tetap pada Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1989-sekarang (Mata kuliah Fiqh, Ushul Fiqh, Ulumul Hadis, Metode Tafsir, Mazahib Tafsir, Kritik Hadis dan Takhrij Hadis)
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 1989-sekarang. (Mata kuliah Qawaid Fiqhiyah, Ulumul hadis, Tafsir Maudlu'i,Hadiss Maudlu'i, Manhaj al-Muhaddisin dan Penelitian Hadis/Kritik Hadsi).
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 1992- sekarang. (Mata kuliah Seminar AI-Qur'an dan Seminar Hadis)
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang tahun 1996-Sekarang. (Mata kuliah Qawaid Fiqhiyah dan Manhaj Al Muhaddittsin)
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Sumatera Utara Medan. tahun 1996-sekarang. (Mata kuliah Seminar Hadis)
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Sulthan Syarif Qasim Pekanbaru Riau, tahun 1996-sekarang. (Mata kuliah Ulumul Qur'an, Ulumul Hadis, Penelitian Hadis, Ushul Fiqh Perbandingan dan Sejarah Peradilan Islam.)
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Suroh Ampel Surabaya Jawa Timur, tahun 1997- sekarang. (Mata kuliah Ulumul Hadis dan Penelitian Hadis)
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saefuddin Jambi, tahun 1998- sekarang. (Mata kuliah Ulumul Hadis)
:: Dosen Program Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang, tahun 2000-2001, (Mata Kuliah keislaman)
:: Dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, tahun 1996-sekarang. (Mata kuliah Ulumul Qur'an dan Ulumul Hadis)
:: Dosen Program Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA) tahun 1996- sekarang. (Mata kuliah Ulumul Qur'an dan Ulumul Hadis)
:: Dosen Program Pascasarjana Institut Ilmu AI-Qur'an (IIQ) Jakarta, tahun 1998- sekarang. (Mata kuliah Ulumul Qur' an Tafsir Maudhu'i dan Naqham)
:: Dosen Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu AI-Qur'an (IIQ) Jakarta, tahun 1998-sekarang. (Mata kuliah Ulumul Qur'an dan Tafsir II/Maudhu'i)
:: Dosen Program Pascasarjana Universitas Darul Ulum Jombang, 1999-2000 (Mata Kuliah Ushul Fiqih)
:: Dosen Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tahun 2001, (Mata Kuliah Ushul Fiqh)
:: Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Darunrojah (STISDA) tahun 1990-sekarang (Mata kuliah Fiqh Munakahat dan Tafsir Ahkam)
:: Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Darul Ma'arif Jakarta, tahun 1992-sekarang.(Mata kuliah Ushul Fiqh I-II dan Fiqh I-II)
:: Dosen Institut Ilmu AI-Qur'an (IIQ) Jakarta, tahun 1990-sekarang. (Mata kuliah Tafsir I dan II, Ushul Fiqh dan Naqham)
:: Dosen Perguruan Tinggi Ilmu AI-Qur'an (PTIQ) tahun 1990-sekarang. (Mata kuliah Tafsir Ahkam dan Tafsir II)
:: Dosen Fakultas Syari'ah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 1994-sekarang. (Mata kuliah T afsir Ahkam, Fiqh Jinayat dan Fiqh Mawaris)
:: Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 1991-1995. (Mata kuliah Fiqh II dan III)
:: Sekolah Tinggi Ilmu.Tarbiyah (STIT) sekarang menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Agama (STAI) al-Hikmah Jakarta, tahun 1993-sekarang. (Mata kuliah Tafsir dan Ulumul Qur'an)
:: Dosen Fakultas Syari'ah Institut Agama Islam Jami'at Khair Jakarta, 1990- sekarang. (Mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh)
:: Dosen Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1992-1995. (Mata kuliah Tafsir I dan II)
:: Dosen Fakultas Dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1993-sekarang. (Mata Kuliah Fiqih, Ushul Fiqih dan Tafsir).
:: Dosen Ma'had 'Alij Pondok Pesantren Salafiah Situbondo, Jawa Tlmur, 1993- sekarang. (Mata kuliah Ushul Fiqh dan Qawaid Fiqhiyyah)
:: Dosen Pendidikan Kader Ulama (PKU) Majelis Ulama Indonesia Pusat, tahun 1990- 1998. (Mata Kuliah Ushul Fiqh, Bahasa Arab dan Ulumul Hadis)
:: Dosen Pendidikan Kader Ulama (PKU), Majelis Tafqquh Fi al-Din (Majelis Ulama Indonesia) DKI, Jakarta, 1991-1997. (Mata Kuliah Ulumul Qur'an, Tafsir dan Ulumul Hadis)

Riwayat Jabatan dalam Kelembagaan
:: Ketua Jurusan Tafsir Hadis pada , Faku.ltas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 1991-1998
:: Direktur Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1999- sekarang
:: Ketua Program Studi Tafsir-Hadis Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun1998-sekarang
:: Rektor Institut Agama Islam Jami'at Khaer, 1997-sekarang

Publikasi/Seminar
:: I’jaz al-Qur'an dan Metodologi Tafsir, Penerbit Dina Utama Semarang (Dimas) Toha Putra Group tahun 1993
:: Ushul Fiqh, Sejarah dan Suatu Pengantar (proses cetak)
:: Ilmu Takhrij Hadis, Sejarah dan Suatu Pergantar (proses cetak)
:: Perkembargan Hukum Islam Mazhab Syafi'i, Studi Perbandirgan Qaul, Qadim dan Qaul Jadid. Penelitian Individual IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
:: Dimensi-Dimensi Kehidupan dalam Perspektif Islam, diterbitkan oleh Universitas Islam Malang (UNISMA), 2001
:: Transfusi Darah ditinjau dari Hukum Islam. Paper Sarjana Muda Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang
:: Naqlu al-Dam wa Atsaruhu fi al-Syari'ah al-Islamiyah (Judul Skripsi) Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang, 1971
Alamat Kantor:
Jalan Lapangan Banteng Barat No.3-4
Jakarta Pusat
Alamat Rumah
:: Jl. Dewi Sartika, Gg Masjid No. 61
Rt.003/04 Cimanggis, Ciputat 15411
:: Jl. Widya Chandra III No. 12A
Jakarta
 
     
Said Agil Husin Al Munawar

Kerukunan Modal Keberhasilan

 

Menteri Agama Kabinet Gotong-Royong ini sedang menjalani proses hukum dengan tuduhan korupsi Dana Abadi Umat. Ilmuwan yang hafal Al Quran 30 Juz, mubaliq dan uztad serta tokoh muslim moderat ini mengatakan, kerukunan adalah modal utama untuk keberhasilan. Dan, agama adalah jalur paling efektif untuk mewujudkan kerukunan. Sebagai seorang akademisi dengan kedalaman pemahaman agama, ia dipercayakan menjabat Menteri Agama.

 

Doktor (Ph.D) lulusan Fakultas Syari’ah Universitas Ummu Al Qura Makkah Saudi Arabia (1987), ini mengatakan agama memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Agama juga menjadi benteng spiritual dan moral. Cirinya adalah setiap bertindak selalu berangkat dari basis hati nurani. Setiap melangkah dan melakukan sesuatu harus bertanya kepada hati nurani yang didasari oleh ajaran agama yang dianutnya.

Jika tidak ada kerukunan, akan muncul konflik yang merugikan semua orang, kelompok dan golongan. Hal inilah yang terus disosialisasikannya. Bukan hanya menciptakan kerukunan semu, tetapi menanamkan sikap melalui jalur agama bahwa “kamu bahagia saya bahagia, kamu menderita saya juga menderita.”

Ia tak pernah membayangkan akan menjadi seorang menteri. Tapi takdir perjalanan hidupnya telah mengantarkannya menjabat Menteri Agama. Menurutnya, dari aspek agama, penyebab terjadinya perpecahan dan konflik di negeri ini adalah karena kedangkalan pemahaman tentang agama. Keagamaan hanya dipahami dangkal sebagai upacara ritual semata, sehingga orangnya tidak memiliki sikap toleransi. Tapi orang yang mengenal agamanya secara mendalam, akan memiliki sikap toleransi dan tidak merasa benar sendiri.

Sehubungan dengan itu, Menteri Agama Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar, MA dalam percakapan dengan Wartawan Tokoh Indonesia DotCom di kamar kerjanya memaparkan Tri Program Inti Departemen Agama, sebagai tindak lanjut enam program pokok Kabinet Gotong Royong. Pertama, terwujudnya masyarakat yang agamis, berperadaban luhur, berbasiskan hati nurani, yang disinari oleh ajaran agamanya.

Kedua, terhindarnya perilaku radikal, ekstrim, tidak toleran dan eksklusif dalam kehidupan beragama, sehingga terwujud masyarakat yang rukun, damai dalam kebersamaan dan ketenteraman. Ketiga, terbinanya masyarakat agar menghayati, mengamalkan ajaran agama dengan sebenarnya, mengutamakan persamaan, menghormati perbedaan melalui internalisasi ajaran agama.

Menurut pria lulusan doctor (Ph.D) Fakultas Syari’ah Universitas Ummu Al Qura Makkah Saudi Arabia (1987), ini agama memiliki peran dan kontribusi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Agama juga menjadi benteng spiritual dan moral. Cirinya adalah setiap bertindak selalu berangkat dari basis hati nurani. Jadi ketika melangkah dan melakukan sesuatu harus bertanya kepada hati nurani yang didasari oleh ajaran agama yang dianutnya.

Selain itu, bahwa bangsa Indonesia pernah dikenal sebagai masyarakat yang santun dan ramah. Namun belakangan menjadi masyarakat yang menyukai kekerasan, mudah marah, agresif dan melakukan tindakan-tindakan anarkis. Marah sedikit lalu membakar. Marah sedikit lalu memukul dan membunuh orang. Ada apa ini? Maka dengan itu perlu dilakukan sebuah upaya untuk mencegah masyarakat ini agar terhindar dari berbagai bentuk radikalisme, perilaku radikal, ekstrim, perilaku yang tidak toleran. Melainkan memiliki sikap yang menghormati perbedaan, senantiasa dalam kebersamaan.

Ia mencoba melihat apa yang menyebabkan terjadinya banyak perpecahan dan konflik di sana-sini? Jika dilihat dari aspek agama, maka jelas bahwa mereka mendalami keagamaannya hanya sebagai upacara ritual semata, dengan pemahaman yang dangkal. Dengan demikian perlu adanya usaha pendalaman agama, membawa masyarakat ke arah menghayati ajaran agamanya.

 

Karena jika seseorang memiliki pemahamanan agama yang dangkal, ia tidak memiliki sikap toleransi. Tapi jika ia mengenal agamanya secara mendalam, ia akan memiliki sikap toleransi, tidak merasa benar sendiri. “Bila keadaanya seperti ini saya pikir kita akan memperoleh keamanan,” ujar Direktur Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Usaha yang giat dikerjakannya adalah mengembangkan dan menyuburkan kerukunan antarumat beragama. Kemudian menumbuhkembangkan forum-forum dialog antarumat beragama. Menurutnya, jika hal ini bisa dilakukan berarti yang berperan adalah tokoh masyarakat dan tokoh agama. Jika masyarakat telah menyatu dengan tokoh dan pakarnya maka dengan begitu komando akan menjadi mudah. Dengan begitu keamanan akan terwujud dan ekonomi akan pulih kembali bersamaan dengan masuknya para investor asing.

Keluarga Sederhana
Said Agil, yang juga menjabat Rektor Institut Agama Islam Jamiat Khaer, ini dilahirkan dari sebuah kelurga sederhana di Kampung Tigabelas Ulu, Palembang, tanggal 26 Januari 1954. Ayahnya, K.H. Sayyid Husin bin Agil Ahmad Al Munawar (wafat 13 November 1989), berasal dari keluarga yang menekuni keilmuan dan keagamaan. Seorang sosok pemuka kampung, kyai dan ustad, yang sejak usia muda peduli dengan pendidikan. Ibunya, Hj. Syarifah Sundus (Utih) binti Muhammad Al Munawar (wafat 20 Februari 2001), seorang ibu rumah tangga yang taqwa dan bijaksana.

Saat Agil berusia lebih dua tahun, tepatnya tanggal 26 Juli 1956, ayahnya mendirikan Yayasan Pendidikan Madrasah Tarbiyah Munawwariyah. Kata Tarbiyah berarti pendidikan, sedangkan Munawwariyah adalah nama keluarganya. Sampai sekarang lembaga pendidikan ini masih beroperasi. Tingkat pendidikannya hanya sampai SD (Madrasah).

Lembaga pendidikan ini sudah mendapat status diakui dari pemerintah, sudah melakukan ujian sendiri. Prestasi yang dicapai juga cukup menggembirakan. Setiap tahun dalam ujian negeri selalu lulus 100% dengan kualitas terbaik. Said Agil sendiri adalah lulusan dari madrasah ini. Ia ‘dipaksa’ ayahnya untuk belajar di 2 sekolah. Pagi hari sekolah di SD Negeri 8 Sepuluh Ulu Palembang, siangnya sekolah di Madrasah Tarbiyah Munawwariyah.

 

 

Ayahnya mempunyai persepsi jika seorang anak disibukkan dengan sekolah, dia tidak akan memikirkan bermain, karena melalui bermain ada saja pengaruh pergaulan dan sebagainya. Ia lulus dari Madrasah Tarbiyah tahun 1966. SD Negeri lulus tahun 1967, saat sekolah agamanya sudah setingkat kelas 2 SMP atau kelas 2 Tsanawiyah.

Madrasah Tsanawiyah itu diasuh Yayasan Al Ahliyah (menaungi sebuah perguruan tinggi cukup tua) didirikan sekitar 1926 oleh para ulama terkemuka di wilayah Palembang. Daya tarik perguruan itu adalah para pengajarnya semua kyai yang sangat populer. Mereka mendapatkan kesempatan bertemu dengan para kyai hebat di sekolah itu.

 

Para kyai itu pernah dididik di situ, mengabdikan diri juga di situ walaupun masing-masing mempunyai kesibukan lain. Said Agil sangat bangga dengan perguruan itu. Ia belajar di situ selama empat tahun dan lulus tahun 1969. Ia melanjut ke Sekolah Persiapan Universitas Islam Al Ahliyah (SPUI) 17 Ilir Lrg Ketandan Palembang. Ia termasuk angkatan pertama dan lulus 1971.

Ia percaya setiap orangtua menginkan anaknya untuk maju, berhasil melebihi dirinya, paling tidak seperti dirinya. Demikian pula orangtuanya yang menginginkannya menjadi penerus. Sehingga dalam menanamkan nilai-nilai hidup, orangtuanya melakukan melalui pendidikan formal dan nonformal. Untuk pembinaan spritual, akhlak dan budi pekerti ia ‘dititipkan’ kepada kakeknya.

 

Setiap subuh ia dibimbing belajar bahasa Arab, diberikan hafalan. Sebuah pendidikan non-formal dan belajarnya di rumah. Sang Kakek mendidiknya ke arah kehidupan spiritual yang lebih baik. Kakek ini punya kegiatan tahajud yang luar biasa, tiap malam lebih kurang 200 rakaat. Tidurnya hanya sesaat. Kakeknya selalu bilang, “Jika kamu mau jadi orang pintar, ayo ikut sholat!”

Ia pun menuruti petuah Sang Kakek, yang mengajarkan kepadanya “ilmu itu adalah cahaya Allah dan Allah hanya memberikan kepada mereka yang dekat dan taat kepadaNya”. Ia merasakan bahwa diam-diam Sang Kakek mengakuinya memiliki potensi. Walaupun Sang Kakek tidak pernah mengatakannya. Sang Kakek melatihnya dalam segala pekerjaan dan pelajaran. Ia pun melakukannya dengan sungguh-sungguh. Kakeknya memang menilainya sebagai anak yang pediam dan penurut.

Pendidikan yang diperoleh dari ayah-ibu dan kakeknya, sangat memberi warna dalam kehidupannya, baik ketika bersekolah di luar negeri. Prestasinya di setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga SPUI Al Ahliyah, pun selalu rangking 1. Kemudian ia melanjut ke Sekolah Persiapan IAIN Raden Fatah (SPIAIN) Palembang. Karena ia lulusan sekolah swasta, harus mengikuti ujian negeri lebih dulu untuk bisa mengikuti ujian masuk SPIAIN itu.

Saat lulus SMA (SPUI) usianya masih sangat relatif muda, di bawah 17 tahun. Karena ia pernah melompat kelas, hanya tiga bulan di satu kelas dan langsung dinaikan ke kelas berikutnya. Sehingga kebanyakan calon mahasiswa yang mendaftar berusia sekitar 17-18 tahun sedangkan umur Said Agil masih kurang dari itu. Tapi pihak SPIAIN tidak dapat menolak karena ia mempuyai ijazah sekolah agama dan sekolah negeri. Bahkan akhirnya kedua ijazah itu menjadi modal baginya untuk masuk perguruan tinggi itu tanpa testing.

Ia diterima di Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah, dan mendapat beasiswa selama beberapa bulan serta meraih gelar sarjana muda tahun 1974 dengan predikat cum laude. Setelah itu, ia memiliki kerinduan untuk dapat kuliah di luar negeri. Sebab ia berpikir, “jika orang bisa kenapa saya tidak bisa.” Hal ini memacu semangatnya. Apalagi ayahnya juga mendukung dan menegaskan ia harus kuliah di luar negeri. Kalau masih sekolah di dalam negeri, tidak lagi diijinkan. Ini karena ia anak pertama.

Ketika itu ada beberapa testing kuliah ke Mesir. Tetapi selalu harus mendahulukan yang senior. Padahal kalau ikut testing belum tentu juga ia kalah. Akhirnya pamannya menawarkan bantuan. Pamannya kebetulan memliki kenalan di kedutaan Saudi Arabia. Waktu itu Raja Faisal, yang meninggal pada tahun 1975, kebetulan memberikan 5 beasiswa kepada Indonesia. Ia kebagian satu dari lima itu.

 

Sementara ada juga tawaran beasiswa ke berbagai negara seperti Mesir, Iran, Kuwait dan Qatar. Namun orangtuanya memustuskan untuk memilih Saudi Arabia dengan pertimbangan walaupun jauh tapi dapat bertemu pada musim haji.

Akhirnya ia berangkat ke Madinah. Kuliah di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, sebuah universitas Islam tertua di Saudi Arabia, yang sering didatangi oleh utusan berbagai negara. Di Fakultas Syari’ah itu ia dididik selama 4 tahun untuk mendapatkan gelar LC atau LML sebuah predikat untuk lulusan hukum Islam. Ia lulus 1979 dengan cum laude dan memperoleh hadiah dari Raja Saudi Arabia, seribu rial.

Ia pun dicalonkan oleh universitas untuk mengikuti ujian S2 di universitas itu. Tapi ia punya keinginan masuk ke lembaga pendidikan lain, untuk mengubah suasana dan alamamater. Walaupun ia menghargai keinginan universitas, tapi ia tidak mengikuti testingnya. Ia malah mendaftar ke Universitas King Abdul Azis di Makkah, yang merupakan cabang Universitas King Abdul Azis Jeddah. Ujian masuk ke universitas itu sangat ketat, tapi alhamdulillah ia lulus. Sehingga ia harus mengganti visa sesuai perubahan tempat kuliahnya.

Tahun 1980 ia pulang dan menikah dengan Fatimah Abu Abdillah Assegaf, kelahiran Tegineneng, Lampung Selatan 27 Mei 1957. Keinginannya menikah pada usia 25 tahun ternyata Allah takdirkan juga. Ia memboyong isterinya ke Makkah. Selama di Makkah mereka dikaruniai empat dari enam anak yakni Afaf (1981), Fahed (1983), Tsuroya (1984) dan Lulu (1986). Dua anaknya lahir di Jakarta, Faisal (1988) dan Husain (1991).

Pada tahun 1982 ketika ia sedang memulai tesis, Universitas King Abdul Azis Makkah merubah nama menjadi Universitas Ummu Al Quro Makkah Saudi Arabia dan terpisah untuk mandiri dari Universitas King Abdul Azis Jeddah. Ia lulus Master of Art 1983 dan melajutkan mengambil S3 atas berbagai pertimbangan dan saran dari guru-gurunya. Akhirnya tahun 1987 ia memperoleh gelar Ph.D dengan spesialisasi Hukum Islam.

Perjalanan Karir
Setelah itu ia kembali ke tanah air. Namun sebelumnya ia ditawarkan oleh duta besar melalui Konjen Ahmad Nur untuk menjadi seorang diplomat dengan segala keperluan ditanggung oleh kedutaan. Namun ia berpikir, jika menjadi seorang diplomat, mau dikemanakan ilmunya? Selain itu, ia juga berpikir akibatnya bagi anak-anak yang harus pindah-pindah tempat tinggal. Kemudian ia menceritakan posisi tawaran Deplu itu kepada Munawir Saadjali, yang waktu itu menjabat Menteri Agama. Munawar Saadjali mengatakan, “Jangan! Cukup saya saja yang menjadi diplomat karena di Indonesia kamu dibutuhkan.”

Maka saat ia tiba di Indonesia, ia melapor ke Menteri Agama. Menteri Agama memintanya tinggal di Jakarta. Lalu mengikuti pendaftaran kepegawaian pada bulan Desember. Bulan Maret SK kepegawaiannya sudah keluar. Karena yang mengurus menteri. Pada tahun 1989 ia dipercaya di IAIN Jakarta sebagai dosen tetap untuk memikirkan sebuah jurusan baru yaitu Jurusan Tafsir Hadis. Ia menyusun kurikulum dan silabus. Tahun 1990 ia pun diangkat sebagai ketua jurusan.

Jurusan Tafsir Hadis ini terus ia kembangkan hingga menjadi salah satu fakultas yang paling diminati di IAIN itu. Rata-rata lulusan IAIN Jakarta yang terbaik berasal dari fakultas ini. Pada tahun 1998 ia memutuskan untuk menyerahkan jabatan ketua jurusan kepada asistennya. Ia berniat hanya mengajar di jurusan itu. Namun, Direktur Pascasarjana Harun Nasution, meninggal pada akhir tahun 1998. Sehingga pada tahun 1999 dengan SK Menteri Agama tertanggal 25 Agustus 1999 ia diangkat menjadi Direktur Pascasarjana. Jabatan ini masih tetap dipegangnya sampai saat ia menjabat Menteri Agama Kabinet Gotong-royong 2001-2004.

Ketika ia diangkat menjadi Direktur Pascasarjana, lulusan S3 masih sebanyak 178 orang. Sementara dalam tiga tahun kepemimpinannya, lulusan S3 menjadi 281 orang dengan kualitas yang diharapkan. Selain menjadi dosen tetap di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia juga mengajar di berbagai perguruan tinggi, antara lain dosen pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, IAIN Imam Bonjol Padang, IAIN Sumatera Utara, IAIN Sunan Ampel Surabaya.

 

Jadi kesibukan sebagai seorang dosen merupakan bagian yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupannya, baik sebelum maupun sesudah menjabat menteri. Saat menjabat menteri, setiap Jum’at dan Sabtu, ia masih menyempatkan waktu mengajar program pascasarjana di berbagai perguruan tinggi di berbagai kota dengan dibantu asisten.

Ia mengaku tidak pernah berpikir dan membayangkan untuk menjadi seorang menteri. Selama ini ia hanya berpikir dan mengabdi sebagai seorang akademisi yang menekuni ilmu. Seorang ilmuan, mubaliq, ustad yang aktif juga di berbagai stasiun tv, dalam acara kuliah subuh dan di berbagai forum diskusi. Pada tahun 2000 ia diangkat menjadi guru besar dan pengukuhannya dilakukan 17 Maret 2001.

Jika berpikir saja tidak, apalagi berusaha menjadi menteri, tentu juga tidak pernah. Lalu kenapa ia menjadi menteri? Jawaban yang pasti: karena ia seorang ilmuan, mubaliq dan ustad yang memahami Al-Quran bahkan hafal Al Quran 30 Juz dan tidak ambisius menjadi menteri. Apalagi ia dikenal sebagai seorang tokoh yang moderat, tokoh yang mudah diterima semua golongan. Ia pun dikenal karena pernah menjadi kori tingkat nasional 1975 dan menulis beberapa buku. Bukunya antara lain, I’jah al-Quran dan Metodologi Tafsir (1993), dan Dimensi-dimensi Kehidupan dalam Perpektif Islam (2001).

Sehingga ketika isu pembentukan kabinet Megawati lagi menghangat dan ia disebut-sebut salah satu yang dinominasi menjabat Menteri Agama, ia hanya mengatakan itu terserah kepada Allah. Jika menjadi menteri diterima sebagai sebuah amanah. Tapi jika tidak, juga terserah Allah. “Karena memang saya tidak terpikir untuk menjadi seorang menteri,” katanya.

Tetapi di hari-hari terakhir ia sudah mendengar dari teman-teman bahwa ia dinominasikan. Pada Rabu pagi, tanggal 8 Agustus 2001 sudah banyak berita yang ia dengar. Ada yang bilang ia yang terpilih. Ia hanya menjawab: ‘Insyallah!’ Malamnya sekitar jam 20:10, ternyata ia dihubungi oleh Presiden Megawati. Ketika itu ia sedang di rumah. Ibu Megawati hanya bicara singkat, sekitar 8-10 menit.

 

Lewat telepon Presiden Megawati mengatakan, “Saya ingin Pak Agil membantu saya. Saya berharap Pak Agil bisa menjadi Menteri Agama.“ Juga dengan kalimat tambahan, agar merahasiakan dulu pembicaraan itu. “Saya pikir, mungkin karena saya orang pertama yang dihubungi oleh Ibu Mega,” kata Said Agil. Mengingat waktu, baru sekitar pukul 20.10, boleh mungkin Said Agil orang pertama yang ditelepon presiden. Sebab ada menteri yang ditelepon lewat pukul 24.00.

Setelah menerima telepon itu, anak-anak yang kebetulan berada di rumah dan menyaksikan ekspresinya, mendesak bertanya: “Ada apa, Pak?” Ia pun memberitahu. Sehingga anak-anaknya langsung menangis terharu. Dan mereka pun sujud berdoa.

Ketika dilantik tanggal 10 Agustus 2001, ia pun langsung berpikir tentang langkah-langkah apa yang harus dilakukan dalam kondisi bangsa yang sedang dilanda krisis. Sehingga beban dan tuntutannya sangat besar juga. Dalam benaknya terbayang tantangan besar nama yang ia sandang sebagai Menteri Agama.

