Rubrik
Finansial
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Jawa Barat
Pemilihan Presiden 2004
Euro 2004
Politik & Hukum
Humaniora
Berita Yang lalu
Otomotif
Perbankan
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Pustakaloka
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Fokus
Pengiriman & Transportasi
Ekonomi Rakyat
Esai Foto
Wisata
Properti
Interior
Bentara
Telekomunikasi
Teropong
Jendela
Didaktika
Kesehatan
Pixel
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Pendidikan
Ekonomi Internasional
Ilmu Pengetahuan
Sorotan
Bingkai
Pergelaran
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 30 Juni 2004

Kabupaten Serdang Bedagai

HAWA panas dan kebun kelapa sawit. Dua hal itulah yang pertama kali dirasakan saat memasuki wilayah Serdang Bedagai. Sepanjang perjalanan Medan-Sei Rampah, pemandangan tidak pernah berubah, hamparan kebun kelapa sawit yang masih muda ataupun yang sudah menghasilkan. Sesekali, diselingi oleh sawah yang di tengahnya terdapat lintasan rel kereta api.

DARI dulu, wilayah yang berbatasan dengan Selat Malaka ini dikenal sebagai daerah perkebunan. Berbeda dengan kabupaten induknya, Deli Serdang, yang lebih dikenal dengan perkebunan tembakau, Serdang Bedagai hanya mewarisi perkebunan kelapa sawit, karet, kakao dan sedikit tembakau. Selain itu, daerah ini juga mendapat sebagian wilayah dataran rendah Deli Serdang di sebelah timur.

Perikanan, pertanian tanaman pangan, industri, dan perdagangan sedikit banyak mulai berkembang sebelum Serdang Bedagai memisahkan diri. Wilayah yang dilewati jalan trans- Sumatera, mengelilingi Kota Tebing Tinggi, dan berbatasan dengan Selat Malaka merupakan keuntungan tersendiri untuk modal awal pembangunan sebuah kabupaten baru.

Perkebunan di kabupaten yang dihuni oleh beragam etnis ini dikelola oleh negara, swasta, dan masyarakat. Perusahaan negara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II, III, dan IV mengelola perkebunan kelapa sawit, karet, coklat, tebu, dan tembakau yang tersebar di 11 kecamatan. Pada lahan 52.745 hektar, perkebunan negara menguasai hampir 35 persen wilayah yang didominasi kebun kelapa sawit 21.878 hektar.

Hasil perkebunan PTPN tersebut langsung ditampung industri pengolahan milik PTPN. Seperti tandan buah segar (TBS) kelapa sawit PTPN IV yang diolah menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), minyak goreng, dan margarin di Desa Adolina, Kecamatan Perbaungan. Tetapi industri pengolahan karet, coklat, tebu, dan tembakau milik PTPN tidak ada di Serdang Bedagai.

Perkebunan milik rakyat berupa perkebunan karet, kelapa sawit, kelapa, dan kakao tersebar merata di seluruh kecamatan. Namun Kecamatan Tanjung Beringin dan Pantai Cermin di pantai timur Sumatera tak memiliki karet. Umumnya mereka menanam tanaman perkebunan di lahan pekarangan. Kelapa sawit menjadi primadona karena lebih ekonomis dan menguntungkan. Produksi kelapa sawit rakyat tahun 2002 sekitar 100.000 ton TBS. Hasil kelapa sawit ini ditampung oleh industri-industri pengolahan CPO swasta. Industri-industri itu hanya mengolah menjadi produk setengah jadi dan hasilnya langsung diekspor.

Potensi warisan lainnya adalah pertanian tanaman pangan. Predikat Deli Serdang sebagai daerah utama penghasil padi harus dihapus. Sekarang, tidak hanya Deli Serdang, tetapi juga Serdang Bedagai. Dengan luas areal 40.568 hektar, wilayah ini menghasilkan 354.355 ton padi. Surplus produksi 134.115 ton didistribusikan ke daerah-daerah lain di Sumatera Utara. Hal ini ditunjang oleh areal pertanian 84.689 hektar, kondisi topografi datar, dan penduduk yang bekerja di sektor pertanian tanaman pangan 31 persen.

Sayang, manfaat surplus produksi tersebut tidak dapat dinikmati langsung oleh petani dan konsumen. Penyebabnya adalah panen raya sering kali bersamaan dengan musim hujan sehingga kualitas gabah rendah. Kemudian harga beras turun saat panen tiba yang mengakibatkan nilai tukar petani rendah. Untuk itu, diperlukan sarana penyimpanan penunda waktu penjualan. Departemen Pertanian bekerja sama dengan beberapa pemerintah kabupaten di Sumatera Utara seperti Kabupaten Simalungun, Labuhan Batu, dan Deli Serdang membangun sistem lumbung desa mandiri (LDM).

