|
C © updated 14042005 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/repro |
|
|
Nama:
Bobby Willem Tutupoly
Lahir:
Surabaya, Jawa Timur, 13 November 1939
Agama:
Protestan
Istri:
Rosmaya Suti Nasution
Anak:
Sasha Karina Tutupoly
Ayah:
Adolf Laurens Tutupoly
Ibu:
Elisabeth Wilhemmina Henket-Sahusilawane
Pendidikan:
-SD Pasar Turi, Surabaya (1953)
-SMP Kristen Embong Wungu, Surabaya (1956)
-SMA Katolik St. Louis, Surabaya (1959)
-Fakultas Ekonomi Unair, Surabaya (tidak selesai)
-Fakultas Ekonomi Padjadjaran Bandung (tidak selesai)
Karir:
-Kepala Public Relations Pertamina, New York (1972-1976)
-Manajer merangkap Entertainer Restoran Ramayana New York (1972)
-Direktur Utama PT Widuri Utama (1977–sekarang)
-Penyanyi, Master of Ceremony
Kegiatan Lain:
Ketua Umum Keluarga Besar Organisasi Sosial Keagamaan Anak-Anak Negeri
Alamat Rumah/Kantor:
Jalan Pinang 19, Pondok Labu, Jakarta Selatan
Sumber:
Dari berbagai sumber
|
|
|
|
|
|
|
BOB HOME |
|
|
BIOGRAFI
Bob Tutupoly
Penyanyi Serba Bisa
Bob Tutupoli penyanyi serba bisa yang sinar terang keartisannya tetap
bercahaya di segala jaman, sangat mengerti bagaimana memaknai hidup. Ia
berprinsip, kalau lagi susah jangan banyak mengeluh karena di bawah kita
masih banyak orang yang lebih susah. Saat artis berhasil meraih posisi
tingkat dunia jangan pula terlalu disanjung oleh media massa, atau
sebaliknya jangan pula dicaci-maki jika tidak berhasil menuai sukses.
Bob memang pernah berkali-kali berada di atas atau di bawah ketenaran.
Karena itu banyak prinsip hidup yang bisa digali dari artis yang memulai
ketenarannya sejak mulai bermukim di Jakarta pada dekade 1960-an. Bob
kelahiran Surabaya 13 November 1939, mulai rekaman di Jakarta tahun
1965-1966 dengan album pertama lagu-lagu Natal bersama Pattie
Bersaudara. Selanjutnya, Bob berturut-turut meluncurkan album Lidah Tak
Bertulang yang berhasil memperoleh penghargaan Golden Record, lalu Tiada
Maaf Bagimu, Tinggi Gunung Seribu Janji, dan lain-lain.
Pemilik nama lengkap Bobby Willem Tutupoly yang terlahir sebagai anak
kedua dari lima bersaudara, mewarisi bakat menyanyi dari orangtua. Sang
Ayah Adolf Laurens Tutupoly adalah pemain suling serba bisa, demikian
pula Sang Ibu Elisabeth Wilhemmina Henket-Sahusilawane seorang penyanyi
gereja. Hanya saja keduanya bukanlah pekerja seni profesional.
Bob sudah menunjukkan bakat nyanyi semenjak masih di duduk di bangku
taman kanak-kanak, di Yogyakarta. Sang Ayah sesungguhnya tak terlalu
berharap, bahkan berusaha agar Bob tak menjadi penyanyi profesional.
Karena dalam pandangan ayah masa depan seniman ketika itu terlihat
suram-suram saja. Namun Bob, begitu menginjak bangku SMP bersama
teman-teman sudah berani mendirikan grup band. Demikian pula ketika di
bangku SMA Bob diajak bergabung oleh band-band asal Surabaya. Maka di
tahun 1959 Bob bersama kawan-kawan memanfaatkan kesempatan mengikuti
festival band di Gedung Ikada, Jakarta, dan berhasil keluar sebagai
juara pertama.
Kecintaan terhadap musik membuat Bob menomor duakan kuliah di Fakultas
Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya. Kuliah Bob berantakan macet di
tingkat tiga. Ketika pindah ke Bandung dan berharap bisa menjadi
mahasiswa yang baik di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran,
hasilnya tetap sama saja. Bob malah asyik bergabung dengan Band
Crescendo yang rutin manggung di beberapa klub malam di Bumi
Sangkuriang.
Bob kemudian berhasil bergabung dengan Bill Saragih di Band The Jazz
Riders di tahun 1960. Mereka antara lain berkesempatan manggung di Hotel
Indonesia, sebuah hotel favorit dan termewah sekaligus menjadi landmark
kota Jakarta ketika itu. Ketika sudah mulai bermukim di Jakarta inilah
Bob, pada tahun 1965-1966 memulai pekerjaan besarnya memasuki dapur
rekaman. Ia mengawalinya dengan menyanyikan lagu-lagu Natal bersama
Pattie Bersaudara. Selanjutnya adalah cerita tentang kecemerlangan sinar
terang Bob sebagai penyanyi serba bisa, pengusung irama 1960-an namun
sesekali dibumbui pula dengan berbagai kegagalan. Namun kegagalan ketika
berada di tangan seorang anak manusia yang pandai memaknai hidup, itu
bisa berubah menjadi kearifan baru untuk kemudian mendatangkan
kecemerlangan lain.
