Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Pemilihan Umum 2004
Politik & Hukum
Humaniora
Jawa Barat
Berita Yang lalu
Pustakaloka
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Fokus
Jendela
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Dana Kemanusiaan
Esai Foto
Swara
Sorotan
Pergelaran
Ekonomi Internasional
Wisata
Properti
Telekomunikasi
Teropong
Interior
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Ekonomi Rakyat
Pendidikan
Didaktika
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Kesehatan
Makanan dan Minuman
Bahari
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 17 Maret 2004

Kabupaten Katingan

KARAKTERISTIK daerah-daerah di Pulau Kalimantan pada umumnya adalah keberadaan sungai dan hutan yang tersebar di seluruh wilayah. Seperti itu juga yang tampak pada Kabupaten Katingan yang dua tahun lalu masih menjadi bagian Kabupaten Kotawaringin Timur. Namun, satu ciri menonjol wilayah yang dialiri Sungai Katingan, sungai terbesar kedua di Kalteng, adalah kekayaan hasil hutan ikutan berupa rotan. Katingan merupakan salah satu penghasil rotan terbesar di Indonesia.

PASOKAN rotan dari hutan Katingan memenuhi industri kerajinan rotan di Pulau Jawa, khususnya Cirebon. Hasil karya para perajin rotan Cirebon merambah mancanegara dengan produk ekspor berupa perabotan dari rotan. Pasar yang cukup antusias menyerap produk kerajinan rotan Indonesia adalah AS, Kanada, Belanda, Jepang, dan negara-negara Timur Tengah.

Ketergantungan sentra kerajinan rotan di Indonesia cukup tinggi terhadap daerah bahan baku rotan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Jika pasokan tersendat, terhambat pula pemenuhan pesanan dari negara-negara pengimpor. Hal itu disebabkan sistem penjualan ekspor industri kerajinan yang masih tergantung pesanan. Penyerapan pasar akan rotan di wilayah ini cukup tinggi. Produksi rotan 2.500 ton per tahun diserap habis oleh sentra-sentra industri kerajinan rotan di Cirebon dan Banjarmasin.

Selain rotan, hasil hutan lainnya yang menonjol di Katingan adalah kayu dengan produk akhir kayu gergajian (sawn timber). Produksi kayu setengah jadi ini sekitar 30.500 meter kubik dihasilkan tiap tahunnya. Pasar yang banyak menyerap kayu gergajian Katingan adalah wilayah-wilayah pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa seperti Surabaya, Semarang, Cirebon, dan Jakarta. Hingga saat ini terdapat 14 perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) di Katingan. Selain itu terdapat sekitar 40 pengusaha yang mengantongi izin penumpukan hasil hutan rotan.

Kelemahan yang masih dirasakan hingga kini adalah penebangan liar (illegal logging) yang marak di hampir seluruh wilayah. Efeknya, bukan hanya negara yang dirugikan, tapi penduduk dan alam sekitar ikut merasakan dampak buruk kriminalitas yang sulit dihentikan ini. Karena ekosistem terganggu, keseimbangan alam pun terguncang. Akibatnya, bencana alam pun datang.

Ironisnya, eksploitasi hutan dengan aroma melanggar hukum itu tak pernah memberi kemakmuran bagi pelaksana di lapangan. Dengan tingkat risiko yang tinggi, mereka tak pernah mencicipi manisnya rupiah yang dihasilkan dari kayu-kayu yang mereka tebang. Yang mereguk manisnya hasil pelanggaran hukum itu adalah para pengendali luar, yang tak pernah terjun langsung ke lapangan. Para cukong dan penadah yang berada di balik itu semua adalah orang-orang yang diuntungkan dari aksi ini.

Pada tahun 2002, perolehan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Katingan sekitar Rp 6 juta. Tahun-tahun sebelumnya tak terlalu berbeda jauh. Padahal, hutan dan cadangan hasil bumi Katingan terus dikeruk. Khususnya hutan, jika sudah rusak butuh waktu lama memperbaikinya.

Sebagai wilayah yang kaya akan hasil hutan, baik utama maupun ikutannya, Katingan belum cukup mampu menarik investor membangun industri yang mengolah hasil hutan menjadi produk bernilai tambah tinggi. Seperti kebanyakan hasil bumi lainnya yang didistribusikan masih dalam bentuk bahan baku, begitu pula kayu dan rotan Katingan. Melimpahnya produksi kurang dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi menjadi bernilai tinggi, meskipun eksploitasi tak pernah berhenti.

Bagi investor, Katingan mungkin belum cukup menarik. Apalagi posisinya yang tak terlalu jauh dari Kota Palangkaraya, ibu kota provinsi yang infrastrukturnya lebih lengkap. Terlebih, dari 11 kecamatan, baru tiga yang bisa dilalui jalan darat, sisanya melalui sungai. Akses komunikasi melalui telepon seluler pun masih terbatas sehingga mayoritas wilayah Katingan tak terjangkau sinyal.

Wilayah yang sebelah selatannya dibatasi Laut Jawa ini juga dijadikan salah satu wilayah transmigrasi bagi pendatang khususnya dari Pulau Jawa. Kecamatan yang banyak ditinggali transmigran adalah Katingan Kuala dan Mendawai. Kaum transmigran kebanyakan bercocok tanam padi dan sayur-sayuran sebagai sumber penghasilan. Kebetulan, kedua kecamatan ini adalah daerah pasang-surut yang lahannya tidak bergambut seperti umumnya kondisi tanah di Pulau Kalimantan, sehingga bisa ditanami padi maupun sayuran. Total kawasan transmigrasi di kabupaten ini 11.657 hektar.

Lapangan usaha yang cukup dominan menjadi sumber mata pencarian penduduk selain pemanfaatan hutan adalah pertanian tanaman pangan dan perkebunan, khususnya kelapa sawit dan sebagian kecil kebun karet. Sentra perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Katingan Tengah dan Pulau Malan. Kelapa sawit yang produksinya berupa tandan buah segar yang ditanam pada areal 11.655 hektar ini berpotensi menghasilkan kurang lebih 23.500 ton. Sedangkan karet, 8.362 hektar, produksinya sekitar 6.000 ton.

Meski hingga kini hutan Katingan masih menjadi kontributor utama kegiatan ekonomi penduduk, dilihat dari nilai ekonomi yang diraih tiap tahun, ada kecenderungan menurun. Pada tahun 2000 sumbangannya Rp 304,7 miliar, tahun berikutnya turun menjadi Rp 288,8 miliar. Data terakhir 2002, semakin turun menjadi Rp 276,5 miliar. Sebaliknya, sektor primer lain seperti tanaman pangan dan perkebunan kontribusinya naik cukup signifikan, di atas 10 persen.

Fenomena penurunan kontribusi lapangan usaha kehutanan di Katingan bisa jadi akan terus berlangsung. Selain karena proses perbaikan yang membutuhkan waktu cukup lama, konversi lahan hutan menjadi perkebunan, atau hutan mengalami degradasi sehingga produksi turun, bahkan menghilang. Pengisi pundi uang utama wilayah ini mungkin sudah semestinya dipikirkan sekarang. Pengembangan lapangan usaha pertanian lainnya adalah alternatif.

Palupi P Astuti/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Katingan

·

Kekayaan yang Terpendam



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS