|
C © updated 06042006 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/wes |
|
|
Nama:
Mayjen TNI Syaiful Rizal, Psc, S.IP
Lahir:
Lahat, 02, Juni 1952
Agama:
Islam
Jabatan:
Danjen Kopassus
Istri:
Triana Dian P
Anak:
1. Fatahilah Teriza
2. Satria Aderiva
Pendidikan:
- AKABRI tahun 1975
- SUSSARCABIF 1976
- SUSSTAFPUR 1986
- SESKOAD 1990
- SESKO KOMPERATIF AUSTRALIA 1991
- LEMHANAS AUSTRALIA (DSSC) 2001
Riwayat Tugas:
- Ops Aceh 1978
- Ops SEROJA TIM-TIM 1979
- Ops SEROJA TIM-TIM 1987
- Ops SEROJA TIM-TIM 1990
- Ops Aceh 1993
Riwayat Jabatan:
- DANTON 1/2/11 GRUP-1, 1977
- PA OPS DEN-11 GRUP-1, 1980
- DANKI-112 GRUP-1 KOPASSUS, 1981
- PS.KASI-2 GRUP-1 KOPASSUS, 1985
- KASI-2 GRUP-1 KOPASSUS, 1986
- KASI-1 GRUP-1 KOPASSUS, 1986
- DANDEN-2YON-21 GRUP-21, 1987
- PABANDA BINSAT SOPS, 1988
- PS. DANYON-12 GRUP-1, 1990
- DANYON-12 GRUP-1, 1990
- DANSUSSANDHA GRUP-3/P.P, 1992
- WAASOPS DANKOPASSUS, 1993
- WADAN GRUP-3/PUSDIK PASSUS, 1995
- DAN GRUP-1 KOPASSUS, 1995
- ASOPS KASDAM-VI/TPR, 1997
- DANREM-073MKT DAM-IV/DIP, 1999
- PABAN-V/MILKAM SINTEL TNI, 2002
- WADANJEN KOPASSUS, 2002
- KASDAM-VI/TPR, 2003
- DANJEN KOPASSUS, 2005
|
|
|
|
|
|
|
SYAIFUL RIZAL HOME |
|
|
Mayjen TNI Syaiful Rizal, Psc, S. IP
Berobsesi: Kopassus Bertaraf Dunia
Danjen Kopassus ini berobsesi menjadikan Kopassus memiliki kemampuan
setara dengan pasukan khusus di dunia. Untuk itu, Jenderal berbintang
dua kelahiran Lahat, 2 Juni 1952, ini giat menggalakkan budaya latihan.
Menurutnya, profesionalisme hanya bisa diwujudkan dengan disiplin
latihan yang ketat. Ia terus berupaya membuka jalan bekerjasama dengan
pasukan khusus negara lain agar pasukannya bisa latihan bersama.
Saat pertamakali menjabat sebagai Danton-1/2/11 Grup 1 Komando Pasukan
Khusus (Kopassus) Syaiful Rizal sudah yakin bahwa ia bakal mengawali
karier militernya di korps baret merah ini. Untuk itu, tugas demi tugas,
latihan demi latihan dilaksanakannya sebaik mungkin. Sebagai pasukan
khusus, yang identik dengan pasukan pilihan, ia ingin Kopassus memiliki
kemampuan setara dengan pasukan khusus di dunia. Kini, sebagai Komandan,
dia sangat konsern menggerakkan latihan, latihan dan latihan.
Mayjen TNI Syaiful Rizal. Psc, S. IP meyakini bahwa bagi seorang
prajurit, latihan identik dengan tugas. Sehingga betapa pun beratnya,
latihan tetap harus dilaksanakan dengan baik. Dan kalau kita menyadari
bahwa latihan itu tugas yang harus diselesaikan, maka saat kita berlatih
tidak merasa berat hati,” katanya.
Cita-Cita jadi Tentara
Menjadi tentara memang sudah cita-citanya sejak kecil. Ia terkesan
dengan sikap, perilaku dan penampilan sang ayah yang serba teratur.
Kehidupan seorang tentara. “Bangun pagi kami mendengar terompet. Saya
lihat ayah sudah rapi, sudah makan pagi. Jam enam sudah siap berangkat
ke kantor. Selain itu kehidupan bertetangga yang cukup baik dan rasa
persaudaraannya cukup dekat sekali. Itu yang saya lihat dan saya suka
kehidupan seperti itu,” kenangnya.
Ingatannya demikian lekat, ketika zaman PRRI, sang ayah akan berangkat
operasi. Dengan pakaian dinas rapi, kepala dibalut helem, ia melihat
sang ayah tampak gagah sekali. “Saya lihat ayah naik jeep dengan pakaian
militernya, saya bangga sekali,” ujarnya. Padahal, kala itu ia tidak
tahu, sang ayah mau pergi mempertaruhkan nyawa.
Kehidupan ‘menyenangkan’ seperti itulah yang ia bayangkan jika nanti
menjadi tentara. Kendati kesan mendalam seorang tentara yang pernah ia
lihat pada sosok sang ayah, tidak lama dinikmatinya. Karena sang ayah
tak berumur panjang. Sang ayah meninggal ketika Syaiful duduk di bangku
kelas 6 sekolah dasar.
Namun demikian, cita-citanya tak pernah kandas. Jenjang demi jenjang
pendidikan benar-benar ia persiapkan. Sejak sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas, ia selalu mendapat rangking pertama. Ia juga menyukai
kegiatan olah raga, karena ingin mempersiapkan fisik. Ia rajin berlatih
lari, push up, voli dan bela diri. Dengan kuatnya cita-cita, rajin
belajar dan persiapan yang sedemikian rupa, tak sulit bagi anak kedua
dari tujuh bersaudara ini mewujudkan keinginannya masuk AKABRI.
Persiapan fisik yang sudah dilakukan sejak sekolah menengah itu tidaklah
sia-sia. Ia menyadari, persiapan itu menunjang keberhasilannya masuk
AKABRI. Buahnya, saat tes fisik, ia mengaku melewatinya dengan lancar.
Apalagi rumahnya di komplek tentara yang berdekatan dengan markas
batalyon infanteri di Lahat. Ia sudah banyak mengenal para anggota
batalyon itu. Ia bahkan berteman dengan mereka. “Saya dianggap sebagai
adik saja, sehingga perwira-perwira muda itu banyak memberi dorongan
semangat dan nasehat pada saya,” ucapnya bersyukur.
Syaiful mengaku mendapat motifasi dari mereka sehingga semakin yakin
untuk masuk AKABRI. “Mereka banyak memberi petunjuk, sehingga banyak
membantu saya dalam menghadapi tes-tes masuk AKABRI. Contohnya bagaimana
sikap saat wawancara, bagaimana menghadapi phisikotes, mereka memberi
arahan pada saya,” ujarnya.
Diasuh Tangan Kuat Ibu
Sepeninggalan sang ayah, otomatis hanya ibu yang menjadi tumpuannya.
Padahal sang ayah meninggalkan sepuluh anak. “Ibu saya adalah wanita
yang cukup kuat. Dialah yang berjuang keras untuk menghidupi kami
setelah ayah saya meninggal. Kami ada sepuluh bersaudara dan saya anak
nomor tiga. Dua kakak saya perempuan dan laki-laki tinggal bersama paman
di Jakarta setelah ayah meninggal. Jadi waktu itu, sayalah anak paling
tua karena dua kakak saya sudah tinggal di Jakarta. Sayalah yang harus
memimpin adik-adik yang tujuh orang lagi, dan semua masih kecil-kecil.
Hidup tentu semakin susah, kadang hanya bisa makan sekali sehari,”
kenangnya.
Untuk menghidupi delapan anak, dengan uang pensiun dari sang suami saja
tentu tidak cukup. Syaiful menyaksikan, bagaimana sang ibu berupaya
melakukan banyak hal untuk terus menjalankan hidup bersama anak-anaknya.
“Dulu ada tanah peninggalan ayah, tapi lama-lama juga habis dijual,”
katanya. Sang ibu lalu berbisnis menjual barang-barang keperluan rumah
tangga, emas atau barang lain, dari rumah ke rumah. “Ibu saya begitu
tabah menghadapi hidup, tetapi waktunya banyak tersita untuk mencari
nafkah,” kenang Syaiful.
Seolah-olah Syaiful merasa kehilangan figur ayah. Namun, ia tak mau
putus asa. Walaupun tidak ada pengarahan secara khusus dari orang tua,
ia tetap bertekad masuk tentara. Beruntung, sang ibu mendukungnya. “Saya
hanya berpikir kehidupan yang sesuai dengan jiwa saya adalah kehidupan
tentara,” kata pengagum tokoh militer Mac Arthur ini.
Syaiful benar-benar yakin dengan pilihannya itu. Maka ia sadar benar,
apa yang harus dipersiapkan sebagai seorang abdi negara. Ia sadar bahwa
tidak semua padi yang ditanam itu akan tumbuh dengan baik. Namun, ia
terus berupaya, tidak sekedar memperbaiki fisik, tapi juga mentalnya dan
psikisnya.
Kini, ia baru tahu bahwa pilihan kehidupan seorang perwira tidak mudah
dilakukan. “AKABRI itu adalah Trisakti Wiratama, di sana dilatih mental
kita, IQ kita, intelektual dan fisik kita. Jadi secara umum manusia
harus memiliki tiga unsur ini, fisik, psikisnya sehat dan mentalnya
baik. Kalau semua ini baik, orang ini sempurna. Tapi, ada orang yang
pintar, namun fisiknya lemah. Ada lagi orang pintar, fisiknya bagus tapi
mentalnya kurang. Ini tipe orang menjadi penjahat, ngibulin orang. Jadi
kalau tiga unsur tadi atau Trisakti Wiratama ini sudah dimiliki orang,
dia itu sudah pasti menjadi orang,” kata pengagum Jenderal TNI. Nasution
ini.
Barangkali menjadi ‘orang’ seperti itulah yang ingin dicapai Syaiful.
Menjalani hidup sebaik-baiknya, tanpa harus memberatkan atau membuat
orang lain susah. Ia ingin menggenggam hidup yang sebenarnya, maka ia
berprinsip: “Hiduplah secara sederhana tetapi berpikirlah setinggi
mungkin.” Karena kesederhanaan itu pula, maka sebagai komandan ia tidak
terlalu protokoler. Rumahnya terbuka 24 jam, anak buahnya bebas
meneleponnya kapan saja. Karena ia yakin, kalau seseorang menelepon jam
tengah malam, tentu ada sesuatu yang penting.
Langkah ini tampaknya juga diiringi oleh sang istri. Sebagai ibu
komandan, Ny Triana Dian juga sangat welcome. Juga sama dengan sang
suami, perempuan yang dipacari Syaiful sejak SMA di Palembang ini juga
tidak terlalu formil. “Pokoknya, dia adalah istri yang baik buat saya,”
puji Syaiful pada perempuan yang dinikahinya ketika ia berpangkat Letnan
Satu. Namun bagaimana pun juga, keberhasilan yang kini dalam
genggamannya menurut Syaiful adalah anugrah dari Tuhan. Namun, ia juga
menyadari bahwa itu semua tak lepas dari doa dan nasehat sang ibu untuk
selalu melakukan hal yang terbaik.
Komandan yang Konsern Latihan
Saat pertamakali menjabat sebagai Danton-1/2/11 Grup 1 Komando Pasukan
Khusus (Kopassus) Syaiful Rizal sudah yakin bahwa ia bakal mengawali
karier militernya di korps baret merah ini. Untuk itu, tugas demi tugas,
latihan demi latihan dilaksanakannya sebaik mungkin. Sebagai pasukan
khusus, yang identik dengan pasukan pilihan, ia ingin Kopassus memiliki
kemampuan setara dengan pasukan khusus di dunia. Kini, sebagai Komandan,
dia sangat konsern menggerakkan latihan, latihan dan latihan.
Jenderal berbintang dua kelahiran Lahat, 2 Juni 1952. ini meyakini bahwa
bagi seorang prajurit, latihan identik dengan tugas. Sehingga betapa pun
beratnya, latihan tetap harus dilaksanakan dengan baik.
“Profesionalisme, hanya bisa diwujudkan dengan disiplin latihan. Dan
kalau kita menyadari bahwa latihan itu tugas yang harus diselesaikan,
maka saat kita berlatih tidak merasa berat hati,” katanya.
Semangat latihan hingga mahir itu pula yang kini sedang diupayakan untuk
terus ditingkatkan. Bahkan ia punya obsesi, Kopassus memiliki kemampuan
setara dengan pasukan khusus di dunia. Maka, ketika terpilih sebagai
Danjen Kopassus, budaya latihan terus dikembangkannya. Ia terus berupaya
membuka jalan bekerjasama dengan pasukan khusus negara lain agar
pasukannya bisa latihan bersama.
Yang kini sedang ia lakukan adalah menggalang latihan bersama dengan SAS
Australia, untuk menanggulangi teroris. Kemudian pihaknya juga pernah
latihan bersama dengan SAS Inggris. Bekerjasama dengan pasukan militer
negara lain, diakui Syaiful bukan sesuatu yang mudah. “Perlu kepercayaan
dan kemahiran juga,” katanya.
Sebelum SAS Australia bersedia latihan bersama, mereka menjajaki dulu
dengan melihat para prajurit pilihan, termasuk dari beberapa negara
melakukan demonstrasi. Pebruari lalu, Syaiful berhasil membawa
pasukannya untuk berlatih bersama dengan Australia. Bukan itu saja, kini
ia tengah berusaha meminta persetujuan panglima TNI agar pasukannya bisa
berlatih bersama dengan pasukan khusus antiteror AS. Ia ingin, dengan
latihan bersama itu, pasukannya bisa mengambil ilmu dan pelajaran dari
pengalaman mereka.
Selalu Dalam Ketegangan
Disiplin keras dalam latihan yang selalu ditanamkan kepada para prajurit
itulah, maka ia dikenal sebagai komandan yang hobi latihan. Tapi memang,
suami dari Triana Dian P ini mengakui bahwa dulu hari-harinya penuh
dengan latihan. Padahal latihannya sebagai pasukan khusus, bisa dibilang
sebagai latihan yang penuh ketegangan.
Syaiful mengisahkan, pernah mengalami latihan yang paling menegangkan,
yang hingga kini tak pernah terlupakan. Sekitar tahun 1988, kala itu ia
tengah melakukan latihan gabungan terjun payung di Ciletuk Sukabumi
Selatan. Saat itu malam hari dan cuaca buruk, hingga di sekeliling
pegunungan tertutup kabut. Melihat kondisi yang tidak menguntungkan itu,
kemudian ada warning, jika pintu pesawat dek tidak dibuka, berarti
terjun dibatalkan.
Setelah pesawat berputar-putar pintu dek tidak segera dibuka, padahal di
bawah sudah ada perintah untuk segera terjun. “Akhirnya kami terjun
dengan blind jump tidak ada tanda-tanda di bawah. Saya tidak bisa lihat
kondisi sekeliling, semua betul-betul gelap,” katanya. Baru kali itu
Syaiful merasa takut, padahal itu bukan latihan pertama kalinya.
Kecemasannya semakin memburu ketika radio yang dibungkus bersama plastik
light juga tidak menyala. Padahal plastic lightnya sudah ia patahkan,
terus ia dorong, kemudian ia melompat mengikuti, sesuai teori yang
dipelajarinya. Tapi, tetap ia tidak melihat apa-apa. Hingga akhirnya,…
gedebug! Badannya sudah menyentuh tanah dan terguling-guling beberapa
meter hingga hampir masuk sungai.
Bukan hanya latihan penuh resiko, tapi juga ketat. Syaiful mencontohkan,
latihan Rider. Latihan ini sangat menantang dan paling berat. Tidak ada
ampun. Misalnya, diwajibkan push up dan sit up 45 kali, lari 12 menit 29
detik dengan jarak 3200 meter,atau sekitar 2 mil. Jika bisa push up 45
kali tapi sit up-nya Cuma 40 kali itu tidak dianggap lulus, walaupun
larinya cepat. Maka latihan Rider ini dianggap latihan berat.
Lalu, ilmu medan Navigation. Jika nilai yang diminta minimal tujuh,
dapat nilai 69,99 tidak akan lulus walaupun yang lain-lainnya bagus.
Tiap pagi mereka lari 2 mil dalam bentuk barisan, yang dikelilingi
pelatih. Jika ketinggalan dalam barisan itu tiga langkah, dibiarkan
sebentar. Lalu dihitung satu menit, kalau masih tetap tertinggal maka
tidak bisa masuk lagi dalam barisan dan langsung disuruh pulang.
Begitu juga dalam tali temali. Ada sebelas macam tali temali, kalau yang
diharuskan sembilan, yang dua boleh salah. Tapi, kalau tidak mencapai
sembilan, berarti gagal. Demikian juga patroli. Diberi kesempatan tiga
kali, kalau hanya dua kali dianggap gagal. “Jadi, saat latihan itu
tegang terus,” ujar Mayjen yang sudah tiga kali bertugas dalam operasi
Seroja di Timor-Timur ini, tanpa bermaksud mengeluh.
Karena itu, Syaiful selalu berpesan pada anak buahnya untuk bersikap
pasrah kala menghadapi latihan-latihan berat itu. “Anggap saja memang
ini yang harus saya lakukan. Apalagi kalau sedang latihan komando. Kalau
ada Perwira atau Bintara dan Tamtama yang kerjanya gondok saja, maka
biasanya tidak akan lulus. “Harus berpikir positif dan ikhlas saat
latihan,” lanjutnya.
Sebab jika sikapnya negatif, justru hasilnya akan lebih fatal. “Sudah
pasti bikin capek dan nanti menyerang ke dalam jiwa. Jika ada tindakan
kita yang tidak menyenangkan dan diketahui pelatih lalu dicatat, mental
kurang. Di latihan komando orang kurang mental sudah tidak boleh kembali
latihan. Ia dikeluarkan dan seumur hidup tidak boleh lagi latihan
komando. Jadi kalau ada Perwira, Bintara atau Tamtama tidak lulus
komando karena fisik yang sakit, ia boleh mengulang. Tapi kalau karena
mental yang sakit, maka sama sekali tidak boleh lagi. Sebab kita tidak
butuh orang yang mentalnya sakit,” kata laki-laki yang hobi menyanyi
sambil main gitar ini. ► e-ti/ad
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|