Bob yang sesungguhnya tak bisa do re mi fa sol merasa kok begitu
gampangnya berada di atas keberhasilan dan popularitas. Ia lalu
memberanikan diri pergi ke Amerika untuk mendapatkan tempat baru di
sana. Itu sebab sejak tahun 1969 penggemar tak pernah lagi mendengar
senandung Lidah Tak Bertulang, Tiada Maaf Bagimu, atau Tinggi Gunung
Seribu Janji, langsung dari bibir manis Bob. Bob hilang dari peredaran
sebab lebih suka memimpin sebuah restoran milik Pertamina di kota New
York, sekaligus merangkap sebagai penyanyi di situ.
Di New York jabatan resmi Bob adalah Kepala Public Relations Pertamina
New York (1972-1976), sekaligus Manajer merangkap Entertainer Restoran
Ramayana New York (1972).
Harapan dan impian Bob pada akhirnya meleset. Karena Bob adalah artis
non-Amerika, ia sulit menembus birokrasi dan sistem ekonomi yang kuat
untuk merekam suara atau sekadar tampil dalam suatu pertunjukan
panggung. Ketidakberhasilan Bob meniti karir keartisan masih diperparah
dengan kegagalan pernikahannya dengan seorang perempuan berdarah
Amerika. Bob segera kembali ke tanah air.
Tahun 1977 Bob di Indonesia kembali memasuki dapur rekaman hingga
tercetuslah lagu Widuri, sebuah masterpiece lagu pop nasional yang
sekaligus lekat sebagai trademark abadi buat Bob. Bob pun kembali
mendapatkan penghargaan Golden Record. Uang dari keberhasilan Widuri Bob
manfaatkan untuk membeli tanah dan membangun rumah yang sekaligus
dijadikan Bob kantor perusahaan yang miliknya, PT Widuri Utama.
Perusahaan ini bergerak di bisnis hiburan dan pembangunan rumah untuk
para transmigran.
Selain penyanyi serba bisa Bob dikenal pula sebagai bintang panggung. Ia
pernah lama menghibur pemirsa televisi sebagai pemandu acara sejumlah
kuis di TVRI. Kesibukan Bob memang tak pernah berhenti. Ia pandai
memilih pekerjaan yang bisa memelihara keawetan dirinya sebagai artis
panggung. Bob adalah pemandu acara musik televisi “Tembang Kenangan”
yang menghadirkan nuansa kenangan nostalgia hidup tahun-tahun 1960-an.
Bob masih enggan membuat album karena ogah berhadapan dengan pembajakan
yang tak kunjung henti. Karena hobi main golf setiap kali melihat
matahari rasanya Bob ingin main golf saja.
Penyuka warna-warna cerah untuk pakaian demi membalut kulitnya yang rada
hitam, Nyong Ambon pengagum Bunda Theresa dan Nelson Mandela ini dengan
rendah hati mengisahkan kunci sukses kehidupannya salah satunya mungkin
karena sudah takdir saja. Kunci kedua ia mempunyai disiplin yang sangat
kuat.
Kunci kedua inilah agaknya yang membuat Bob tak lagi mengulangi
kegagalan pernikahannya. Bob dengan istri Rosmaya Suti Nasution serta
putri tunggal Sasha Karina Tutupoly sukses membina keluarga, sebagaimana
Bob sukses di atas panggung hiburan. Sebab Bob berprinsip di atas
panggung ia adalah artis ternama namun selepas dari itu ia adalah suami
dari istri ayah dari anak semata wayang dan kepala keluarga sekaligus
imam dari keluarga. Dengan posisi demikian Bob sukses menanamkan
filosofi ke dalam keluarga, kalau lagi susah jangan banyak mengeluh
karena di bawah kita masih banyak orang yang lebih susah.
Demikian pula kepada artis-artis yang berhasil mencapai posisi tingkat
dunia, sebagai senior yang sudah banyak merasakan pahit-getir dan
asam-manis dunia keartisan, Bob memberi saran agar artis jangan terlalu
disanjung oleh media massa dan jangan pula dicaci maki manakala tidak
berhasil menuai sukses. Peluang artis Indonesia meraih posisi tingkat
dunia Bob katakan semakin terbuka luas karena adanya globalisasi,
keterbukaan, dan teknologi yang begitu tinggi. Semua kemajuan merupakan
peluang terbuka bagi artis-artis untuk meraih posisi dunia.
Bob melihat musik Indonesia sebetulnya sangat kaya namun susah sekali
untuk mencari ke-Indonesiaannya. Ke-Indonesiaan yang dimaksudklan Bob
mungkin salah satunya bisa ditemukan pada lagu Widuri. ►ti/haposan
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|