|
C © updated 20102004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/tempo |
|
|
Nama:
Sriyanto Muntasram
Lahir:
Tuban, Jawa Timur, 28 Oktober 1950
Pangkat:
Mayjen TNI
Jabatan:
Pangdam III Siliwangi (2005)
Istri:
Siti Chadidjah
Anak:
1. Bayu Aristandi
2. Dwi Santi Riyandini
3. Aga Tri Yulinda
Ayah:
Merto Muntasram
Ibu:
Musriatin
Pendidikan:
- Akabri 1974
- Sesko AD (1992)
- FISIP Universitas Terbuka (1994)
Karir:
= Kepala Seksi II Operasi Kodim 0502 (1984)
= Komandan Grup 2 Kopassus (1995)
= Danrem 074/Warastratama, Surakarta (1997)
= Wadanjen Kopassus (2000-2002)
= Danjen Kopassus 2002-2005)
= Pangdam III Siliwangi (2005)
|
|
|
|
|
|
|
Mayjen Sriyanto Muntasram
Terbiasa Hadapi Tantangan
Jenderal bintang dua, mantan Danjen Kopassus dan Pangdam III Siliwangi, ini
tetap teguh pada prinsip dan panggilan tugas. Sejak kecil sudah terbiasa
menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Dia melewati segala tantangan
dengan sabar, teguh dan optimis. Tarmasuk saat dia dijadikan tersangka
kasus Tanjung Priok, yang kemudian oleh pengadilan dia dibebaskan dari
tuduhan itu.
Mayjen Sriyanto Muntasram menjabat Panglima Komando Daerah Militer (Kodam)
III/Siliwangi meninggalkan jabatan lamanya, Komandan Jenderal Komando
Pasukan Khusus (Danjen Kopassus). Pria kelahiran Tuban, Jawa Timur, 28
Oktober 1950, ini menggantikan Mayjen Iwan Ridwan
Sulandjana yang kemudian menduduki jabatan baru sebagai Asisten Operasi Kepala
Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Sedangkan Danjen Kopassus diisi oleh
Brigjen TNI Syaiful Rizal yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf
Daerah Militer (Kasdam) VI/Tanjungpura (Tpr) yang juga diisi oleh
Brigjen Djoko Utomo.
Tantangan Hidup
Sriyanto sudah terbiasa hidup dengan tantangan. Sejak kecil, anak
kelima dari sembilan bersaudara, itu hidup prihatin. Dia berasal dari
keluarga tidak mampu. Ayahnya, Merto Muntasram, sudah meninggal dunia
saat Sriyanto masih duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan, dia sempat
terpaksa berhenti sekolah selama setahun lantaran kesulitan biaya. Dia
pun terpaksa bekerja sebagai kuli di perkebunan tembakau di Jember, Jawa
Timur.
Namun tekadnya untuk sekolah tetap tinggi. Tantangan kesulitan biaya itu
tak bisa menghalangi tekadnya untuk belajar. Dia pun melanjutkan sekolah
di bawah tekanan kesulitan biaya. Waktu SMP, Sriyanto harus berjalan
kaki sejauh tujuh kilometer. Beruntung kalau terkadang bisa menumpang
gerobak sapi. Setelah lulus SMP, dia pun bertekad melanjut ke SMA. Waktu
SMA, dia berupaya belajar sungguh-sungguh. Setelah lulus SMA, dia
mengikuti tes masuk Akabri. Betapa sukacitanya dia karena diterima
menjadi Taruna Akabri dan lulus (1974), seangkatan dengan Jenderal
Ryamizard Ryacudu.
Sepuluh tahun setelah lulus Akabri, dia menjabat Kepala Seksi II
Operasi Kodim 0502, Jakarta Utara (1984). Saat itu terjadi peristiwa
Tanjung Priok (12 September 1984). Sepuluh tahun berikutnya, Sriyanto
sudah dipercaya menjabat Komandan Grup 2 Kopassus (1995). Saat itu, dia
sudah menyelesaikan pendidikan Sesko AD (1992) dan Sarjana FISIP
Universitas Terbuka (1994). Kemudian menjabat Danrem 074/Warastratama,
Surakarta (1997).
Lalu menjadi Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen) Kopassus (2000-2002)
dan dipercaya menjabat Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus 2002-2005).
Sriyanto menjabat Danjen Kopassus menggantikan Amirul Isnaeni. Sampai
akhirnya dia dipercaya menjabat Panglima Kodam (Pangdam) III Siliwangi
(2005)
Sriyanto menikah dengan Siti Chadidjah, dikaruniai tiga anak (Bayu
Aristandi, Dwi Santi Riyandini dan Aga Tri Yulinda). Anak sulungnya Bayu
Aristandi, mengikuti jejak sang ayah menjadi prajurit Kopassus dengan
menyandang pangkat letnan.
Dari Kopasus ke Siliwangi
Siaran berita dari Dinas Penerangan Markas Besar TNI AD yang dikeluarkan
Senin (31/1/05) mengumumkan tentang mutasi terhadap 12 perwira TNI AD
berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep 27/I/2005.
