Rubrik
Berita Utama
Finansial
International
Metropolitan
Naper
Nusantara
Bisnis & Investasi
Opini
Olahraga
Jawa Tengah
Politik & Hukum
Humaniora
Pemilihan Umum 2004
Berita Yang lalu
Pustakaloka
Otonomi
Audio Visual
Rumah
Teknologi Informasi
Fokus
Jendela
Otomotif
Furnitur
Agroindustri
Musik
Muda
Dana Kemanusiaan
Makanan dan Minuman
Pergelaran
Didaktika
Ekonomi Rakyat
Swara
Wisata
Sorotan
Teropong
Pendidikan
Ekonomi Internasional
Esai Foto
Perbankan
Pengiriman & Transportasi
Investasi & Perbankan
Pendidikan Dalam Negeri
Kesehatan
Bahari
Telekomunikasi
Ilmu Pengetahuan
Pixel
Bingkai
Bentara
Properti
Pendidikan Luar Negeri
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Otonomi
Rabu, 04 Februari 2004

Menjual Tapak Kaki MacArthur di Morotai

MENJUAL Kabupaten Halmahera Utara di Provinsi Maluku Utara untuk go international jauh lebih mudah daripada menjual daerah-daerah lain di Indonesia. Apalagi kalau memang benar Indonesia mau bersungguh-sungguh melepaskan diri dari keterikatan pada paradigma sentralisme Jakarta dan Jawa pada umumnya, sebetulnya Halmahera Utara dengan primadonanya, Pulau Morotai, dapat dijadikan pintu bagi masuknya penanaman modal ke Kawasan Timur Indonesia.

Bagi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Pulau Morotai memiliki arti sangat penting, khususnya saat AS hendak melancarkan serangan balasan yang menentukan terhadap seluruh kepentingan Jepang di Filipina dan Korea di era perang Pasifik (1941-1945). Pulau Morotai dijadikan tempat konsolidasi ratusan ribu pasukannya: darat, laut, dan udara.

Dalam kesendirian dan kesunyian di bibir Samudra Pasifik, tak satu pun warga Morotai menduga sebelumnya bahwa negerinya telah masuk dalam skenario inti perang Pasifik. Mereka sedikit pun tidak tahu bahwa mereka telah menjadi bagian dari dendam dan tekad I shall return-nya Panglima Divisi VII AS Jenderal Douglas MacArthur.

Warga Morotai hanya mampu terkejut bercampur takut dan kagum ketika menyaksikan gelombang ratusan pesawat terbang Sekutu yang meraung-raung memecah kesunyian malam pada bulan September 1944. Raungan yang menggelegar angkasa malam Morotai saat itu dirasakan penduduk bagaikan hendak kiamat.

Pada saat bersamaan ratusan kapal perang ukuran besar, sedang, dan kecil memenuhi pantai Tanjung Dahegila, Morotai Selatan. Sejak itu pula, dalam tempo tiga bulan, Sekutu menyulap Morotai menjadi sebuah pulau militer. Penaklukan Morotai berlangsung tanpa perlawanan berarti dari Jepang, yang hanya menempatkan segelintir pasukan di daerah itu.

Konsentrasi pasukan Jepang yang diperkirakan 200.000 orang bukan di Morotai, tetapi di pantai timur Halmahera. Namun, karena sistem persenjataan Jepang ketika itu amat sederhana bagi Sekutu yang sistem persenjataannya lebih modern, kehadiran 200.000 tentara Jepang itu nyaris tak ada artinya.

Satu-satunya kontak senjata langsung Sekutu dengan Jepang terjadi di Wayabula, pantai barat Morotai. Dalam peristiwa itu, ratusan tentara Jepang tewas.

Sulitnya pasukan Jepang menerobos ke Morotai karena di sekeliling pantai pulau itu Sekutu menebar bom-bom ranjau laut. Itu memang telah dipersiapkan untuk menangkal terobosan pasukan berani mati Jepang yang bermarkas di sepanjang pantai Teluk Kao dan Malifut, pantai timur Halmahera, atau sekitar 40 mil arah barat dan selatan Morotai.

Dalam tempo tiga bulan, Tanjung Dahegila sepanjang 18 kilometer menjadi pusat permukiman tentara. Hutan-hutan kecil dan padang ilalang ditebas dan dipasangi tenda.

Tank-tank dan jip Wilis yang terkenal mampu menjelajah medan sesulit apa pun ketika itu memenuhi setiap sudut Morotai. Sebelum pesawat mendarat, terlebih dulu pasukan zeni dengan beragam peralatan besar meratakan padang ilalang lalu secara serempak meletakkan jutaan besi-strip baja untuk landasan darurat.

Sekutu ketika itu sekaligus membangun 12 landasan darurat, panjang 2.700 meter (m) dan lebar 40 m. Lalu, tujuh landasan di antaranya dikeraskan dengan batu-batu karang bercampur minyak hitam, dan sisanya dipasangi air strip (pelat besi berlubang ukuran 1,5 x 0,5 m) yang berfungsi sebagai landasan darurat.

Karena angka tujuh itu kemudian seluruh landasan angkatan perang Sekutu di Morotai hingga kini populer dengan sebutan Pitu strip. Sedikitnya, Sekutu menempatkan 3.000 pesawat tempur, pesawat angkut, dan pengebom; serta 63 batalyon tempur di Morotai.

PULAU Morotai, sebuah pulau kecil paling utaradi kawasanKepulauan MalukuUtara. Pulauseluas 2.476km>jmp-2008m<>kern 198m<>h5020m,0<>w 5020m<2>jmp0m<>kern 200m<>h8333m,0<>w 8333m< ini menyimpan banyak kenangan pahit-manisnya tentara Sekutu (AS, Inggris, Australia, Kanada, dan lain-lain).

Setelah menelan pil pahit, kalah total dari Jepang di Pearl Harbor, Agustus 1941, dan terpukul mundur dari Filipina tahun 1942, AS berjanji akan menebusnya kembali. Jenderal MacArthur bahkan sebelum meninggalkan Filipina mengucapkan sumpahnya yang sangat terkenal, "I shall return" (saya akan kembali).

Dan memang, dengan strategi lompat katak, MacArthur berhasil menebus kekalahannya atas Jepang. Dari Filipina, MacArthur mundur ke pulau-pulau karang Australia. Dari sana ia bagaikan katak melompat ke Guadakanal, Kepulauan Salomon. Selanjutnya, pahlawan perang Pasifik AS itu memimpin pasukannya berjingkrak ke Kepulauan Marshall dan Kepulauan Mariana.

Sebelum memasuki Filipina, sang maestro perang Pasifik itu mengonsolidasikan pasukannya, Divisi VII Angkatan Perang AS, di Pulau Morotai. Setelah merebut kembali Filipina dari tangan Jepang, MacArthur menusuk langsung ke jantung pertahanan Jepang, Iwojima dan Okinawa.

Dalam ukuran waktu, kehadiran Divisi VII AS lengkap dengan para tentara sekutunya di Morotai terbilang tidak lama, hanya beberapa bulan. Namun, kehadiran MacArthur yang relatif singkat itu kini mampu membangunkan nostalgia masa lalu yang penuh dengan kenangan pahit manis.

Inilah yang membuat Morotai jauh lebih mudah dijual, apalagi jika menjualnya dengan memanfaatkan nama besar Jenderal MacArthur. Paling kurang, lewat jualan cerita-cerita lama yang penuh nostalgia, Indonesia bisa meraih dan menyedot wisatawan AS, termasuk Jepang sebagai bekas lawan perangnya. Dan, kalau saja sisa-sisa mesin Perang Dunia II itu masih tertinggal dan tertata rapi, bukan tidak mungkin bakal menjadi sajian pariwisata sangat menarik lewat kampanye menelusuri "Tapak-tapak kaki MacArthur di Morotai". (freddy roeroe)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

Kabupaten Halmahera Utara

·

Menjual Tapak Kaki MacArthur di Morotai



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS