A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
Hendarman Supandji, Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  P E J A B A T
 ► Pejabat
 ► Presiden
 ► MA
 ► Bepeka
 ► MK
 ► Kabinet
 ► Departemen
 ► Badan-Lembaga
 ► Pemda
 ► BUMN
 ► Purnabakti
 ► Asosiasi
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► Pernikahan
 ► In Memoriam
 ► Majalah TI
 ► Redaksi
 ► Buku Tamu
 

 


 
  C © updated 06052005  
  Hendarman Supandji, Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  
  ► e-ti/gatra  
  Nama:
Hendarman Supandji
Lahir:
Klaten, 6 Januari 1947
Isteri:
Dr Sri Kusumo Amdani DSA MSc
Pendidikan:
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1972
Tugas/Karir:
- Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, 1979-1981
- Pusat Operasi Intelijen Kejaksaan Agung, 1982-1983
- Diperbantukan di Badan Koordinasi Instruksi Presiden untuk masalah narkotika dan diperbantukan di Botasupal Bakin, 1984-1985
- Kepala seksi penanggulangan tindak pidana umum intelijen Kejaksaan Agung, 1985-1990
- Atase Kejaksaan di KBRI Bangkok, 1990-1995
- Pusdiklat Kejaksaan Agung, 1995-1996
- Asisten Perdata dan TUN di Kejati Palembang, 1996-1997
- Staf khusus Jaksa Agung, 1998
- Kepala Biro Keuangan Kejaksaan Agung, 1998-2002
- Jaksa tinggi di DIY, 2002-2004
- Sekretaris Jaksa Agung Muda Pengawasan 2002-2004
- JAM Pidsus April 2004 - 7 Mei 2007
- Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor), 5 Mei 2005-7 Mei 2007
- Jaksa Agung RI, 7 Mei 2007-sekarang

Tulisan:
Meningkatkan wibawa peradilan dalam rangka mengurangi pelecehan hukum oleh Hendarman Supandji, Lembaga Ketahanan Nasional, 2000
Sumber:
Dari berbagai sumber terutama Kompas, 6 Mei 2005
 
     

 

Hendarman Supandji

Berantas Yes, Korupsi No!

Hendarman Supandji, Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiItulah motto Hendarman Supandji, Jaksa Agung yang menggantikan Abdul Rahman Saleh dalam resuffle kabinet 7 Mei 2007. Sebelumnya dia menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus yang juga menjabat Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tim ini terdiri dari Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan BPKP.

 

HENDARMAN SUPANDJI
Pria low profile yang dikenal dekat dengan wartawan ini sangat terkenal di tengah upaya Presiden SBY memberantas korupsi. Posisi terakhirnya adalah Plt Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) yang berkantor di Gedung Bundar, kantor jaksa penyidik korupsi.
Dia juga ditunjuk SBY untuk merangkap jabatan sebagai Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) di lingkungan pemerintahan. Jabatan ini berakhir 2 Mei 2007.
Hendarman lahir di Klaten 6 Januari 1947. Suami Dr Sri Kusumo Amdani DSA MSc ini adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tahun 1972. Sesuai keahliannya, SBY memplot Hendarman sebagai Jaksa Agung, menggantikan Abdul Rahman Saleh.
 

Ketua Timtas Tipikor
Naik Pangkat Menjadi Jaksa Agung
Tidak banyak jaksa karier yang akhirnya menduduki posisi bergengsi, Jaksa Agung. Selain (alm) Singgih, Sudjono Ch, (alm) Baharuddin Lopa, dan MA Rachman, Hendarman Supandji menjadi bagian "kelompok langka" itu setelah Presiden Yudhoyono mengangkatnya sebagai figur baru Jaksa Agung hasil reshuffle jilid II yang diumumkan kemarin.
Dua tahun belakangan, nama Hendarman memang benar-benar moncer. Pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 6 Januari 1947, ini telah mencuri perhatian publik atas sepak-terjangnya memberantas korupsi.
April 2005, Hendarman dilantik menjadi JAM Pidsus. Sejak saat itu, kehidupan suami Sri Kusumo Amdani ini makin sibuk. Dia harus memantau langsung perkembangan penyidikan kasus korupsi di Kejagung. Belum lagi dia juga harus memimpin Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tim taktis lintas instansi (Kejagung, Polri, dan Badan Pemeriksa Keuangan) yang dibentuk Presiden pada 2 Mei 2005 untuk membantu pengusutan kasus-kasus korupsi di BUMN, departemen, dan memburu koruptor yang menghindari proses hukum. (Jimmy Radjah)
 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus yang juga ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Hendarman Supandji juga menjadapat posisi baru di kabinet. Ia akan menjabat sebagai Jaksa Agung yang baru. Sarjana hukum Universitas Diponegoro, Semarang, ini, lahir di Klaten, Jawa Tengah, 6 Januari 1947. Hendarman mengawali karirnya di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sebagai jaksa. Karirnya terus meningkat hingga 1985. Ia menjabat sebagai Atase Kejaksaan di Kantor Kedutaan Besar RI di Bangkok, Thailand. Lima tahun di Bangkok, Hendarman ditarik pulang. Sebelum menjabat sebagai ketua Timtas Tipikor, ia pernah menjadi jaksa tinggi di Yogyakarta.
Selama berkarir sebagai jaksa, Hendarman pernah mendapat penghargaan sebagai pegawai yang rajin dan jujur dari atasannya. Sementara di kalangan wartawan, Hendarman dikenal sebagai seorang jaksa yang lugas dan tidak banyak bicara.(BEY)
 

Hendarman Bersyukur, Arman Legawa

Hendarman Supandji mengucapkan terima kasih kepada presiden yang menunjuknya sebagai jaksa agung menggantikan Abdul Rahman Saleh. Sebaliknya, Arman Ðsapaan Abdul Rahman SalehÐ yang notabene mantan atasan Herdarman saat menjabat JAM (Jaksa Agung Muda) Pidana Khusus mengaku legawa atas pemberhentiannya.

Arman, Hendarman, dan jajaran eselon I Kejaksaan Agung kemarin tampak kompak. Mereka menonton bersama pengumuman susunan kabinet baru di ruang pertemuan di lantai II Gedung Kejagung.

Seusai resmi ditunjuk sebagai jaksa agung, Hendarman dengan didampingi Arman juga menggelar rapat terbatas yang dihadiri Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin dan para JAM. Di antaranya, JAM Intelijen Parmono, JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Alex Sato Bya, dan JAM Pidana Umum (Pidum) A.H. Ritonga.

"Dalam rapat terbatas, saya merumuskan program (sebagai jaksa agung) ke depan," kata Hendarman saat dicegat wartawan kemarin.

Alumnus Fakultas Hukum Undip (Universitas Diponegoro) itu lantas membeberkan program kerjanya. Sebagai langkah pertama, jaksa kelahiran Klaten itu akan mengonsolidasikan ke dalam, khususnya memantapkan pelaksanaan dasar-dasar etika profesi jaksa. "Dasar-dasar pembaruan kejaksaan yang ditanamkan Abdul Rahman Saleh akan kami aplikasikan secara tegas dan konsekuen," ujarnya mantap.

Ditemui pada acara yang sama, Arman mengaku legawa atas pemberhentiannya sebagai jaksa agung. "Alasan (pemberhentian)-nya bagus semua. Masak saya menolak. Saya ini orang matang," kata Arman seusai pengumuman reshuffle di gedung Kejagung kemarin.

Menurut pria kelahiran Pekalongan itu, SBY sebenarnya berat mencopot dirinya. Selama dua setengah tahun kinerjanya, SBY menilai banyak perubahan dan tidak ada komplain. Dia juga dinilai telah banyak membantu pemberantasan korupsi dan melaksanakan pembaruan kejaksaan, baik di pusat maupun di daerah.

"Tetapi, beliau (SBY) mengatakan, tantangan pekerjaan terlalu kompleks dan berat. Jadi, beliau dengan berat hati ingin meremajakan (kejaksaan)," katanya.

Arman menambahkan, SBY terkesan dengan integritasnya memimpin kejaksaan. Karena itu, SBY meminta dirinya tetap membantu pemerintah dalam pos jabatan lain. "Apa pos (jabatan) itu sedang dipikirkan," kata mantan hakim agung itu. (pri/aku/agm)

Senin, 7 Mei 2007, 16:01:24 WIB
Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu

Hendarman Supandji memberi keterangan pers didampingi Jubir Presiden, Andi Mallarangeng, usai bertemu Presiden SBY di kediaman Cikeas, Bogor, Sabtu (5/5) siang. (foto: mita/presidensby.info)Cikeas, Bogor: Pejabat kedua yang memenuhi undangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kediaman Puri Cikeas Indah, Bogor, Sabtu (5/5) siang adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus yang juga Ketua Timtas Tipikor, Hendarman Supandji. “Saya tadi dipanggil menghadap Bapak Presiden, dievaluasi kinerja saya selama menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dan Ketua TimtasTipikor. Kemudian di dalam evaluasi itu, Presiden memberikan satu petunjuk agar diteruskan penegakkan hukum khususnya pemberantasan korupsi, jangan melakukan tindakan sampai bersalah pada tingkat penyidikan penuntutan sampai kepada penyelesaian perkara, “ kata Hendarman kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden pada pukul 11.55 WIB.

“Pegang teguh asas praduga tak bersalah dan jangan didalam penegakkan hukum itu menimbulkan masalah baru. Dan kami juga melaporkan hasil –hasil yang dicapai oleh Timtas Tipikor, “ tambahnya. Ditanya wartawan, mengenai posisi apa yang ditawarkan kepada dirinya dalam Kabinet Indonesia Bersatu, Hendarman menjawab, Presiden tidak mengatakannya secara langsung. “Bapak Presiden tidak menyebutnya, hanya disampaikan oleh Bapak Presiden, nanti tolong dibantu dalam penegakkan hukum, “ katanya menutup keterangannya. (nnf/mit)
Hendarman Supandji


Setelah Abdurrahman Saleh, Hendarman Supandji SH CN adalah awak Kejaksaan Agung yang populer belakangan ini. Namanya melejit setelah berhasil menyeret bekas Direktur Utama Mandiri ECW Neloe masuk bui. Keterlibatan Neoloe dalam kasus kredit macet Bank Mandiri berhasil diungkapnya saat ia baru satu bulan menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) pada 25 April 2005.

Karena dianggap mumpuni menelisik kasus korupsi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkatnya jadi Ketua Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) pada 4 Mei lalu. Ia memimpin 50 anggota tim yang terdiri dari Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Tak berapa lama, ia kembali membuat gebrakan dengan mengungkap kasus penyelewengan Dana Abadi Umat di Departemen Agama. Bekas Menteri Agama era bekas Presiden Megawati Soekarnoputeri, Sayyid Aqil Husein al-Munawar kini harus menyandang status tersangka karena sepak terjang Hendarman ini.

Lelaki kelahiran Klaten, 6 Januari 1947 ini mengaku bisa terjun ke dunia hukum berkat dorongan kedua orang tuanya. Hendarman sendiri sesungguhnya ingin jadi tentara angkatan laut atau menekuni bidang teknik sipil. Lantaran sering sakit-sakitan, kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai dokter memintanya untuk menjajaki bidang hukum.

Untuk memenuhi keinginan orang tua ini, Hendarman akhirnya ‘menetap’ di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, setelah sebelumnya sempat kuliah di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya selama dua tahun. Diselingi keinginan untuk mundur dari studi karena tak sesuai dengan nurani, Hendarman akhirnya mampu menyelesaikan kuliahnya pada 1973. Pada tahun yang sama, Hendarman muda terdaftar sebagai pegawai baru di Kejaksaan Agung. Setahun kemudian ia pun diangkat menjadi jaksa dan langsung ditempatkan di Balikpapan.

Setelah menjadi jaksapun, Hendarman masih berkeinginan mundur dari dunia hukum. Ia bahkan sempat mengakui ketidaksanggupannya untuk terus menjadi jaksa kepada ibunya pada umur 32 tahun. Hendarman mencari jalan keluar dengan mendatangi bekas dosennya, Prof. Satjipto Rahardjo . Ia mengutarakan niatnya untuk keluar dari lingkungan kejaksaan dan bisa bekerja sebagai dosen di Undip. Namun, Sadjito menolak keinginan Hendarman dan menyarankan agar dia meneruskan perjuangannya di kejaksaan. Dengan berbagai pertimbangan dari Sardjito, Hendarman akhirnya memutuskan untuk mendalami bidang hukum dan meneruskan sekolah notariat.

Selama 32 tahun menenggelamkan diri dalam lingkungan kejaksaan, Hendarman pernah ‘mencicipi’ beberapa posisi seperti Atase Kejaksaan di KBRI Bangkok (1990-1995), Asisten Perdata dan TUN di Kejati Palembang (1996-1997), Staf khusus Jaksa Agung (1998), Kepala Biro Keuangan Kejaksaan Agung (1998-2002), Jaksa tinggi di DIY dan Sekretaris Jaksa Agung Muda Pengawasan sebelum dipilih menjadi JAM Pidsus. Meski sempat mengeluhkan ketidaksukaannya pada bidang hukum, Hendarman pernah menyabet penghargaan dari Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur sebagai pegawai yang rajin dan jujur di awal karirnya.
Mengenai pengangkatannya sebagai JAM Pidsus, Hendarman mengaku sempat tidak menyangka. Jika bukan seorang Abdurrahman Saleh yang memintanya, ia kemungkinan besar menampik jabatan itu. Pasalnya, selama di kejaksaan ia banyak berkecimpung di bagian intelijen dan pembinaan, yang notabene hanya ‘bermain di silayah sumber daya manusia kejaksaan. Sementara, jika ia terjun ke pidana khusus, ia harus memeriksa orang, bagian yang dari awal ingin ia jauhi. Namun, apa nyana, sang atasan tetap bersikukuh dengan keputusannya untuk mengangkat Hendarman menjadi JAM Pidsus. “Karena itu perintah pimpinan, saya mensyukuri saja apa yang menjadi kehendak pimpinan. Mungkin pimpinan lebih tahu saya mungkin cocok di tempat itu,” ujarnya dalam suatu wawancara dengan sebuah harian nasional.

Rupanya pilihan Abdurrahman Saleh tidak salah. Dalam sekejap, Hendarman memperlihatkan kualitasnya sebagai seorang JAM Pidsus. Neloe, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan Pugeg, dan Corporate Banking Director M. Sholeh Tasripanyang tengah meringkuk di ruang tahanan Kejaksaan Agung adalah bukti kerja kerasnya.

Karena prestasinya ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempercayakan Timtaas Tipikor ke tangannya. Bentuk kepercayaan yang berbuah manis. Setelah sebelumnya menyebut ada dua departemen dan tiga BUMN yang tengah dalam perhatiannya, tek berapa lama terkuaklah kasus dana haji di Departemen Agama.

Presiden sendiri membentuk lembaga ini untuk mengintensifkan upaya Presiden memimpin langsung pemberantasan korupsi. Karenanya, Tim Tas Tipikor melaporkan kegiatannya langsung kepada Presiden, dengan tembusan kepada Jaksa Agung, Poldi dan BPKP. Saat pelantikan, Presiden langsung memerintahkan Tim Tas Tipikor untuk langsung mengambil langkah hukum atas 16 BUMN, empat departemen, tiga pihak swasta dan 12 koruptor yang melarikan diri ke luar negeri.

Atas permintaan ini, Herdaman langsung mengungkapkan rencananya ke[pada Presiden tentang "pembersihan" dari dalam lingkungan istana, seperti di lingkungan Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara. Untuk memastikan kesungguhan Presiden dalam memberantas korupsi, ia sempat bertanya kepada SBY, ““Seandainya di dalam menjalankan tugas itu, saya menemukan keterlibatan teman Bapak Presiden, sahabat Bapak, atau pembantu Bapak, apa yang akan Bapak Presiden lakukan?”, tanya Hendarman tanpa basa-basi. “Silakan jalan terus. Saya tidak pernah akan intervensi,” jawab Presiden singkat. Di kemudian hari dalam tugasnya, ia memegang betul ucapan Presiden ini.

Dalam Tim Tas Tipikor, Herdaman diberi otoritas memimpin upaya penyelidikan, penyidikan, penangkapan pelaku, hingga dan penuntutan terhadap kasus pidana korupsi. Tim pimpinannya juga berhak mengamabkan aset dalam rangka mengembalikan kerugian keuangan. Untuk tugas yang satu ini, Herdaman dibantu oleh BPK, KPK, PPATK, dan Komisi Ombudsman Nasional.

Luasnya ‘wilayah’ yang diberikan kepada Herdaman memang memungkinkannya bergerak leluasa untuk memburu para pelaku korupsi. Namun, karena hal ini pula, Herdaman harus berhati-hati terhadap ancama yang mungkin membahayakan dirinya berikut keluarganya. Suami dari Dr Sri Kusumo Amdani DSA MSc ini sadar betul kemungkinan-kemungkinan buruk yang datang dari orang-orang yang diburunya. Namun, ia berjanji itu tak akan menyurutkannya. Lawan, kata dia, harus diatasi, bukan untuk ditakuti. Pastinya, Ia akan berdoa agar Tuhan bisa melembutkan orang-orang yang menjadi lawannya itu. Istri dan kedua anaknya pun, kata dia, selalu memanjatkan doa untuk keselamatan dirinya dan seluruh keluarga.

Kesibukannya menjabat dua posisi penting di bidang hukum memang membuahkan resiko kurangnya waktu bersama keluarga. Bahkan, setelah pelantikannya sebagai JAM Pidsus, ia harus rela tinggal sendiri di rumah dinasnya, sementara sang istri tinggal di rumah pribadi mereka karena letak kantornya lebih mudah dijangkau dari situ. Bertemu pun, hanya sebulan sekali. Paling-paling, kata penyuka buku ini, saling kontak lewat sms dan telepon untuk memastikan kabar dan segala sesuatunya.
(Sri Wahyuni - Republika dan Tokohindonesia.com)

Nama :
Hendarman Supandji

Lahir :
Klaten, 6 Januari 1967

Agama :
Islam

Pendidikan :
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 1972

Karir :
- Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, 1979-1981
- Pusat Operasi Intelijen Kejaksaan Agung, 1982-1983
- Diperbantukan di Badan Koordinasi Instruksi Preside untuk masalah narkotika dan diperbantukan di Botasupal Bakin, 1984-1985.
- Kepala seksi penanggulangan tindak pidana umum intelijen Kejaksaan Agung, 1985-1990
- Atase Kejaksaan di KBRI Bangkok, 1990-1995
- Pusdiklat Kejaksaan Agung, 1995-1996
- Asisten Perdata dan TUN di Kejati Palembang, 1996-1997
- Staf khusus Jaksa Agung, 1998
- Kepala Biro Keuangan Kejaksaan Agung, 1998-2002
- Jaksa tinggi di DIY dan Sekretaris Jaksa Agung Muda
Pengawasan sebelum dipilih menjadi JAM Pidsus April (25/4) lalu, 2002-2004


Karya :
Tulisan:
Meningkatkan wibawa peradilan dalam rangka mengurangi pelecehan hukum oleh Hendarman Supandji, Lembaga Ketahanan Nasional, 2000


Keluarga :
Isteri: Dr Sri Kusumo Amdani DSA MSc

 

Hendarman Supandji

Korupsi No, Berantas Yes!

 

Itulah motto Hendarman Supandji, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, yang pada 4 Mei 2005 dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor). Tim ini beranggotakan 48 orang terdiri dari Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung), dan BPKP. Dilengkapi penasehat terdiri dari Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BPKP.

Menyadari mengemban tugas yang tidak ringan, pria yang pernah bertugas di Palembang, Yogya hingga Bangkok ini langsung memastikan kesungguhan Presiden dalam pemberantasan korupsi pada pertemuannya dengan Presiden. Ia tidak ingin pemberantasan korupsi hanya menjadi slogan belaka.

“Seandainya di dalam menjalankan tugas itu, saya menemukan keterlibatan teman Bapak Presiden, sahabat Bapak, atau pembantu Bapak, apa yang akan Bapak Presiden lakukan?”, tanya Hendarman tanpa basa-basi. “Silakan jalan terus. Saya tidak pernah akan intervensi,” jawab Presiden singkat.

Jawaban presiden yang didengarnya rupanya belum cukup memuaskannya berhubung tugas yang dipikulnya harus berurusan dengan pemberantasan korupsi dan “pembersihan” di lingkungan istana, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, empat departemen, dan 16 BUMN.

“Bapak Presiden, di dalam penegakan hukum, janganlah Bapak berstandar ganda. Bapak jangan hanya menindak mereka yang menjadi musuh-musuh Bapak, tetapi Bapak juga harus berani menindak teman, sahabat Bapak, atau saudara-saudara Bapak. Sebab, jabatan yang Bapak sandang itu tidak akan lama. Jika Bapak berstandar ganda di dalam penegakan hukum, dan bila suatu hari Bapak jatuh, pasti Bapak akan kena masalah,” kata suami Dr Sri Kusumo Amdani DSA MSc ini lagi.

Pernyataan pria sederhana kelahiran Klaten, 6 Januari 1947 ini tergolong berani. Namun, itu dilakukannya semata-mata ingin memastikan komitmen Presiden Yudhoyono di dalam pembentukan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Saya tidak mau hanya menjadi bemper. Rakyat Indonesia sudah muak dengan korupsi. Jadi, kalau saya diangkat dan dipilih memimpin tim pemberantasan korupsi ini, saya harus tahu secara pasti apa jaminan Presiden yang telah memilih kami. Saya ini tidak beban, nothing to lose, karena toh selama ini saya adalah orang yang tenggelam di kejaksaan,” ujar Hendarman menegaskan.

Niat yang tulus dan ingin sungguh-sungguh bekerja memikul tanggung jawab yang diberikan memang sudah menjadi sifat Hendarman yang selama kurang lebih 25 tahun menenggelamkan diri di Kejaksaan.

Pria yang pernah menerima penghargaan sebagai “pegawai yang rajin dan jujur” dari Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur tahun 1970-an ini pernah bertugas di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (1979-1981), Pusat Operasi Intelijen Kejaksaan Agung (1982-1983), Atase Kejaksaan di KBRI Bangkok (1990-1995), Asisten Perdata dan TUN di Kejati Palembang (1996-1997), Staf khusus Jaksa Agung (1998), Kepala Biro Keuangan Kejaksaan Agung (1998-2002), Jaksa tinggi di DIY dan Sekretaris Jaksa Agung Muda Pengawasan sebelum dipilih menjadi JAM Pidsus 25 April 2005 lalu (2002-2004).

Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang beranggotakan 48 orang ini terdiri dari unsur kejaksaan, kepolisian, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Selain Hendarman Supandji sebagai Jampidsus (sebelumnya Sesjamwas), pejabat eselon satu lainnya yang dilantik berdasarkan Keppres Nomor 61/M Tahun 2005 tanggal 21 April 2005, yakni Basrief Arief sebagai Wakil Jaksa Agung (sebelumnya Jamintel), Mochtar Arifin sebagai Jamintel (sebelumnya Sejamintel), Prasetyo sebagai Jampidum (sebelumnya Kajati Sulawesi Selatan) dan Helen Harprileni Subiantoro sebagai Jambin (sebelumnya Jamdatun) serta Alex Sato Byah sebagai Jamdatun (sebelumnya Sesjampidum). Sedangkan Jamwas tetap dijabat Achmad Lopa.