 

Sebuah nama yang mengandung arti ia menjadi ”bapa penganut agama” bagi lebih 200 juta penduduk yang terdiri dari berbagai agama, suku, bahasa dan ras dalam kondisi bangsa yang sangat sulit dan rapuh akan perpecahan dan kekerasan. Di situlah posisi agama memiliki nilai yang sangat penting. “Sejenak saya merenung. Apakah saya bisa? Tapi, kalau orang lain bisa, saya pasti bisa,” katanya memacu semangat.

Tri Program Inti
Ia pun berjanji untuk mencurahkan segala usaha, upaya dan kemampuan dalam melaksanakan amanah ini. Ia memulai tugasnya dengan menata kembali departemen ini. Ia langsung mengumpulkan staf untuk menggalang masukan. Setelah itu, ia merumuskan berbagai langkah. Ia memulai dengan pembenahan organisasi Departemen Agama (Depag). Menginventarisir permasalahan yang dihadapi Depag. Merumuskan visi, misi dan Tri Program Inti serta Lima Agenda Program Depag. Juga merumuskan kode etik pegawai Depag.

Ia juga sangat menyadari tugas pokok Depag untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. Sehubungan dengan itu, ditetapkan Visi Depag adalah menjadikan agama sebagai pelopor etika bangsa, inspirator pembangunan dan motivator bagi terciptanya toleransi beragama.

Sedangkan Misi Depag adalah meningkatkan penghayatan moral, kedalaman spiritual dan etika keagamaan, serta penghormatan atas keanekaragaman keyakinan keagamaan melalui peningkatan kualitas pendidikan agama, pengembangan kehidupan keluarga sakinah, peningkatan kualitas pelayanan ibadah, pemberdayaan lembaga keagamaan, serta memperkokoh kerukunan antar umat beragama bersama-sama masyarakat, lembaga keagamaan dan instansi terkait lainnya.

Sementara Lima Agenda Pokok Depag adalah: (1) Reposisi dan refungsionalisasi dari fungsi penguasaan ke arah pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; (2) Peningkatan kinerja melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya; (3) Peningkatan citra Depag dengan menumbuhkan kebersamaan dan sinergi antar satuan dan unit kerja; (4) Peningkatan akuntabilitas melalui pemberantasan KKN, sistem yang transparan dan SDM yang berkualitas dan memiliki integritas moral dalam penegakan hukum; dan (5) Pemantapan kerukunan umat beragama untuk mengembangkan kesadaran hidup bersama, saling menghormati dan menanggulangi konflik guna mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.

Sementara tanggapannya tentang terorisme, ia menyebut tidak pernah ada agama yang mengajarkan terorisme. Namanya agama jangan dianggap sebagai ancaman, karena agama mengajarkan tentang hal-hal yang membawa kedamaian. Sehingga jika bicara tentang agama jangan unsur-unsur politik dibawa-bawa. Karena jika orang memiliki hati nurani, tidak mungkin ia melakukan hal-hal yang seperti itu.

Mengenai keadaan pendidikan saat ini, dengan berbagai perkelahian antarpelajar, ia melihat selama ini sekolah tidak memberikan pendidikan akhlak atau budi pekerti yang memadai. Selama ini lebih menekankan aspek pengajaran bukan pendidikan. Anak-anak dipaksa untuk terus belajar dan belajar.

Sehingga Depag dan Depdiknas mencoba mencari jalan, terlebih sejak Ibu Presiden mencanangkan hari pendidikan nasional sebagai hari peningkatan mutu pendidikan, dengan memperhatikan akhlak. Dibentuklah tim yang meyusun silabus untuk pendidikan dasar pelajaran agama Islam yang memiliki muatan budi pekerti dan HAM. Berdasarkan pengamatan yang ada bahwa hal ini cukup berhasil. ►e-ti/tsl-yus-mlp


*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)