|
C © updated 02092004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti |
|
|
Nama:
Jenderal Sudirman
Lahir:
Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916
Meninggal:
Magelang, 29 Januari 1950
Agama:
Islam
Pendidikan Fomal:
- Sekolah Taman Siswa
- HIK Muhammadiyah, Solo (tidak tamat)
Pendidikan Tentara:
Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor
Pengalaman Pekerjaan:
Guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap
Pengalaman Organisasi:
Kepanduan Hizbul Wathan
Jabatan di Militer:
- Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal
- Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
- Komandan Batalyon di Kroya
Tanda Penghormatan:
Pahlawan Pembela Kemerdekaan
Meniggal:
Magelang, 29 Januari 1950
Dimakamkan:
Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta
|
|
|
|
|
|
|
Jenderal Sudirman (1916-1950)
Panglima dan Jenderal Pertama RI
Jenderal Sudirman merupakan salah satu
tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh
suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang
jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap
bergerilya melawan Belanda. Ia berlatarbelakang seorang guru HIS Muhammadiyah di
Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan.
Ketika pendudukan Jepang,
ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat
pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi
Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih
menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI).
Ia
merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan
dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya.
Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda
Republik ini.
Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin
teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada prinsip dan keyakinan, selalu
mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas
kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela
kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika
Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit
tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam
keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia
disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh
revolusi negeri ini.
Sudirman yang dilahirkan di Bodas Karangjati,
Purbalingga, 24 Januari 1916, ini memperoleh pendidikan formal dari
Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang
tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo
tapi tidak sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat
di organisasi Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di
sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Kedisiplinan, jiwa pendidik dan
kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga bisa menjadi pemimpin
tertinggi Angkatan Perang.
Sementara pendidikan militer diawalinya dengan
mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah
selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya.
Ketika itu, pria yang memiliki sikap tegas ini sering memprotes tindakan
tentara Jepang yang berbuat sewenang-wenang dan bertindak kasar
terhadap anak buahnya. Karena sikap tegasnya itu, suatu kali dirinya
hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran
dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di
Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan
Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian
diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan
melalui Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi
Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan
padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal
tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana
lazimnya, tapi karena prestasinya.
Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan
alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut
dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara
sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh
Sudirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan
pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan
serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar
selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri
ke Semarang.
Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan
agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda,
Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya
sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta
sedang sakit. Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya
tingggal satu yang berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil
dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota
kabinet juga sudah ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun Presiden
Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota
untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya
karena dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta
mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara.
Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan
perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari
hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan
sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi
kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia
sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari
medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara
langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi
anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Keresidenan Banyumas, ini pernah mendirikan koperasi untuk
menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal yang mempunyai jiwa
sosial yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia yang masih
relatif muda, 34 tahun.
Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini
meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. ► juka-atur
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|