Sistem LDM membuat kepentingan petani dan konsumen terfasilitasi. Petani menyerahkan gabah kering panen ke LDM. Selanjutnya LDM melakukan penggilingan, penyimpanan, dan pemasaran hasil. Sebelum hasilnya terjual, petani bisa memperoleh uang lebih dahulu. Konsumen pun menerima beras dengan kualitas baik.

Tanaman palawija dan hortikultura juga tumbuh subur. Bahkan luas lahan kering 44.121 hektar melebihi areal sawah. Ubi kayu merupakan unggulan palawija dengan produksi terbesar 272.173 ton. Pisang barangan menjadi unggulan tanaman hortikultura yang didominasi buah-buahan, 14.388 ton. Produksi palawija dan hortikultura diolah di Serdang Bedagai. Industri kecil dan rumah tangga mengolah menjadi makanan kecil keripik ubi jalar, keripik nangka, keripik sanjai khas Sumatera Barat, dan emping melinjo. Industri kecil yang sebagian besar berlokasi di Desa Bengkel, Kecamatan Perbaungan ini cukup berkembang. Mereka sedang berupaya memasarkan produk-produk tersebut ke berbagai tempat.

Perikanan merupakan harta karun yang belum maksimal dikembangkan. Didukung oleh garis pantai 98 kilometer dan melewati lima kecamatan, seharusnya perikanan dapat lebih maju. Perkembangan perikanan budidaya payau sayangnya terbentur mewabahnya penyakit udang monodon baculo virus (MBV). Tidak sedikit tambak yang tidak terpakai dan tidak berproduksi lagi. Perikanan laut juga belum dimanfaatkan sepenuhnya. Padahal, produksi perikanan laut 25.313 ton, lebih besar dari budidaya air payau.

Produksi perikanan darat 10.027 ton tidak sebesar perikanan laut. Namun, budidaya air tawar ini patut dikembangkan lebih lanjut. Ikan lele dan nila gip merupakan ikan yang banyak dipelihara. Melihat potensi perikanan tersebut, investor swasta menanam modal di Serdang Bedagai. Industri pengolahan ikan Aqua Farm mengalengkan ikan nila. Selanjutnya komoditas ini dipasarkan ke luar negeri. Selain itu, industri di Kecamatan Pantai Cermin ini juga melakukan pembibitan ikan nila. Sayang, proses pengembangbiakan tersebut tidak bisa dilakukan di Serdang Bedagai karena ikan nila yang dikembangbiakkan di perairan air tawar Serdang hasilnya bau lumpur. Oleh karena itu, proses pengembangbiakan dilakukan di Danau Toba.

Wilayah yang dilewati trans-Sumatera ini menjadikan perdagangan makin berkembang. Aktivitas perdagangan di Kecamatan Perbaungan, Sei Rampah, dan Tebing Tinggi yang dilalui trans-Sumatera cukup ramai. Bahkan pusat perdagangan Sei Rampah ada di pinggir jalan trans-Sumatera. Deretan ruko kuno dan modern berdiri dekat sekali dengan jalan raya. Akibatnya, pada siang hari lalu lintas selalu macet.

Perkembangan perdagangan didukung pula oleh 16 persen penduduk yang bekerja sebagai pedagang, 597 usaha perdagangan besar dan 4.723 usaha perdagangan eceran. Bahkan sebelum menjadi daerah otonom, beberapa investor menanam modalnya. Seperti bangunan pertokoan Asia Bisnis Centre yang dibangun di ruas jalan Sei Rampah–Perbaungan oleh investor dari Medan.

Perdagangan akan lebih ramai lagi jika rencana pembangunan pelabuhan Bedagai dapat terwujud. Pelabuhan di Kecamatan Tanjung Beringin ini direncanakan dapat disinggahi kapal berbobot 40-50 ton. Jaraknya yang cukup dekat dengan Medan dan sentra-sentra produksi membuatnya dapat dijadikan pelabuhan laut alternatif di Sumatera Utara selain Pelabuhan Belawan dan Tanjung Balai Asahan.

M Puteri Rosalina/Litbang Kompas

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Serdang Bedagai

·

Rakyat Betul-betul Merindukan Pembangunan



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS