|
C © updated 20112005 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/kps |
|
|
Nama:
Retno Maruti
Nama Lengkap:
Theodora Retno Maruti
Gelar:
Kanjeng Mas Ayu (KMA) Kumalaningrum
Lahir:
Solo, 8 Maret 1947
Agama:
Katolik
Suami:
Arcadilus Sentot Sudiharto
Anak:
Genoveva Noiruri Nostalgia Setyowati Retno Yahnawi
Ayah:
Soesiloatmadja
Ibu:
Siti Marsiyam
Pendidikan:
= SD Pamardi Putri Solo
= SMP Negeri VI Solo
= SMEA Negeri 1 Solo
= Akademi Administrasi Niaga Solo
Pekerjaan:
= Dosen Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
= Penari dan Penata Tari
= Perias Pengantin
= Pendiri dan Pemimpin Sanggar Tari Padnecwara
Karya, al:
= Langendriyan Damarwulan (1969)
= Abimanyu Gugur (1976)
= Roro Mendut (1977)
= Sawitri (1977)
= Palgunadi (1978)
= Rara Mendut (1979)
= Sekar Pembayun (1980
= Keong Emas (1981)
= Begawan Ciptoning (1983)
= Kongso Dewo (1989)
= Dewabrata (1998)
= Surapati (2001)
= Alap-alapan Sukesi (2004)
= dan Portraits of Javanese Dance (2005)
Prestasi dan Penghargaan:
= Wanita Pembangunan Citra Adikarsa Budaya (1978)
= Penghargaan Teknologi Seni Budaya Kalyana Kretya Utama dari Menristek
BJ Habibie (1997)
= Citra Adhikarsa Budaya dari Citra Beauty Lotion dan SCTV (1994)
= Anugerah Kebudayaan dari Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan RI
(192003)
= Perempuan Pilihan dan Maestro dari Metro TV (2003)
= Nominator Women of the Year dari ANTV (2004)
= Penghargaan Akademi Jakarta 2005 untuk pencapaian dan pengabdian di
bidang kesenian/humaniora
Alamat Rumah:
Jalan Bumi Pratama I Blok 0 No. 5, Kompleks BHP, Dukuh Kramat
Jati, Jakarta Timur Telepon/Faksimile (021) 87796055
Alamat Kantor:
Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat
|
|
|
|
|
|
|
RETNO MARUTI HOME |
|
|
Retno Maruti
Maestro Tari Jawa Klasik
Retno Maruti, seniman yang memiliki daya cipta tinggi. Dia maestro tari
Jawa klasik. Penari dan kreografer ini sangat
kreatif mengembangkan tari Jawa klasik yang dianggap 'kuno' menjadi
memukau selera penonton 'modern' dalam beberapa pagelaran monumental. Selain mampu menampilkan
seni tradisi dengan suatu kedalaman rasa secara kreatif, Retno juga
berhasil melahirkan seniman dan penari klasik muda.
Perempuan bernama lengkap Theodora Retno Maruti, kelahiran Solo, 8 Maret 1947, ini bersama suaminya
yang juga penari, Arcadilus Sentot Sudiharto,
mendirikan sanggar tari Padnecwara tahun 1976. Di bawah panji
Padnecwara, Retno telah melakukan berbagai pagelaran hampir setiap
tahun.
Sebagai koreografer dan penari, dia memelihara kejujuran dalam
berkarya. Dengan kejujuran dan kreativitas itu pula dia menghasilkan
beberapa karya komposisi tari yang memadukan unsur klasik, tradisi,
dengan selera penonton modern. Di antaranya, Langendriyan Damarwulan
(1969), Abimanyu Gugur (1976), Roro Mendut (1977), Sawitri (1977),
Palgunadi (1978), Rara Mendut (1979), Sekar Pembayun (1980), Keong Emas
(1981), Begawan Ciptoning (1983), Kongso Dewo (1989), Dewabrata (1998),
Surapati (2001), Alap-alapan Sukesi (2004), dan Portraits of Javanese
Dance (2005).
Selain itu, dia juga telah melahirkan banyak seniman tari klasik muda.
Kini (2005), Padnecwara telah melahirkan generasi ketiga dengan
jumlah anggota sekitar 70 orang.
Maka pantaslah Retno Maruti menerima penghargaan Akademi Jakarta (AJ)
tanggal 10 November 2005, atas pencapaian seumur hidup dan pengabdiannya di bidang kesenian dan
humaniora. Retno terpilih dengan memperoleh skor tertinggi dari Dewan
Juri (diketuai Prof Dr Edi Sedyawati dan beranggotakan Prof Dr Taufik
Abdullah, Prof Dr Budi Darma, G Sidharta Soegijo, dan Suka Hardjana)
berdasarkan tiga kualifikasi menonjol, yaitu memiliki daya cipta yang
tinggi, mendalami dan mengungkapkan seni tradisi dengan kedalaman rasa,
dan mencetak himpunan seniman muda yang punya apresiasi tinggi dan
penguasaan atas khasanah seni klasik.
Retno menyisihkan 72 kandidat dari seluruh Indonesia setelah melewati
tahap seleksi Penerima Penghargaan Akademi Jakarta 2005 sejak Juni 2005.
Ia orang kelima yang pernah menerima penghargaan serupa sejak tahun
1975. Mereka yang sebelumnya menerima penghargaan serupa adalah Rendra
(1975), Zaini (1978), G Sidharta Soegijo (2003), Nano S dan Gusmiati
Suid (2004). Kala itu penghargaan masih dinamakan "Hadiah Seni", baru
tahun 2005 nama tersebut diubah menjadi "Penghargaan Akademi Jakarta".
Sebelumnya, perempuan Solo yang sejak usia lima tahun sudah menari,
itu telah beberapa kali menerima penghargaan atas pengabdiannya di
bidang seni. Antara lain: Wanita Pembangunan Citra Adikarsa Budaya
(1978); Penghargaan Teknologi Seni Budaya Kalyana Kretya Utama dari
Menristek BJ Habibie (1997); Citra Adhikarsa Budaya dari Citra Beauty
Lotion dan SCTV (1994); Anugerah Kebudayaan dari Departemen Kesenian dan
Kebudayaan RI (2003); Perempuan Pilihan dan Maestro dari Metro TV
(2003); Nominator Women of the Year dari ANTV (2004).
Bahkan karena berbagai pengabdiannya itu oleh Paku Buwono XII, Retno Maruti diberi
gelar Kanjeng Mas Ayu (KMA) Kumalaningrum dan suaminya Kanjeng Raden
Tumenggung (KRT) Honggodipuro.
Atas Penghargaan Akademi Jakarta itu, dosen Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian
Jakarta (IKJ), ini selain menyukurinya, juga menyebut itu
merupakan tanggung jawab dan kepercayaan yang harus dirawat dengan baik.
Dia sendiri tidak mempunyai pretensi untuk mendapatkan penghargaan atas
karya-karyanya. "Saya jalani saja. Saya tekuni itu karena saya
mencintai. Bahwa dari itu saya mendapatkan sesuatu, saya sangat
bersyukur dan berterima kasih," katanya.
Dengan mencintai dan menekuni kesenian Jawa puluhan tahun, dia mengaku
merasa dalam hidup ini lebih ada ketenangan, kedewasaan dan menambah
sikap hidup yang bijaksana.
Dia pun menyadari keterbatasannya. Sebab itu, dia pun bisa menerima
orang dengan kekurangannya. Dia sangat menyadari bahwa karya tari tidak
dilakukan sendirian. Melainkan harus menari dengan banyak orang, ada
teman-teman panggung, produksi dan perias. Juga ada wartawan dengan berbagai pujian dan kritik.
Maka, menurutnya, setiap
orang yang berkecimpung dalam bidang ini harus mempunyai dowo ususe
(panjang usus, banyak kesabaran), harus lenggono, harus mau menerima
segala kelebihan dan kekurangan. Harus terima kalau dikritik.
Dia menyadari perjalanan hidupnya sebagai penari dan penata tari tak
selalu disenangi setiap orang. Hal
mana untuk suatu karya itu belum tentu setiap orang senang. Setiap orang
mempunyai penilaian sendiri. Terutama wartawan yang bebas menulis pujian
dan kritik. Sementara banyak orang yang tidak melihat langsung
pertunjukan itu hanya membaca.
Akar Budaya Jawa
Retno belajar tari, selain dari ayahnya Susiloatmadja, juga dari RT
Koesoemokesowo, RAy Laksmintorukmi, RAy Sukorini dan Basuki Kuswarogo.
Sementara guru tembangnya adalah Bei Mardusari dan Sutarman.
Dengan bimbingan dan dukungan orang tua dan para gurunya, kemampuan
dan bakat Retno terus terasah dan berkembang. Sampai kemudian dia
mewariskan kepada generasi muda, termasuk kepada anaknya Rury Nostalgia.
Puteri Solo ini sejak kecil dekat dengan akar budaya Jawa. Saat Retno
kecil, ayahnya, Soesiloatmadja, seorang dalang, sering mengajaknya
mendalang semalam suntuk. Retno duduk di samping kotak wayang, membantu
mengambilkan tokoh wayang yang hendak dimainkan ayahnya.
Limbuk—panggilan akrab anak kedua dari tujuh bersaudara — ini
kemudian dipercayakan Sang Ayah juga mengurus perizinan dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan seni pertunjukan kesenian Jawa itu.
Pada usia lima tahun, Retno telah dimasukkan ayahnya ke perkumpulan seni
Baluwarti. Dengan amat senang, di situ ia mulai mengenal tari, gamelan,
macapat, dan suluk. Kemudian, saat kelas III SD, ia pun dibimbing RT
Kusumokisowo memmelajari tari yang berkiblat ke keraton. Juga mendapat
bimbingan dari penari terkenal Laksminto Rukmi, selir kesayangan
Pakubuwono X. Dia juga mendalami tari luar keraton, seperti ledek.
