|
C © updated 18062004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
►e-ti |
|
|
Nama:
Sapardi Djoko Damono
Lahir:
Solo, 20 Maret 1940
Istri:
Wardiningsih
Anak:
2 orang (Rasti Suryandani dan Rizki Henriko)
Pendidikan:
- SD, Solo (1952)
- SMP II Negeri, Solo (1955)
- SMA II Negeri, Solo (1958)
- Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta (1964)
- Program doktor di Universitas Indonesia
- Basic Humanities Program, Honolulu, Universitas Hawaii, AS (1970-1971)
Pekerjaan:
- Pengajar IKIP Malang cabang Madiun (1964-1968)
- Pengajar Fakultas Sastra Universitas Diponegoro (1968-1974)
- Pengajar Fakultas Sastra Universitas Indonesia (berganti nama menjadi
FIPB UI) (1975-sekarang)
- Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIPB
UI)
- Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia (sekarang)
- Penyair/sastrawan
Karya-karya:
Kumpulan sajak:
- Duka-mu Abadi, Jeihan/Pustaka Jaya, 1969
- Mata Pisau, Puisi Indonesia/Balai Budaya, 1974
- Akuarium, Puisi Indonesia/Balai Pustaka, 1974
- Perahu Kertas, Balai Pustaka, 1983
- Sihir Hujan, Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia, 1984
- Hujan Bulan Juni, 1994
- Arloji, 1998
- Ayat-ayat Api, 2000
- Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, 2002
Lainnya:
- Sosiologi Sastra, Pusat Bahasa, 1978
- Novel Indonesia sebelum Perang, Pusat Bahasa, 1979
- Tifa Budaya, ed., Leppenas, 1980
- Seni dalam Masyarakat Indonesia, ed., Gramedia, 1983
- Sastra Indonesia Modern: Beberapa Catatan, Gramedia, 1983
Penghargaan:
- Penghargaan Achmad Bakrie, 14 Agustus 2003
- Anugerah Puisi Poetra Malaysia, 1996
- SEA Write di Bangkok, Thailand, 1986
- Penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta, 1983
|
|
|
|
|
|
|
Prof Dr Sapardi Djoko Damono
Sastrawan Puisi Lirik Indonesia
Prof Dr Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai salah seorang sastrawan yang
memberi sumbangan besar kepada kebudayaan masyarakat modern di Indonesia.
Salah satu sumbangan terbesar Guru Besar Fakultas Sastra UI ini adalah
melanjutkan tradisi puisi lirik dan berupaya menghidupkan kembali sajak
empat seuntai atau kwatrin yang sudah muncul di jaman para pujangga baru
seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar.
Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 20 Maret 1940 ini, mengaku tak
pernah berencana menjadi penyair, karena dia berkenalan dengan puisi
secara tidak disengaja. Sejak masih belia putra Sadyoko dan Sapariyah itu,
sering membenamkan diri dalam tulisan-tulisannya. Bahkan, ia pernah
menulis sebanyak delapan belas sajak hanya dalam satu malam. Kegemarannya
pada sastra, sudah mulai tampak sejak ia masih duduk di bangku sekolah
menengah pertama. Kemudian, ketika duduk di SMA, ia memilih jurusan sastra
dan kemudian melanjutkan pendidikan di UGM, fakultas sastra.
Anak sulung dari dua bersaudara abdi dalem Keraton Surakarta itu mungkin
mewarisi kesenimanan dari kakek dan neneknya. Kakeknya dari pihak ayah
pintar membuat wayang—hanya sebagai kegemaran—dan pernah memberikan
sekotak wayang kepada sang cucu. Nenek dari pihak ibunya gemar menembang (menyanyikan
puisi Jawa) dari syair yang dibuat sendiri. “Tapi saya tidak bisa menyanyi,
suara saya jelek,” ujar bekas pemegang gitar melodi band FS UGM Yogyakarta
itu. Sadar akan kelemahannya, Sapardi kemudian mengembangkan diri sebagai
penyair.
