|
C © updated 11072008 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/perspektifbaru.com |
|
|
Biodata
Nama:
Prof (Ris) Ikrar Nusa Bhakti, PhD
Lahir:
D
Agama:
Islam
Jabatan:
Profesor Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Pendidikan:
-
|
|
|
|
|
|
|
IKRAR HOME |
|
|
Ikrar Nusa Bhakti
Parpol dan Pemilu 2009
OPINI Profesor Riset di Pusat Penelitian Politik LIPI (Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia): Fantastis! Itulah kata yang terlontar saat Komisi Pemilihan Umum
atau KPU, 7 Juli 2008, mengumumkan 34 partai politik nasional dan enam
parpol lokal di Aceh akan mengikuti Pemilihan Umum 2009.
Maklum, pertama, ketika kita berharap terjadi pengerucutan jumlah dari
48 parpol (Pemilu 1999) menjadi 24 parpol (Pemilu 2004) dan diharapkan
menjadi 12 parpol (Pemilu 2009), ternyata malah membengkak menjadi 34
parpol nasional plus 6 partai lokal Aceh.
Ini terjadi karena ”politik dagang sapi” pada proses legislasi yang
menghasilkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota
DPR, DPD, dan DPRD, antara lain, menetapkan, 16 parpol yang memiliki
kursi di DPR otomatis menjadi peserta Pemilu 2009, ditambah 18 parpol
baru yang lolos verifikasi, dan 6 partai lokal Aceh dibolehkan ikut
pemilu legislatif. Ke-34 parpol nasional itu akan memperebutkan 560
kursi di DPR, sedangkan enam partai lokal Aceh akan memperebutkan kursi
DPRA dan DPRD kabupaten di Aceh.
Fantastis kedua, masa kampanye Pemilu 2009 yang dimulai 12 Juli 2008,
berlangsung delapan bulan, lebih lama dibanding masa kampanye pemilu
sebelumnya. Ini akan menimbulkan ingar-bingar politik. Selain itu, kita
juga tak dapat membayangkan, berapa triliun rupiah yang akan dikeluarkan
oleh seluruh partai nasional dan partai lokal, baik untuk kampanye
tertutup maupun terbuka, arak- arakan, pertemuan tatap muka, dan
iklan-iklan di media cetak dan elektronik di pusat dan daerah.
Sebagai contoh, Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar
menyiapkan Rp 200 miliar untuk kampanye hingga April 2009. Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) sudah membagi uang jutaan rupiah kepada UKM
sebagai modal kerja sebelum kampanye 12 Juli 2008 dimulai (The Jakarta
Post, 9/7/2008). Dana kampanye dari mana-mana, iuran anggota, donasi
individu atau perusahaan, dan lainnya.
Lantas, berapa pengeluaran individu para bakal calon anggota legislatif
2009-2014 agar dapat menduduki kursi legislatif. Jika Golkar dan PDI-P
menyiapkan 14.000-15.000 bakal calon legislatif, masing-masing partai
menengah menyiapkan 8.000-10.000 dan partai-partai kecil 5.000-8.000.
Jika tiap bakal calon legislatif mengeluarkan dana Rp 200 juta, berapa
triliun akan terkumpul? Fantastis. Itulah harga demokrasi. Belum lagi
pemilu presiden 2009. Tak mengherankan jika survei Indo Barometer
Desember 2007 menunjukkan, bagi 88,2 persen responden, 24 parpol dinilai
terlalu banyak. Idealnya, kata survei itu, Indonesia hanya memiliki lima
parpol (24,0 persen), tiga parpol (21,6 persen) atau maksimal 10 parpol
(18,3 persen).
Tujuh besar
Fantastis ketiga, meski ada 34 parpol, hasil survei Indo Barometer
(9/7/2008) benar-benar mengejutkan, yaitu hanya akan ada tujuh besar
partai pemenang pemilu, jumlah yang sama dengan pemilu legislatif 2004.
Bedanya, jika pada tahun 2004 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masuk
tujuh besar, pada 2009 partai ini mungkin akan menjadi nomor 8,
sedangkan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pimpinan Jenderal (Pur)
Wiranto ke nomor 7 dengan 2,3 persen pemilih.
Partai Golkar boleh saja berangan-angan meraih 30 persen suara,
melebihi perolehan 2004 yang 22 persen dan menduduki peringkat teratas.
Namun, geliat Partai Golkar ibarat gajah gemuk kehabisan tenaga. Golkar
sedang kehilangan semangat dan greget. Dan, menurut survei Indo
Barometer di 33 provinsi atas 1.200 responden (5-16/6/2008), tujuh besar
partai pemenang Pemilu 2009 ialah PDI-P (23,8 persen), Partai Golkar
(12,0 persen), Partai Demokrat (9,6 persen), PKS (7,4 persen), PKB (7,4
persen), PAN (3,5 persen), Partai Hanura (2,3 persen), dan PPP (1,6
persen). Sisanya, partai lain 3,0 persen dan 29,4 persen belum tahu/tidak
menjawab pilihannya.
Jika survei ini menjadi kenyataan, benar-benar fantastis! Lebih
fantastis lagi, jumlah seluruh suara yang diperoleh partai-partai Islam
pada Pemilu 2009 hanya 21,1 persen, lebih rendah 2,7 persen dari
perolehan PDI-P! Mengapa? Karena tak ada beda antara partai Islam dan
partai lain, perilaku elitenya juga sama.
”Channel of control”
Fantastis keempat, jika hasil survei Indo Barometer sahih, dapat
diartikan akan ada sekitar 29,4 persen pemilih yang tidak akan
menggunakan hak pilihnya. Persepsi masyarakat tentang parpol memang
buruk. Selama ini parpol hanya merupakan alat mobilisasi massa,
perekrutan, dan sosialisasi calon anggota legislatif atau pemimpin,
menjadi saluran kekuasaan (channel of power), tetapi belum menjadi
sumber identitas politik para pemilihnya.
Sebagai saluran kontrol, parpol juga masih setengah hati, baik terhadap
pemerintah maupun anggotanya. Lihat saja hiruk-pikuk di DPR soal hak
angket terkait kenaikan harga BBM atau kian maraknya terungkap korupsi
yang dilakukan anggota DPR. Lihat juga Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
antara pakar politik dan DPR saat pembuatan undang-undang, tidak jarang
anggota DPR dari ideologi apa pun, secara bersemangat bersatu mengecam
para pakar politik yang katanya mengelabui masyarakat soal legislative
heavy. Bipartishanship antara legislatif dan eksekutif juga jarang
terjadi, kecuali soal ”musuh bersama” dari luar, atau soal kenaikan gaji
pegawai negeri sipil dan TNI/Polri dan terlebih lagi soal kenaikan
tunjangan anggota Dewan!
Pemilu legislatif dan pilpres 2009 dapat menjadi saluran kontrol
masyarakat atas parpol. Sebagai warga negara yang demokratis, para
pemilih bukan hanya akan antusias mendukung parpol atau capres/ cawapres,
tetapi juga dapat memilih untuk tidak memilih lagi parpol dan/atau
capres/cawapres yang kinerja politiknya buruk. Rakyat kian canggih
menggunakan otoritas politiknya menentukan masa depan Indonesia. Inilah
esensi kedaulatan rakyat.
Bagi rakyat, demokrasi bukan lagi sekadar prosedur, tetapi bagaimana
menata Indonesia ke depan yang lebih baik, anak cucu dapat menikmati
kesejahteraan, rasa aman, dan martabat Indonesia yang semakin tinggi di
mata internasional. (Kompas, Jumat, 11 Juli 2008) ►ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|