Pada saat remaja, masih di bangku SMP, Retno berkesempatan menari di
Candi Prambanan dalam pergelaran kisah Ramayana, memerankan kijang
kencana, sampai akhirnya mendapat julukan “Kijang Kencana”.
Sampai dia menamatkan SMEA di Solo, Retno sangat tekun belajar tari.
Walaupun saat itu, menari baginya hanya merupakan kesenangan. Kala itu,
dia belum terpikir bercita-cita jadi penari profesional. Dia malah
bercita-cita menjadi sekretaris. Maka, setamat SMEA, ia melanjut ke
Akademi Administrasi Negara. Sambil kuliah, dia sempat bekerja di Batik
Danar Hadi.
Kesenangannya menari ternyata merupakan proses perjalanan panjang
hidupnya menuju penari profesional. Pada tahun 1964, Retno pun
diundangan menari di New York. Setahun kemudian, dia pun terpilih
sebagai salah satu penari dalam misi kepresidenan ke Jepang.
Sepulang ke Tanah Air, dia pun meningkatkan kesungguhan menggeluti
tari. Dia mulai mencipta tari Langendriyan Damarwulan (1969). Disusul
karya tari Jawa klasik lainnya yang dipagelarkan secara monomental.
Selain menari dan mengajar tari Jawa klasik di Institut Kesenian
Jakarta, Retno juga seorang perias pengantin. Sebelumnya, dia pernah
kursus rambut pada Rudy Hadisuwarno, dan kursus make up pada Martha
Tilaar.
Di tengah kesenangan dan kreativitasnya menari, Retno menikah dengan
sesama penari yang sudah dikenalnya sejak kecil, Sentot Sudiharto, di
Osaka Jepang. Pasangan ini dikaruniai satu anak, Genoveva Rury
Nostalgia. Sejak kecil, Sang Anak, diperkenalkan pada seni budaya. Walau
bukan berarti anaknya diharuskan menjadi penari. Namun, kebetulan
anaknya juga senang pada tari dan belajar menjadi koreografer.
Keberhasilan dalam perjalanan karirnya, bukannya tanpa tantangan. Retno
bahkan sempat kecewa dengan dunia tari. Pasalnya, melihat kenyataan
banyak anak muda yang lebih senang dan mudah menerima jenis tari
kontemporer. Sangat susah mencari anak muda yang tertarik tari tradisi.
Sehingga, dosen IKJ ini sangat khawatir tak ada yang melestarikan
tari tradisi, khususnya tari Jawa klasik. Tapi, kemudian kenyataan itu
malah makin memacunya berusaha keras mengembangkannya dan melahirkan
tari sampai akhir hayat. Retno bertekad mewariskan dan mengasah
kemampuan menari kepada anak-anak didiknya di Sanggar Padnecwara, dan di
Taman Ismail Marzuki, serta di Institut Kesenian Jakarta. ►e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Akademi Jakarta
Akademi Jakarta adalah sebuah Dewan Kehormatan bagi seniman dan
budayawan sekaligus Dewan Penasihat bagi Gubernur DKI Jakarta di bidang
seni dan budaya.
Keanggotaan Akademi Jakarta terdiri dari mereka yang sudah berusia 49
tahun ke atas, dan diangkat seumur hidup. Kecuali bila kesehatan fisik
maupun psikisnya telah terganggu. Pengangkatan seumur hidup Anggota
Akademi Jakarta dimaksudkan agar tidak terpengaruh perubahan-perubahan
kekuasaan yang terjadi.
Keberadaan Akademi Jakarta tak dibentuk berdasarkan surat pengangkatan,
tapi diakui berdasarkan kepercayaan masyarakat kepada para anggotanya.
Seperti penduduk desa yang mempercayai para orang tua sebagai tempat
meminta nasihat.
Akademi Jakarta saat ini diketuai Prof Koesnadi Hardjasoemantri, dengan
wakil Goenawan Mohamad dan Ramadhan KH. Anggotanya terdiri dari
nama-nama yang prestasi maupun reputasinya sudah diakui. Yaitu AD
Pirous,
Ahmad Syafii Maarif, Ajip Rosidi, Amrus Natalsya, Endo Suanda, H Misbach
Yusa Biran, Ignas Kleden, Iravati M. Sudiarso, Mochtar Pabottingi, NH
Dhini, Nono Anwar Makarim, WS Rendra, Rosihan Anwar, Saini KM, Sardono W
Kusumo, Sitor Situmorang, Slamet Abdul Sjukur, Tatiek Maliyati WS,
Taufik Abdullah, dan Toeti Heraty N. Roosseno. (Ant/OL-02).
|
|