Menurut siaran pers ini, Mayjen Sriyanto Muntasram menjabat Panglima
Komando Daerah Militer (Kodam) III/Siliwangi meninggalkan jabatan
lamanya, Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus), menggantikan Mayjen Iwan Ridwan
Sulandjana yang kemudian menduduki jabatan baru sebagai Asisten Operasi Kepala
Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Sedangkan Danjen Kopassus diisi oleh
Brigjen TNI Syaiful Rizal yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf
Daerah Militer (Kasdam) VI/Tanjungpura (Tpr) yang juga diisi oleh
Brigjen Djoko Utomo.
Brigjen Baharudin Amin yang semula menjabat
Kasdifvif-1 Kostrad menduduki Kasdam IX/Udayana di Denpasar, Bali.
Brigjen Getson Manurung yang semula Kasdam XII/Trikora di Jayapura
menjabat sebagai Wakasops KSAD. Posisinya digantikan Brigjen TNI
Sudarmady S. Brigjen TNI Muslihan Sulchan menduduki jabatan baru
sebagai Dan Pussenar Kodiklatad, sedangkan jabatan lamanya sebagai Kasdam
VII/Wirabuana diisi oleh Brigjen TNI Sabar Yudo Suroso.
Tiga perwira menengah berpangkat kolonel mendapat promosi menduduki
jabatan baru dengan pangkat perwira tinggi bintang satu (brigadir jenderal).
Yakni Kolonel Infanteri AY Nasution yang dipercayakan menduduki jabatan baru
sebagai Kepala Staf Divisi-2/Kostrad yang berkedudukan di Malang, Jawa
Timur, dan Kolonel Inf Geerhan Lantara menduduki jabatan Kepala Staf
Divisi-I/Kostrad yang berada di Cilodong, Jawa Barat.
Jabatan Pangdam III Siliwangi diserahterimakan dari Mayjen
Iwan R. Sulandjana kepada Mayjen Sriyanto Muntrasan. Iwan kemudian menjabat
Asisten Operasi Kepala Staf Umum (Asop Kasum) TNI menggantikan Mayjen Adam
Damiri yang memasuki masa pensiun.
Masuknya Sriyanto yang sebelumnya menjabat Komandan Jenderal (Danjen)
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ke Siliwangi adalah merupakan bagian
dari rangkaian mutasi perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen)
TNI Angkatan Darat.
Tahun 2004, nama Sriyanto mencuat karena menjalani proses hukum dengan
tuduhan terlibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) ketika terjadinya
insiden Tanjungpriok pada 12 September 1984. Saat tragedi itu, dia
menjabat sebagai Kepala Seksi II Operasi Kodim 0502 Jakarta Utara dengan
pangkat kapten. Satu regu Arhanud pimpinan Sersan Dua Sutrisno Mascung,
yang berada di bawah komando Kapten Sriyanto, menghadang massa yang
bergerak ke arah Kodim Jakarta Utara. Terjadilah bentrokan sehingga
menelan sejumlah korban tewas dan luka-luka.
Dua puluh tahun berikutnya, Sriyanto dituntut hukuman 10 tahun penjara oleh jaksa
penuntut umum (JPU) Dharmono dan kawan-kawan. Menurut JPU dakwaan adanya
pelanggaran tersebut sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 26/2000 tentang
Pengadilan HAM telah terbukti.
Setelah melewati berbagai persidangan, Sriyanto pada Agustus 2004
dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM, dia pun dibebaskan
dari berbagai tuntutan hukum. Bebasnya terdakwa perkara Tanjung Priok itu
juga mengundang protes dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat, antara
lain Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras),
Lembaga Monitoring Hak Asasi Manusia Imparsial, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (Elsam), PBHI, serta para keluarga korban, terutama korban
kasus Tanjung Priok.
Taat Hukum
Tantangan baru dihadapi Sriyanto pada saat tujuh anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang didakwa
membunuh Ketua Dewan Presidium Papua Theys Hiyo Eluay disidangkan di
Mahkamah Tinggi Militer Surabaya. Mayor Jenderal Sriyanto Muntrasan, yang
menjabat Komandan Jenderal (Danjen), hadir di persidangan. Menurut
pengakuannya, kehadirannya itu justru untuk menunjukkan dukungan pada
penegakan hukum.
Bagi mantan Danrem 074/Warastratama, Surakarta, ini peradilan yang sedang
dihadapi tujuh anggotanya itu merupakan proses pembelajaran bagi mereka.
Bahwa mereka tunduk kepada hukum.
Dia memimpin Kopasus dengan berbagai tantangannya. Kopassus itu memiliki
tiga kemampuan. Pertama, kemampuan Parako atau Prajurit Para Komando yang
lebih dominan tempurnya. Kedua, pasukan khusus Sandi Yudha yang lebih
bergerak di bidang tertutup pasukan khusus penanggulangan teror. ►e-ti/tsl
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|