Rubrik
Finansial
Berita Utama
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Jawa Barat
Pemilihan Presiden 2004
Euro 2004
Politik & Hukum
Humaniora
Berita Yang lalu
Otomotif
Perbankan
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Dana Kemanusiaan
Pustakaloka
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Swara
Makanan dan Minuman
Fokus
Pengiriman & Transportasi
Ekonomi Rakyat
Esai Foto
Wisata
Properti
Interior
Bentara
Telekomunikasi
Teropong
Jendela
Didaktika
Kesehatan
Pixel
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Pendidikan
Ekonomi Internasional
Ilmu Pengetahuan
Sorotan
Bingkai
Pergelaran
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 30 Juni 2004

Rakyat Betul-betul Merindukan Pembangunan

MEMASUKI beberapa desa di Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, tidak terlihat ada sesuatu yang baru. Bahkan, suasana kehidupan masyarakat yang terekam terkesan belum menunjukkan bahwa mereka sudah terpisah dari Kabupaten Deli Serdang.

Padahal, jarak desa-desa di kabupaten tersebut terhitung masih dekat dengan ibu kota kabupaten, Sei Rampah. Seluruh desa-desa itu masih seperti aslinya.

Sejak dimekarkan dari kabupaten induknya Kabupaten Deli Serdang pada 7 Januari 2004, Kabupaten Serdang Bedagai sampai sekarang masih berkutat pada pembentukan struktur teknis pemerintahannya. Oleh karena itu, dapat dibayangkan masih banyak sektor kehidupan masyarakat yang belum tersentuh pembangunan di kabupaten seluas 1.900,22 kilometer persegi itu. Padahal, rakyat betul-betul sangat merindukan pembangunan yang bisa mendongkrak kehidupan dan pendapatan mereka.

"Memang, pemekaran Serdang Bedagai dari Deli Serdang masih baru. Tetapi, kita ini kan maunya pemerintah yang baru segera memerhatikan rakyatnya dengan intensif. Sudah lama kita butuh pembangunan di desa ini," kata Suryadi, warga Desa Pematang Cermai, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai, belum lama ini.

Hamparan sawah yang tidak dapat ditanami karena tidak berpengairan merupakan pemandangan sedih penduduk Tanjung Beringin sejak puluhan tahun silam. Ketiadaan irigasi menjadi momok bagi para petani di Sergai. Bayangkan, dari 40.568 hektar areal persawahan di sana, baru 1.731 hektar yang mendapat air dari irigasi teknis. Sisanya, mengandalkan pengairan sederhana. Bahkan, sekitar 8.628 hektar tidak terairi sama sekali sehingga petani harus pasrah menanti musim hujan.

Padahal, data Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai 2004, menyebutkan, sektor persawahan memproduksi 354.355 ton gabah pada tahun 2003. Di urutan kedua, tanaman ubi kayu merupakan komoditas pertanian unggulan karena minimnya irigasi. Produksi ubi kayu ini pada tahun 2003 mencapai 272.173 ton dengan areal 12.729 hektar.

Camat Tanjungberingin Nina Deliana mengatakan, ketiadaan irigasi di wilayahnya menyebabkan produktivitas petani masih rendah. Padahal, sektor pertanian sedang diupayakan untuk menjadi primadona Serdang Bedagai sejak dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang.

"Padahal sudah lama masyarakat di sini berharap agar irigasi segera dibangun. Tetapi, sekarang sedang kami usulkan ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Serdang Bedagai. Mudah-mudahan di Tanjungberingin dapat dibangun satu irigasi teknis," kata Nina.

Sejak memasuki wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dari Medan, pemandangan kebun kelapa sawit terhampar sampai ke arah Kota Tebing Tinggi. Namun, jangan harap di antara perkebunan tersebut ada yang milik rakyat.

Luas perkebunan sawit rakyat di Serdang Bedagai tercatat 24.447 hektar, sedangkan perkebunan besar menguasai areal seluas 74.700 hektar. Soal kondisi tanaman sawit antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar sudah tentu berbeda.

Perkebunan kelapa sawit milik rakyat, pada umumnya tidak terawat dengan baik dan hanya dirawat sekadarnya.

Sejak zaman Belanda, hampir seluruh areal kebun sawit tersebut dimiliki oleh perkebunan besar, di antaranya PT Perkebunan Nusantara III, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera, dan PT Socfindo.

Perkebunan–perkebunan tersebut memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap perkembangan Sergai. Setidaknya, ribuan orang karyawan dan buruh lepas yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan perkebunan tersebut mampu memutar perekonomian.

Sektor pertanian dan perkebunan merupakan andalan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serdang Bedagai untuk mempercepat pembangunan. Namun, tentu saja untuk potensi perkebunan pemkab mengandalkan lahan berstatus tanah negara seluas 63.163 hektar, terluas di sana. Sementara untuk perkebunan yang telah ada saat ini memakai areal dengan status hak guna usaha (HGU) seluas 78.699 hektar.

Kabupaten yang saat ini berpenduduk 579.499 jiwa, yang tersebar di 237 desa dan satu kelurahan pada 11 kecamatan, memiliki keragaman etnik. Etnik yang tinggal di sana di antaranya Etnik Melayu, Jawa, Batak Toba, dan Batak Karo. Mereka hidup berdampingan dengan kepadatan 305 jiwa setiap kilometer persegi. Mayoritas penduduk Serdang Bedagai bekerja sebagai petani, yaitu sekitar 103.155 jiwa.

Salah satu upaya Serdang Bedagai untuk meningkatkan pendapatan asli daerah adalah dengan melegalkan penangkaran walet. Bangunan penangkaran walet tidak sulit ditemukan di Sergai. Sejak di pinggir jalan negara Medan-Sei Rampah, maupun di pedalaman.

Pemkab Serdang Bedagai memungut pajak dari para pengusaha penangkaran walet berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2003. Dengan dilegalkannya penangkaran walet, para pengusaha dapat menjalankan usaha mereka dengan tenang, bangunan penangkaran walet pun tertata rapi. Pada akhirnya Pemkab Serdang Bedagai akan memperoleh pendapatan yang lumayan. (Hamzirwan)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Serdang Bedagai

·

Rakyat Betul-betul Merindukan Pembangunan



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS