Pelestarian Lingkungan Ribuan Pohon Ditebang Setiap Bulan
Purwakarta, Kompas - Ribuan pohon ditebang setiap bulan dan digunakan sebagai bahan bakar industri genteng dan keramik. Konsumsi kayu terus meningkat karena sebagian besar pabrik yang masih bertahan beralih dari bahan bakar minyak ke kayu bakar.
Di Kabupaten Purwakarta, dari 147 pabrik genteng yang bertahan pada tahun 2005, 13 pabrik di antaranya menggunakan minyak tanah. Namun, kini jumlahnya turun menjadi 50-an pabrik yang sebagian besar menggunakan kayu bakar, dan hanya lima yang masih menggunakan minyak. Setiap pabrik rata-rata membakar sebanyak minimal dua kali seminggu, atau delapan kali per bulan.
Setiap pembakaran membutuhkan kayu sekitar 14 meter kubik. Maka, dengan 50 pabrik, dibutuhkan kayu sebanyak 5.600 meter kubik. Jika satu pohon bisa menghasilkan 2-3 meter kubik kayu, maka dibutuhkan 1.866 hingga 2.800 batang pohon setiap bulan. Jumlah itu belum termasuk konsumsi kayu untuk industri keramik di Purwakarta, yang pada tahun 2005 terdapat sekitar 285 unit usaha.
"Pascakenaikan (harga) BBM, sebagian besar pabrik genteng tutup atau beralih ke kayu bakar. Namun, tetap saja sulit karena kayu bakar semakin lama semakin langka dan harganya juga terus naik," ujar Opo Mustopa, Kepala Litbang Genteng dan Bata Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Purwakarta, pekan lalu.
Dengan beralihnya sejumlah industri ke bahan bakar kayu, lanjut Opo, jumlah pohon dan luas hutan semakin berkurang. Dalam jangka panjang itu akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah.
Semakin berkurang Melambungnya ongkos bahan bakar dan sejumlah komponen produksi membuat pengusaha semakin sulit. Pasalnya, kenaikan tersebut tidak diikuti dengan kenaikan harga jual produk dan pemasaran yang stabil. Akibatnya, pabrik-pabrik mulai menghentikan produksinya.
Pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu, lebih dari 75 persen pabrik di sentra industri genteng di Kabupaten Purwakarta berhenti berproduksi. Pengusaha rugi karena hasil penjualan tidak bisa menutupi ongkos produksi.
Akibat berhentinya produksi, jumlah tenaga kerja yang terserap di industri tersebut juga berkurang lebih dari 50 persen. Dari 3.269 tenaga kerja yang tercatat pada awal tahun 2005, kini hanya sekitar 1.500 pekerja yang tersisa.
Opo Mustopa menambahkan, tutupnya sejumlah pabrik itu karena pengusaha sudah tidak mampu lagi menanggung ongkos produksi yang melambung pascakenaikan harga BBM. Sementara permintaan cenderung fluktuatif dan harga jual sulit naik. (MKN)