|
C © updated 09092004 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/ist |
|
|
Nama :
Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir :
Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949
Agama :
Islam
Istri :
Kristiani Herawati,
putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak :
Agus Harimurti Yudhoyono dan
Edhie Baskoro Yudhoyono
Pangkat terakhir :
Jenderal TNI (25 September 2000)
Pendidikan:
= Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
= American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
= Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
= Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
= On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
= Jungle Warfare School, Panama, 1983
= Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
= Kursus Komando Batalyon, 1985
= Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
= Command and General Staff College, Fort = Leavenwort,Kansas, AS
Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier:
- Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
- Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
- Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
- Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
- Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
- Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
- Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
- Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
- Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
- Dosen Seskoad (1989-1992)
- Korspri Pangab (1993)
- Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
- Asops Kodam Jaya (1994-1995)
- Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
- Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di
Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
- Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
- Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
- Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
- Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
- Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
- Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid)
- Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan
diri 11 Maret 2004
Penugasan:
Operasi Timor Timur (1979-1980), dan 1986-1988
Penghargaan:
- Adi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
- Honorour Graduated IOAC, USA, 1983
- Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003.
Alamat :
Jl. Alternatif Cibubur Puri Cikeas Indah
No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor-16967
|
|
|
|
|
|
|
BIOGRAFI ==
01
02
03 04
05 06
07 ==
Susilo Bambang Yudhoyono (3)
Kadet Lembah Tidar ke Istana
Dia anak tunggal prajurit profesional sekaligus pemimpin yang disegani.
Tanda garis hidup cemerlangnya mulai terdata semenjak kelas lima Sekolah
Rakyat. Dia ingin menuju Lembah Tidar. Dari Lembah Tidar dia lalu
membangun kapasitas dan integritas sebagai calon pemimpin nasional. Dia
tak sampai mengecap jabatan tertinggi Angkatan Darat dan TNI “mengalah”
mau masuk Kabinet Gus Dur. Dia pensiun dini lima tahun lebih cepat saat
berbintang tiga.
Dia terus mengasah diri menjadi pemimpin masa depan. Menangani koordinasi
bidang politik, sosial, dan keamanan di Kabinet Gus Dur, demikian pula
pada Kabinet Megawati stabilitas politik dan keamanan dalam negeri tertata
rapi. Berbagai catatan emas keberhasilan membuatnya mantap melangkah
mencari jalan sebagai pemimpin nasional tertinggi. Partai Demokrat
mengusungnya bersama Jusuf Kalla sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden
2004-2009. Pasangan ini terbukti terkuat diantara empat kandidat lain.
Rakyat telah memilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf
Kalla (JK) sebagai pemimpin.
SBY lahir tanggal 9 September 1949 di lingkungan sebuah Pondok Pesantren
Tremas, yang jaraknya 15 kilometer dari Kota Pacitan, Jawa Timur. Ibunya
Siti Habibah putri salah seorang pendiri Pondok Pesantren Tremas, dan
ayahnya, R Soekotjo seorang bintara Angkatan Darat yang bertugas di
Koramil di kecamatan berbeda.
Bersukacita melihat kelahiran anak, Soekotjo spontan menarik pistol dari
pinggang lantas meletakkannya di atas dahi sang bayi putra semata wayang
yang kemudian diberi nama Susilo Bambang Yudhoyono. Susilo berarti orang
yang santun dan penuh kesusilaan. Bambang adalah ksatria. Yudho bermakna
perang. Dan Yono sama dengan kemenangan. Jadilah nama lengkap Susilo
Bambang Yudhoyono, disingkat SBY, diartikan seorang yang santun, penuh
kesusilaan, kesatria, dan berhasil memenangkan setiap peperangan.
SBY tumbuh dan berkembang sebagai anak desa yang cerdas dan pandai bergaul.
Sebagai anak semata wayang SBY memperoleh kasih sayang besar dari kedua
orangtua. Didikan ayah menitikberatkan kerja keras dan disiplin. Sedangkan
ibu menekankan masalah iman dan ketaqwaan.
SBY sekolah di Sekolah Rakyat Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung. Dia
aktif di kepanduan dan suka membaca. Mulai dari komik hingga buku tentang
wayang. Dari buku wayang dia mengetahui bagaimana kultur Jawa melakukan
penghormatan, hierarki, dan sopan santun. Di kemudian hari bacaan itu
banyak mempengaruhi tingkah laku dan pembawaannya yang santun, tenang,
pendiam, tidak emosional, dan bersahaja.
SBY tumbuh menjadi seorang murid yang cerdas mampu menyerap dengan cepat
semua mata pelajaran yang diberikan guru. Rekan sekelas banyak bertanya
kepadanya khususnya pelajaran berhitung, ilmu bumi, dan sejarah. Sifatnya
suka mengalah. Tidak sombong tidak pendendam. Dia tak suka pada segala
bentuk kekerasan atau hal-hal yang bersifat keras. Ia enggan ikut main
sepakbola dan kasti.
SBY mulai menunjukkan sifat seorang pemimpin dan pemaaf. Ia selalu
mendapat tugas sebagai komandan. Seperti komandan peleton SR Gadjahmada
yang meraih juara pertama kelompok putra lomba gerak jalan antar-SR
tingkat Kabupaten Pacitan. Pada Juli 1962 SBY lulus dari sekolah SR dengan
nilai terbaik.
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY.
Ketika duduk di bangku kelas lima SBY untuk pertamakali kenal dan akrab
dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di
kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri.
Ketika itu ayahnya yang bintara angkatan darat (akhirnya pensiun sebagai
letnan), bersama keluarga mengajak SBY berjalan-jalan wisata mengisi hari
libur sekolah ke Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, tempat AMN berdiri.
SBY bergumam dalam hati, suatu ketika kelak akan menjadi seperti para
taruna gagah tampan mempesona.
SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah
sekolah idola bagi anak-anak Kota 1.001 goa itu. Di bangku SMP jiwa sosial
SBY serta kemampuan menggalang rekan-rekan kian terasah. Dia terlibat
dalam pelbagai kegiatan intra dan ekstra sekolah. Seperti masak-memasak,
kelompok belajar, musik, hingga olahraga khususnya bolavoli dan tenis meja.
SBY juga aktif di Pijar Sena sebuah kompi pelajar serbaguna. Kompi ini
pernah mendapat tugas di Desa Pager Lot mendata penduduk dalam rangka
mencari pelarian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia juga aktif di
bidang seni budaya seperti melukis hingga belajar teater dalam sanggar
seni Dahlia Pacitan pimpinan Gondrong Suparman. Dia juga melahirkan ide
membuat majalah dinding. Di situ SBY menjadi editor, menulis artikel
seputar sekolah, puisi, hingga menulis cerpen.
Kegiatan-kegiatan itu masih berlanjut saat SBY memasuki bangku SMA 271,
sebutan untuk SMA Negeri Pacitan. SBY tak hanya menonjol dalam setiap
pelajaran. Dia tetap rendah hati dan mau berbagi pengetahuan kepada teman.
Ia kerap kali tampil ke depan mengajar matematika ketika guru yang
bersangkutan berhalangan. Bakat seni SBY juga semakin mengkilap. Dia
piawai bermain musik. SBY adalah pemain bass gitar band sekolah. Ia juga
meneruskan hobi bermain bolavoli. Benih-benih sebagai pemimpin berbakat
mulai bersemi dalam jiwa SBY. Dia akhirnya dinyatakan lulus dari bangku
SMA tahun 1968.
SBY ingin segera mewujudkan keinginan menyandang pedang dan senjata.
Sayang harus tertunda setahun karena kesalahan informasi pendaftaran dia
terlambat mendaftarkan diri. Masa penantian dia isi mengikuti pendidikan
di Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS),
walau hanya sampai tahapan orientasi kampus.
SBY punya pilihan lain, dia masuk ke Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan
Pertama (PG-SLP) di Malang, Jawa Timur. Di Malang SBY mempersiapkan fisik,
mental, dan intelektual agar tahun depannya lulus ujian penyaringan Akabri
tingkat daerah di Jawa Timur, dan tingkat pusat di Bandung.
Menjelang akhir tahun 1969 SBY mendaftar di Malang. Lulus, lalu pergi tes
lanjutan ke Bandung, juga lulus. SBY dikirim ke Magelang mengikuti
pendidikan mulai awal tahun 1970.
SBY langsung menerima pembagian peralatan militer. Seperti seragam baju
lapangan hijau, sepatu lars, topi baja, koppel rim, dan lain-lainnya
langsung pada hari pertama menghuni Lembah Tidar. Rambut digundul plontos
habis. Perpeloncoan adalah tradisi dalam miiter untuk mengubah pola pikir
dan pola tindak dari seorang sipil menjadi militer.
Selama seminggu SBY hidup bersama 1.121 calon taruna, diantaranya 501 dari
Akabri Darat, 116 Laut, 126 Udara, dan 378 Kepolisian. Tiga bulan pertama
dia menjalani pendidikan basis militer tanpa hambatan berarti. SBY
dilantik menjadi taruna Akabri dengan pangkat prajurit taruna (pratar) dan
kopral taruna.
Magelang adalah turning point kehidupan pribadi SBY. Dia aktif mengikuti
berbagai kegiatan. Salah satunya, sejak tingkat satu anggota drumband
Akabri Darat Cantalokananta. SBY dikenal teman-temannya sebagai kutu buku.
Hari libur dia tetap sibuk membaca dan belajar. Tidak seperti teman-teman
lainnya senang berpesiar. Sejumlah buku militer dan biografi para tokoh
militer asing dilahapnya. Sejak bangku SMP SBY sudah fasih berbahasa
Inggris. Karenanya, teman-teman taruna juga mengenal SBY sangat pandai
berbahasa Inggris.
SBY di tahun kedua berpangkat sersan taruna. Dia memilih kecabangan korps
infantri. Dia mmeperoleh “wildcard” bebas memilih kecabangan sebab
berprestasi baik masuk 10 besar.
SBY terpilih menjadi Komandan Divisi Korps Taruna (Dandivkortar) membawahi
3.000 taruna akademi militer. Dia pegang komando itu satu setengah tahun.
SBY kemudian menyerahkannya ke adik kelas Sjafrie Samsoedin.
Selama taruna prestasi SBY tergolong menonjol. Menerima berbagai
penghargaan bidang kepribadian, intelektual, hingga fisik. Selama empat
tahun sebagai taruna SBY memperoleh tujuh bintang penghargaan. Pencapaian
ini tak pernah diraih taruna manapun.
Pada 11 Desember 1973 SBY mengakhiri masa pendidikan akademi militer
sebagai lulusan terbaik diantara 987 taruna lulusan seangkatan. SBY berhak
menyandang pangkat letnan dua infantri dengan NRP 26418. SBY lulus dengan
meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa. Artinya, sebagai yang terbaik
atau setara dengan summa cum laude dari antara teman seangkatan di segala
hal. Mulai hal kepribadian, fisik, mental, dan akademis. Bintang Adhi
Makayasa diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto kepada SBY.
Sesudah berpangkat Letnan Satu SBY tahun 1976 terpilih mengikuti
pendidikan Ranger School dan Airborne School di Fort Benning, Amerika
Serikat. Lokasi ini adalah sebuah pusat pendidikan militer ternama
Angkatan Darat Amerika Serikat. Pilihan itu mengisyaratkan bahwa SBY
adalah seorang perwira yang mempunyai masa depan, a promising officer.
Ketika sedang bertugas di Mabes TNI-AD berpangkat kapten infantri SBY
kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat, tahun 1982-1983.
Dia mengikuti kursus infantery officer advanced course. SBY sekaligus
mengikuti praktek kerja, on the job training, di Divisi 82 Lintas Udara
Angkatan Darat AS, tahun 1983.
Bersamaan itu SBY juga mengikuti pendidikan lintas udara di Airborne
School memperdalam metode pendidikan dan pelatihan, taktik dan doktrin
kelintasudaraan, yang kelak di Indonesia dipadukan dengan doktrin Linud
TNI yang relatif baru berkembang. Ia juga berkesempatan mengikuti latihan
penerjunan jungle warfare di Panama, tahu 1983.
Usai dari Panama SBY dipanggil oleh Komandan Pusat Infantri (Pusif)
Brigjen Feisal Tanjung. Berdua mereka membicarakan persiapan kedatangan
persenjataan anti-tank buatan Belgia-Jerman. Saat itu SBY sudah menjabat
sebagai instruktur militer di Pusif.
SBY dalam pangkat mayor ditugaskan berangkat ke Belgia bersama Kapten
Darmono untuk mendalami seluk-beluk dan penggunaan senjata anti-tank di
medan yang diselimuti salju. Kursus berlangsung 20 hari, 14 hari
diantaranya adalah mengikuti pelatihan pertempuran anti-tank di sebuah
satuan yang terkenal memiliki reputasi sangat tinggi dan amat membanggakan.
Di situ SBY bisa meningkatkan profesionalitasnya sebagai perwira pasukan
tempur. SBY masih berkesempatan dikirim ke Malaysia melengkapi pengetahuan
jungle warfare di Jungle Warfare School, tahun 1984.
Ketika kembali dari Denpasar sebagai Pabanmuda Operasi Kodam Udayana 1988
berpangkat mayor, SBY mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI
Angkatan Darat (Seskoad), Bandung, dan lulus sebagai yang terbaik tahun
1989. SBY berkesempatan menyampaikan pokok-pokok pikirannya dalam sebuah
orasi ilmiah berjudul “Profesionalisme ABRI, Masa Kini dan Masa Depan”,
langsung di hadapan para petinggi TNI-AD pas di hari ulang tahun Seskoad.
Bersama Agus Wirahadikusumah SBY mendirikan Center of Excellence lalu
menerbitkan buku “Tantangan Pembangunan”. SBY berkesempatan pula diangkat
menjadi dosen di almamater Seskoad sambil mulai bersentuhan dan
memperdalam pengetahuan mengenai demokrasi.
SBY berpangkat letnan kolonel dikirim mengikuti US Army Command & General
Staff College (CGSC) di Fort Leavenworth, AS, tahun 1990 selama 48 minggu.
Pada kesempatan itu dia meraih pula jenjang S-2 master degree gelar MA
dalam ilmu manajemen di Universitas Webster. Di CGSG SBY lulusan terbaik
kedua setelah seorang perwira asal Australia.
Saat menjabat Komandan Korem 073/Pamungkas berkedudukan di Yogyakarta
berpangkat kolonel, SBY kembali disuruh menginjakkan kaki ke daratan Eropa.
SBY memimpin misi Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (Chief Military Obsever)
di Bosnia, sepanjang tahun 1995-1996, membawahi langsung 650 perwira
berpangkat kapten hingga kolonel asal 29 negara. Sebelum berangkat ke
pundak SBY disematkan tanda pangkat jenderal bintang satu.
Saat bertugas di Bosnia-Herzegovina SBY berkesempatan menjalin hubungan
pribadi yang cukup baik dengan Kofi Annan, seorang warga negara Nigeria
diplomat karir PBB berkedudukan sebagai special envoy Sekjen PBB Butros
Butros Gali. Annan sekaligus menjabat Head of Mission untuk masalah
Bosnia. Beberapa tahun kemudian Kofi Annan terpilih menjadi Sekjen PBB
menjadikan persahabatan pribadi yang akrab antara SBY dengan Annan menjadi
sangat bermakna bagi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.
Pada Oktober 1999 sebagai Kaster TNI jenderal berbintang tiga SBY diminta
presiden terpilih Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat Menteri
Pertambangan dan Energi (Mentamben). SBY galau. Sebelum pidato
pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie ditolak oleh anggota MPR, Menhankam/Panglima
TNI Jenderal Wiranto pernah memanggil SBY bersama Wakil Panglima TNI
Laksamana Widodo di kediaman Wiranto, Bambu Apus, Jakarta Timur.
Saat itu Wiranto merekomendasikan Laksamana Widodo menggantikan dirinya
sebagai Panglima TNI, dan SBY diproyeksikan sebagai Kepala Staf Angkatan
Darat (KSAD) menggantikan Jenderal Subagyo HS. Sebagai prajurit
profesional SBY bangga jika dipercaya menduduki jabatan tertinggi di
angkatan darat. SBY ingin bisa menyelesaikan tugas secara paripurna
sebagai prajurit profesional di lingkungan TNI. SBY yakin dapat berbuat
banyak bagi kemajuan Angkatan Darat dalam kapasitas KSAD.
Jika Presiden Gus Dur memintanya menjadi Mentamben berarti harus pensiun
lima tahun lebih cepat dari kemiliteran. SBY lalu menemui Wiranto,
pimpinannya, agar bisa mengusahakan Presiden Gus Dur mengurungkan niatnya.
SBY masih ingin tetap berdinas di TNI dan tak usah menjadi menteri.
SBY menemui Wiranto sebab teringat, saat Presiden Soeharto hendak
membentuk Kabinet Pembangunan VII Maret 1998 Pak Harto menominasikan nama
SBY sebagai Menteri Penerangan. Demikian pula tatkala Habibie naik
menggantikan Pak Harto nama SBY sempat mencuat sebagai Menteri Dalam
Negeri. Ketika itu SBY menghadap Wiranto meminta Panglima TNI itu
menyampaikan keinginannya kepada Presiden Habibie agar diberi kesempatan
tetap mengabdi di militer, dan ternyata bisa terkabul.
Kali ini dengan Gus Dur agaknya berbeda. SBY tetap galau. Dia lalu
menelepon R. Soekotjo, ayahnya, meminta nasihat. Ayahnya menyarankan
menerima jabatan sebab mengabdi bukan hanya di militer tetapi bisa pula di
sektor lain. SBY lalu tenang menerima tugas baru sebagai Mentamben.
Pensiun dini dari dinas militer dengan pangkat terakhir letnan jenderal.
Walau, sesungguhnya SBY sebagai prajurit profesional diperkirakan akan
bisa meraih jenderal penuh bintang empat sebab sangat berpeluang menjabat
KSAD hingga Panglima TNI. Dan, itu sesungguhnya sesuai dengan skenario
yang ada di tangan petinggi TNI.
SBY tak perlu lama memangku Mentamben. Dia dipromosikan menjadi Menko
Polsoskam menggantikan pejabat lama Wiranto yang mengundurkan diri sebab
berseteru dengan Gus Dur. SBY menjadi Menko Polsoskam saat Presiden sedang
“dihujani” oleh DPR peringatan Memorandum I dan Memorandum II terkait
kasus Buloggate dan Bruneigate. Peringatan itu hendak dibalas oleh Gus Dur
dengan dekrit berisi pembubaran DPR dan segera melaksakan pemilihan umum.
Sebagai prajurit sejati SBY tak setuju dan menolak pemberlakuan dekrit.
Sebab tak ada alasan konstitusional yang kuat memberlakukannya,
sebagaimana dahulu pernah dilakukan Bung Karno tahun 1957. Presiden Gus
Dur akhirnya pada 28 Mei 2001 mengeluarkan Maklumat Presiden. Pemegang
mandat maklumat adalah Menko Polsoskam SBY.
Isi maklumat, perintah mengambil tindakan-tindakan dan langkah khusus yang
diperlukan untuk menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum
secepat-cepatnya. Maklumat sempat diisukan adalah ulangan Supersemar Jilid
II. SBY diperkirakan akan segera melaksanakan langkah-langkah represif
memburu dan menggebuk semua lawan politik Gus Dur. Maklumat ditengarai
adalah pintu masuk TNI ke panggung politik nasional.
SBY menepis semua tuduhan. Usai menerima maklumat SBY segera menemui Wakil
Presiden Megawati ke Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Dia
menjelaskan posisinya sebagai pemegang maklumat. Di tangan SBY maklumat
dibuat bukan sebagai alat kekuasaan melainkan menjadi alat demokrasi agar
proses politik berjalan secara konstitusional, damai, dan tanpa kekerasan.
Pada sisi lain, tanggal 30 Mei 2001 DPR sedang melakukan sidang pleno
evaluasi pelaksanaan Memorandum II. Kesimpulan DPR memutuskan, mendesak
MPR segera menyelenggarakan Sidang Istimewa. Gus Dur pada 1 Juni 2001
meminta SBY mengundurkan diri dari jabatan Menko Polsoskam sekaligus
menawarkan jabatan baru Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah. SBY menolak tawaran dengan santun. Dia berhenti sebagai
menteri dan menyerahkan tugas kepada Agum Gumelar.
Gus Dur akhirnya lengser digantikan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Mega
kemudian meminta SBY untuk ikut membantu sebagai Menko Polkam. Tugas baru
tapi lama sebagai Menko Polkam kembali membuat SBY sibuk dengan urusan
pengamanan.
SBY menjalankan prinsip jalan damai (peacefull solution) dalam mengatasi
masalah Aceh, yang didasarkan tiga prinsip dasar: damai berdasarkan NKRI,
damai berdasarkan otonomi khusus yang tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2001
tentang otonomi khusus, dan damai dengan berhentinya separatisme.
Karena Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap menuntut pemisahan diri,
Pemerintah dan DPR sepakat melakukan operasi terpadu. Mulai operasi
kemanusiaan, operasi pemantapan pemerintahan, operasi penegakan hukum, dan
operasi pemulihan keamanan. Operasi terpadu telah menciptakan ketenangan
baru di Aceh. Situasi darurat militer diturunkan gradasinya menjadi
darurat sipil.
Timor Timur masih menyisakan persoalan. Kawasan Atambua salah satu kamp
pengungsi prointegrasi dilanda kerusuhan. SBY segera mendatangi
pengungsian dan bersimpati terhadap pengungsi. Dia meminta dukungan dari
para tokoh prointegrasi.
SBY juga tetap menaruh perhatian terhadap Maluku. Pemerintah bertekad
menegakkan supremasi hukum secara damai menuju rekonsiliasi. SBY
mengedepankan dialog mencari solusi terbaik. Sejak pertemuan Malino II
aktivitas ekonomi masyarakat Maluku mulai berjalan normal. Sejak 17 Mei
2003 Presiden Megawati mencabut status darurat sipil di Maluku.
Poso di Sulawesi Tengah berkonflik membuat kota ini mati. Roda
pemerintahan terganggu masyarakat hidup dalam suasana nyanyian kematian.
Sebuah pekerjaan berat buat SBY. SBY bersama Menko Kesra Jusuf Kalla
bahu-membahu kerja siang malam mencari jalan keluar yang dapat diterima
semua pihak. Kesepakatan Malino untuk Poso ditandatangani. Isinya
laksanakan rehabilitasi fisik dan mental, rekonstruksi, dan relokasi oleh
pemerintah.
Menghadapi isu terorisme SBY menggariskan penanganan berdasarkan prinsip
supremasi hukum, independensi, indiskriminasi, koordinasi, demokrasi, dan
partisipasi. Prinsip ini telah efektif mencegah aksi teror yang sempat
merajalela pasca kejatuhan Pak Harto.
Pengelolaan politik dan keamanan di bawah koordinasi SBY dalam Kabinet
Persastuan Nasional pimpinan Gus Dur, dan Kabinet Gotong Royong pimpinan
Megawati, sangat signifikan menciptakan stabilitas politik dan keamanan.
Kerusuhan sosial yang terjadi luar biasa selama tiga tahun sebelumnya,
belakangan secara berangsur memasuki kondisi normal. Sebuah ukuran,
keberhasilan penanganan masalah politik dan keamanan di tangan SBY. ►ht
== 1
2
3 4
5 ==
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|