Selain menjadi penyair, ia juga melaksanakan cita-cita lamanya: menjadi
dosen. “Jadi dosen ‘kan enak. Kalau pegawai kantor, harus duduk dari pagi
sampai petang,” ujar lulusan Jurusan Sastra Barat FS&K UGM ini. Dan begitu
meraih gelar sarjana sastra, 1964, ia mengajar di IKIP Malang cabang
Madiun, selama empat tahun, dilanjutkan di Universitas Diponegoro,
Semarang, juga selama empat tahun. Sejak 1974, Sapardi mengajar di FS UI.
Sapardi menulis puisi sejak di kelas II SMA. Karyanya dimuat pertama kali
oleh sebuah surat kabar di Semarang. Tidak lama kemudian, karya sastranya
berupa puisi-puisi banyak diterbitkan di berbagai majalah sastra, majalah
budaya dan diterbitkan dalam buku-buku sastra. Beberapa karyanya yang
sudah berada di tengah masyarakat, antara lain Duka Mu Abadi (1969), Mata
Pisau dan Aquarium (1974).
Sebuah karya besar yang pernah ia buat adalah kumpulan sajak yang berjudul
Perahu Kertas dan memperoleh penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta dan
kumpulan sajak Sihir Hujan – yang ditulisnya ketika ia sedang sakit -
memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya, hadiah sastra berupa
uang sejumlah Rp 6,3 juta saat memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia
langsung dibelanjakannya memborong buku. Selain itu ia pernah memperoleh
penghargaan SEA Write pada 1986 di Bangkok, Thailand.
Para pengamat menilai sajak-sajak Sapardi dekat dengan Tuhan dan kematian.
“Pada Sapardi, maut atau kematian dipandang sebagai bagian dari kehidupan;
bersama kehidupan itu pulalah maut tumbuh,” tulis Jakob Sumardjo dalam
harian Pikiran Rakyat, 19 Juli 1984.
Bekas anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis esei dan
kritik. Sapardi, yang pernah menjadi redaktur Basis dan kini bekerja di
redaksi Horison, berpendapat, di dalam karya sastra ada dua segi: tematik
dan stilistik (gaya penulisan). Secara gaya, katanya, sudah ada pembaruan
di Indonesia. Tetapi di dalam tema, belum banyak.
Penyair yang pernah kuliah di Universitas Hawaii, Honolulu, AS, ini juga
menulis buku ilmiah, satu di antaranya Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar
Ringkas. (1978).
Selain melahirkan puisi-puisi, Sapardi juga aktif menulis esai, kritik
sastra, artikel serta menerjemahkan berbagai karya sastra asing. Dengan
terjemahannya itu, Sapardi mempunyai kontribusi penting terhadap
pengembangan sastra di Tanah Air. Selain dia menjembatani karya asing
kepada pembaca sastra, ia patut dihargai sebagai orang yang melahirkan
bentuk sastra baru.
Dengan kepekaan dan wawasan seorang sastrawan, Sapardi ikut mewarnai
karya-karya terjemahannya seperti Puisi Brasilia Modern, Puisi Cina Klasik
dan Puisi Parsi Klasik yang ditulis dalam bahasa Inggris. Selain itu dia
juga menerjemahkan karya asing seperti karya Hemmingway The Old Man and
the Sea, Daisy Manis (Henry James), semuanya pada 1970-an. Juga, sekitar
20 naskah drama seperti Syakuntala karya Kalidasa, Murder in Cathedral
karya TS Elliot, dan Morning Become Electra trilogi karya Eugene O'neil.
Sumbangsih Sapardi juga cukup besar kepada budaya dan sastra, dengan
melakukan penelitian, menjadi narasumber dalam berbagai seminar dan aktif
sebagai administrator dan pengajar, serta menjadi dekan Fakultas Sastra UI
periode 1995-1999. Dia menjadi penggagas pengajaran mata kuliah Ilmu
Budaya Dasar di fakultas sastra.
Dia menyadari bahwa menjadi seorang sastrawan tidak akan memperoleh
kepuasan finansial. Kegiatan menulis adalah sebagai waktu istirahat, saat
dia ingin melepaskan diri dari rutinitas pekerjaannya sehari-hari. Menikah
dengan Wardiningsih, ia dikaruniai dua anak, Rasti Suryandani dan Rizki
Henriko. ►mlp
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|