|
C © updated 24042004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
►e-ti/sctv |
|
|
Nama:
Boy Jhonny Bolang
Lahir:
Surabaya, 12 Januari 1948
Meninggal:
Jakarta, Jumat 16 April 2004
Ayah:
Johanes Bolang (alm.)
Ibu:
Carolina (alm.)
Istri:
Priharumalinah Danukusumo dan Tari Kemal (keduanya sudah cerai)
Anak:
1. Virna (lahir 1970)
2. Riva (lahir 1972)
3. Vikki (lahir 1973)
4. Merika (lahir 1982)
5. Benigno (lahir 1996)
Cucu:
Tiga orang
Pendidikan:
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia (Fisip-UI),
tahun 1967 (tidak tamat)
Prestasi tinju:
- juara amatir kelas welter ringan se-Jakarta (1968)
- juara amatir nasional kelas welter (1969-70)
- juara amatir nasional kelas menengah ringan (1973-75)
Promotor tahun 1979-1999:
- Membawa Ellyas Pical menjadi juara kelas bantam junior IBF (1985)
- Membidani Sabuk Emas RCTI (1997)
Penghargaan dan Tanda Jasa:
1. Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI, 13 September 1999
2. Best CEO in Indonesia for the 2003 in Investor Relation Category dari
IIRG (institutional Investor Relation Group) di New York & Kantor Berita
Reuters, Agustus 2003
3. Penghargaan masa Bakti 20 tahun, dari PT Telkom, pada 1 September 1998
4. Penghargaan Masa bakti 15 Tahun, dari PT Telkom, pada 1 September 1993
Alamat Rumah:
Bona Indah Blok A8/10-11, Lebak Bulus, Jakarta 12440
|
|
|
|
|
|
|
Boy Bolang
Legenda Pertinjuan Indonesia
Publik pernah mengelu-elukan promotor tinju
kesohor ini tatkala berhasil mengangkat Ellyas
Pical menjadi juara dunia tinju tahun 1985. Pria
kelahiran Surabaya, 12 Januari 1948 ini berhasil menggairahkan dunia tinju profesional di negeri ini.
Pria yang pantas digelari legenda pertinjuan profesional Indonesia itu meninggal di Jakarta, Jumat
16 April 2004.
Setelah sempat jarang tampil di depan publik akibat terserang penyakit,
pada awal tahun 2004 ia sempat tampak aktif dalam beberapa kegiatan tinju.
Dia kembali menyapa publik. Tak lama, memang, hanya sampai 10 April 2004.
Sebab pada hari Sabtu 10 April 2004, itu dia kembali terkena serangan
stroke untuk yang ketiga kali yang mengakibatkan pendarahan hebat di otak
sebelah kanan. Dia terus saja koma dan tak sadarkan diri padahal sudah 100
cc darah disedot dari otaknya oleh dokter RSPP Pertamina Jakarta.
Serangan stroke pertama kali menimpanya pada tahun 2001 mengenai otak
sebelah kiri. Ini belum akhir segala-galanya sebab setelah teratasi Boy
kembali muncul ke khalayak ramai menjadi komentator di beberapa acara
tinju di televisi swasta. Dia juga giat menghambat kemungkinan datangnya
kembali serangan stroke dengan cara menjalani terapi dan berlatih dansa.
Dia berhasil mengangkat kembali gairah hidupnya di bawah pengawasan
instruktur dansa berpengalaman Robin Sondakh di Happy Dance Sport Club,
Jakarta. Boy menyempatkan diri berlatih dansa sepulang kerja dari Senin
sampai Kamis. Akibat stroke berat badan Boy turun drastis dari 95 kg
menjadi 74 kg. Serangan kedua terjadi tahun 2003 namun masih dalam skala
ringan.
Seminggu setelah mengalami stroke ketiga, pada hari Jumat 16 April 2004
sore pukul 17.55 WIB Boy Bolang pergi menghadap Bapa Yang Maha Kuasa
pencipta langit dan bumi dan segala isinya. Dia lalu berdiam diri di surga
mulia untuk selama-lamanya.
Sehari sebelum kematiannnya, Kamis, kondisi tubuh Boy tampak sudah semakin
memburuk. Panas tubuh sangat tinggi dan tak mau turun. Dokter spesialis
saraf dr Wid Patria, ketua tim dokter yang merawat Boy, menyebutkan
pendarahan otak akibat stroke yang dialami Boy terlalu luas. dr. Wid
Patria dibantu oleh dr. David Tandian (ahli bedah syaraf), dan dr. Djoko
Maryono (ahli bedah jantung dan penyakit dalam.
Pecahnya pembuluh darah di bagian thalamus kanan ikut merusak pusat
pengaturan suhu tubuh. Panas tubuh yang mencapai 40 derajat Celsius
membawa komplikasi pada neurologic pulmonary edema (gangguan pada fungsi
paru-paru), jantung, dan organ-organ vital lainnya. Akibatnya suplai
oksigen ke seluruh organ tubuh tidak mencukupi sehingga organ-organ mulai
mengalami kerusakan. Sekalipun sudah dilakukan resusitasi jantung dan
paru-paru, semua sudah tak bisa menolong.
Di sisi gundukan seonggok tanah merah Ellyas Pical pada hari Senin, 19
April 2004 disaksikan sejumlah kerabat, kolega, handai taulan, dan
masayarakat sekitar Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo, Jakarta
Selatan, berhenti meneruskan pembacaan sambutan yang sebelumnya sudah lama
dia hafalkan.
Dia sengaja menghafalkan agar tak tertinggal sepatah katapun sambutan
termanisnya kepada Boy yang telah mengangkat hidup Pical menjadi “orang”.
Sambutan itu dia tuliskan pula di atas secarik kertas putih. Ellyas Pical
berhendak memberikan penghormatan dan ucapan selamat jalan kepada Boy
Bolang mewakili insan tinju tanah air.
Tapi dia hanya sanggup mengeluarkan anggukan haru dan tetesan tangis
airmata yang tepat dia arahkan ke peti berisi jasad beku Boy Bolang. Jasad
yang kemudian hanya bisa dikenali lewat seonggok tanah yang di atasnya
dipantek sebilah papan kayu salib bertuliskan kata-kata, “Nama Boy Jhonny
Bolang, Lahir Surabaya, 12 Januari 1948, Meninggal Jakarta, 16 April
2004”.
Boy semasa hidupnya selalu tampil necis dan dendi. Karenanya jenazah Boy
pun tetap kelihatan gagah dan necis penampilannya. Setelan jas hitam
Valentino membungkus jasadnya ditambah dasi keluaran Hugo Boss dan
bersepatu Bally pula. Yang tidak lagi tampak adalah aksesoris khasnya
semasa hidup berupa kalung emas dan liontin sarung tinju. Makam Boy Jhonny
Bolang persis berdampingan dengan makam kakaknya yang juga petinju, Johnny
Bolang yang meninggal dunia karena kecelakaan.
Ellyas Pical adalah hasil karya monumental Boy Bolang sebagai promotor.
Boy berhasil menjadikan Pical juara dunia tinju kelas bantam junior 52,1
kilogram tahun 1985 versi federasi tinju internasional IBF (International
Boxing Federation).
Boy Bolang mempersiapkan Pical secara cermat sejak mulai dari juara
nasional hingga Asia Pasifik OPBF. Boy tidak mau bekerja gegabah hingga
dirasakannya anak asuhnya itu mampu menantang juara dunia Judo Chun dari
Korea Selatan.
Pical yang dibayar 125.000 dolar AS itu akhirnya mampu merubuhkan KO Judo
Chun dengan pukulan tangan kidal. Pical bukan hanya meraih gelar juara
dunia melainkan memunculkan kebanggaan baru sebagai bangsa yang bisa
berjaya di ring tinju.
Tak kurang tiga kali Boy menjadi promotor pertandingan Pical dengan
bayaran antara 100.000 hingga 125.000 dolar AS setiap bertanding.
Boy Bolang adalah legenda pertinjuan Indonesia. Cepatnya dia dipanggil
Tuhan “memaksa” orang mengumpulkan segera serpihan-serpihan kehidupan Boy
yang tercecer dimana-mana. Boy tidak lagi “mesin” tinju hidup yang bisa
sewaktu-waktu memunculkan ide, gagasan, dan langkah spektakuler baru
memajukan olahraga tinju profesional Indonesia.
Boy adalah petinju amatir namun menjadi sangat populer saat tampil sebagai
promotor tinju profesional. Hal itu karena keberhasilannya menghantarkan
Ellyas Pical menjadi ikon terbaik dunia tinju profesional.
Boy sangat disayang petinju karena dia mau memberikan apresiasi dan
bayaran yang pantas atas jerih payah setiap petinju. Mirip kisah hidup Boy
yang flamboyan, serba mewah, dendi, dan penuh glamour.
Boy adalah sosok yang bangga tampil berhiaskan kalung emas besar ditambah
liontin emas berbentuk sarung tinju yang mencolok. Tanpa bertendensi
sombong atau angkuh. Ketika dia meresmikan pendirian Yayasan Olahraga
Indonesia (YOI), sebuah yayasan yang dibentuknya, pada 30 Juni 2003, di
Hotel Park Lane, Jakarta dia menambah kemewahan sosoknya itu dengan jas
Versace warna merah darah yang menurutnya dia beli seharga lima juta
rupiah yang baru dia beli hanya untuk event itu.
Dia menyebutkan tampil dendi, glamour, dan mewah adalah tuntutan hidup
untuk menjaga citra diri sebagai promotor internasional yang memiliki
pergaulan luas dengan para selebritis tinju dunia.
Kepada “Bola” di Las Vegas, Amerika Serikat Juni 1997, dia menceritakan
pula bahwa Don King, si “raja” tinju dunia berambut landak itu harus
menghampiri Boy untuk sarapan pagi sebab Boy datang ke King bukan untuk
minta duit melainkan membawa duit.
Kemewahan dan keglamouran itu dia tularkan pula ke setiap petinju yang
berkesempatan dia promosikan. Seperti yang diterima Ellyas Pical
100.000-125.000 tiap bertanding, yang membuat banyak petinju muda berbakat
meniru langkah keberhasilan Pical.
Namun karena besaran bayaran petinju pula Boy pernah berseteru dengan
Herman Sarens Sudiro, juga promotor, soal hak mementaskan pertandingan
tinju dunia antara Thomas Americo dari Indonesia dan Saoul Mamby dari
Amerika Serikat di Jakarta, tahun 1981.
Boy adalah promotor yang sudah malang melintang selama 30 tahun. Boy
sendiri awalnya memulai karier sebagai petinju semenjak berusia 20 tahun.
Padahal, pada usia 14 tahun Boy sudah mulai berlatih tinju dari ayahnya
Johanes Bolang yang dalam sejarah tinju nasional merupakan salah seorang
pendiri Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina), serta dari abangnya
Johnny Bolang yang adalah juara Nasional tahun 1960-1962.
Kala berusia 20 tahun itu pria Boy ini tengah bermukim di Amerika Serikat.
Di sana dia menjadi pencuci piring demi mendapat uang saku. Dia memulai
kisah hidup di ring tinju sebagai atlet latih-tanding untuk
petinju-petinju lokal. Dari situlah Boy mulai serius menekuni dunia
tinjunya.
Sepulang dari Negeri Paman Sam dia menjadi juara tinju amatir dan
menjuarai tinju Indonesia kelas welter sejak 1968 sampai 1970. Ia juga
menyabet gelar juara tinju nasional kelas menengah ringan dari 1971 sampai
1975, plus menjuarai Pekan Olah Raga Nasional 1973.
Dia lalu mencoba peruntungan menjadi promotor namun apa lacur dia justru
berseteru dengan Herman Sarens Sudiro berebut hak mementaskan pertandingan
Thomas Americo melawan Saoul Mamby. Pertandingan yang berlangsung di tahun
1981 itu dimenangkan Mamby dan Boy harus pergi bersembunyi dahulu bersama
keluarga di Amerika Serikat selama delapan bulan penuh.
Boy lalu sempat hidup "menggelandang" di New York tahun 1981, kemudian
pindah ke Los Angeles hingga tahun 1985. Kembali ke Indonesia menggenggam
lisensi sebagai promotor dia melejitkan nama Ellyas Pical sebagai juara
dunia tinju kelas bantam junior versi IBF.
"Kalau kita tidak beri kesempatan kepada petinju kita, kapan petinju kita
bisa menjadi juara dunia," ujar Boy ketika akan mempertandingkan Ellyas
Pical dengan juara IBF, Judo Chun dari Korea Selatan, waktu itu. Boy
sempat tiga kali menjadi promotor Pical dengan rekor bayaran antara
100.000 dan 125.000 dollar AS sekali bertanding.
Terakhir pada Februari 1987 dia mementaskan pertandingan Ellyas Pical
melawan Kaosai Galaxi dari Thailand yang berakhir dengan kekalahan Pical.
Boy lalu mengundurkan diri dari promotor tahun 1986 kemudian menjadi
konsultan olahraga dan komentator di televisi sampai tahun 1997. Boy
bahkan sempat menjadi promotor pertandingan tinju stasiun televisi RCTI.
Memasuki usia 55 tahun Boy mulai jarang menggerakkan badan. Dia malah
lebih sering keluar malam. Ditambah kebiasaaan mengkonsumsi durian bangkok
hal itu memicu kehadiran stroke. Penyakit itu semakin menjadi ketika ia
mulai mencurahkan pikirannya untuk menulis mengenai dunia tinju nasional.
Ia pernah menyitir, 60 persen petinju Indonesia saat ini tidak layak
disebut profesional. Bahkan dalam sebuah seminar, Boy mengkritik rendahnya
mutu pertandingan tinju profesional yang digelar beberapa stasiun televisi
belakangan ini.
Sejak menderita stroke Boy Bolang mulai terlihat tak bersemangat menjalani
hidup. Namun ketika ia menjalani terapi dan berlatih dansa gairah hidupnya
kembali terangkat. Di bawah pengawasan instruktur dansa berpengalaman
bernama Robin Sondakh di Happy Dance Sport Club, Jakarta, Boy menyempatkan
diri berlatih sepulang kerja dari Senin sampai Kamis. Gara-gara stroke
berat badan Boy turun drastis dari 95 kg menjadi 74 kg. ►ht, dari berbagai sumber
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|