Sedangkan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Kepala Polri Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar, serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Arie Soelendro ditunjuk sebagai penasihat Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TimTasTipikor).

Tugas TimTasTipikor secara umum tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2005 yang ditandatangani Presiden Yudhoyono, 2 Mei 2005. Dalam keppres itu disebutkan, tugas TimTasTipikor melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku terhadap kasus dan atau indikasi tindak pidana korupsi.

Tugas berikutnya mencari dan menangkap pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana korupsi serta menelusuri dan mengamankan seluruh asetnya dalam rangka pengembalian keuangan secara optimal. Dalam upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat korupsi, TimTasTipikor bekerja sama dengan BPK, KPK, PPATK, Komisi Ombudsman Nasional, dan instansi pemerintahan lainnya.

TimTasTipikor, yang dibentuk untuk mengintensifkan upaya Presiden memimpin langsung upaya pemberantasan korupsi, berkewajiban melaporkan setiap perkembangan pelaksanaan tugasnya sewaktu- waktu kepada Presiden dan melaporkan hasilnya setiap tiga bulan dengan tembusan kepada Jaksa Agung, Polri, dan BPKP. Masa tugas TimTasTipikor dua tahun dan dapat diperpanjang apabila diperlukan.

Merujuk pada ketetapan rapat koordinasi pemberantasan korupsi, Presiden meminta agar segera dilakukan langkah hukum atas 16 BUMN, empat departemen, tiga pihak swasta, dan 12 koruptor yang melarikan diri ke luar negeri sebagai sasaran TimTasTipikor.

Seusai pelantikan, Hendarman Supandji mengemukakan, langkah pertama yang akan diambilnya untuk mencapai sasaran yang ditetapkan Presiden Yudhoyono adalah melakukan "pembersihan" dari dalam lingkungan istana, seperti di lingkungan Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara.

Bersamaan dengan upaya melakukan "pembersihan" dari lingkungan istana, TimTasTipikor akan menindaklanjuti sasaran lain yang dikemukakan Presiden Yudhoyono untuk dibersihkan, yaitu 16 BUMN, empat departemen, tiga pihak swasta, dan 12 koruptor yang kabur ke luar negeri. Untuk menangkap koruptor yang kabur ke luar negeri, TimTasTipikor akan bekerja sama dengan Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS yang telah menunjuk stafnya untuk melakukan pengejaran.

Berkaitan dengan dibentuknya TimTasTipikor ini, pemberantasan korupsi di Indonesia tetap ada dua jalur. Jalur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bermuara pada Pengadilan Ad Hoc Korupsi dengan kewenangan besar dan jalur biasa seperti jalur kejaksaan yang bermuara pada pengadilan umum. Kasus korupsi yang ditangani KPK akan lebih keras karena kasus korupsi yang ditangani KPK tidak bisa dihentikan penyidikannya. Sedangkan kasus korupsi yang ditangani TimTasTipikor masih boleh dihentikan penyidikannya.

Beberapa pihak mempertanyakan adanya potensi tumpang tindih tugas TimTasTipikor dan KPK. Menjawab pertanyaan ini, Hendarman Supandji menjamin bahwa tidak akan ada tumpang tindih wewenang antara tim itu dan tugas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). "Tidak ada tumpang tindih. Misalnya, jika ada kasus yang telah disebutkan presiden dan telah diperiksa KPK, saya tidak akan masuk," katanya.

Di pihak lain, Kapolri Jenderal Pol Da’i Bachtiar memastikan bahwa akan ada koordinasi yang lebih baik dalam menangani korupsi. Alasannya, selama ini KPK berada di luar pemerintah, sedangkan TimTasTipikor berada di bawah kendali pemerintah. "Ini sebenarnya memadukan antara yang ada di pemerintah dan kemudian berkoordinasi dengan KPK. Keppres kan mengatakan agar tim ini berkoordinasi dengan BPK, KPK, PPATK, Komisi Ombudsman Nasional, dan instansi pemerintah lainnya," jelasnya. ►at

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)