|
C © updated
17102008-01112003 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
rpr the jakarta post |
|
|
Nama:
Prabowo Subianto
Lahir:
Jakarta, 17 Oktober 1951
Agama:
Islam
Pendidikan:
SMA: American School In London, U.K. (1969)
Akabri Darat Magelang (1970-1974)
Sekolah Staf Dan Komando TNI-AD
Kursus/Pelatihan:
Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (1974)
Kursus Para Komando (1975)
Jump Master (1977)
Kursus Perwira Penyelidik (1977)
Free Fall (1981)
Counter Terorist Course Gsg-9 Germany (1981)
Special Forces Officer Course, Ft. Benning U.S.A. (1981)
Pekerjaan:
Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (1974 – 1998)
Wiraswasta
Jabatan:
Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (1976)
Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha (1977)
Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus (1983-1985)
Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987)
Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987-1991)
Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17/Kujang I/Kostrad (1991-1993)
Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus
(1993-1995)
Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus (1994)
Komandan Komando Pasukan Khusus (1995-1996)
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998)
Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998)
Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998)
Jabatan Sekarang:
=
Ketua Umum HKTI periode 2004-2009
=
Komisaris Perusahaan Migas Karazanbasmunai di Kazakhstan
=
President Dan Ceo PT Tidar Kerinci Agung (Perusahaan Produksi Minyak
Kelapa Sawit), Jakarta, Indonesia
=
President Dan Ceo PT Nusantara Energy (Migas, Pertambangan, Pertanian,
Kehutanan Dan Pulp) Jakarta, Indonesia
=
President Dan Ceo PT Jaladri Nusantara (Perusahaan Perikanan) Jakarta,
Indonesia
Tanda Jasa/Penghargaan:
=
Bintang Kartika Eka Paksi Nararya (Prestasi)
=
Satya Lencana Kesetiaan Xvi Tahun
=
Satya Lencana Seroja Ulangan–Iii
=
Satya Lencana Raksaka Dharma
=
Satya Lencana Dwija Sistha
=
Satya Lencana Wira Karya
=
The First Class The Padin Medal Ops Honor Dari Kamboja
=
Bintang Yudha Dharma Nararya
Keterangan Lain:
Keanggotaan Dalam Organisasi Politik
Dewan Penasihat Organisasi Kosgoro
Keanggotaan Dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Ketua Yayasan Pendidikan Kebangsaan
(Universitas Kebangsaan)
Ketua Majelis Perhimpunan Keluarga Mahasiswa Dan Alumni Supersemar
Pendiri Koperasi Swadesi Indonesia (Ksi) Dengan 14 Cabang Di 4 Provinsi di
Indonesia
- Ketua Yayasan 25 Januari
Ketua Umum PB Ikatan Pencaksilat Seluruh Indonesia (IPSI)
Alamat:
NUSANTARA ENERGY GROUP
Menara Bidakara 9th Floor
Jl. Gatot Subroto kav. 71-73
Jakarta 12870 Indonesia
Tel : +62 (0)21 8379 3250
Fax : +62 (0)21 8379 3253
Email : info@prabowosubianto.com
Website : www.prabowosubianto.com
DPP PARTAI GERINDRA
Jl. Brawijaya IX No.1 , Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, Jakarta 12160
INDONESIA
62-21-727 95478
62-21-739 5154
|
|
|
|
|
|
|
== 1
2
3 ==
Prabowo Subianto
Capres Partai Gerindra
Ketua Umum HKTI dan mantan Pangkostrad dan Komjen Kopassus ini resmi dicalonkan Partai
Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) dalam Kongres Luar Biasa (KLB), di Jakarta Selasa (14/10/2008).
Putera
begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, dan mantan menantu Presiden
Soeharto, kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1951, itu juga menyatakan
kesiapannya dicalonkan.
Prabowo yang dalam beberapa bulan terakhir gencar meningkatkan
pencitraan diri lewat iklan-iklan di televisi dan media cetak itu dalam
hasil survei nasional bulan September yang dilakukan National
Leadership Center (NLC) bersama Taylor Nelson Sofress (TNS) Indonesia
menduduki peringkat ketiga tokoh yang diinginkan responden menjadi
presiden.
enurut dosen ilmu manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Taufik Bahaudin, yang juga Presiden Direktur National
Leadership Center (NLC), dalam jumpa pers, Kamis (9/10/2008), iklan yang menampilkan realitas kehidupan
yang ditampilkan Prabowo, mampu menarik
perhatian masyarakat.
Taufik memperkuat
pendapatnya dengan hasil polling terhadap 2.000 orang yang diambil
secara random di 200 kecamatan di 30 provinsi bersama lembaga riset
Taylor Nelson Sofress (TNS) dalam dua tahap, Juli dan September.
Hasil polling September 2008, Prabowo Subianto dipilih 15 persen
responden. Ia berada di urutan ketiga di bawah Susilo Bambang Yudhoyono 34 persen
dan
Megawati Soekarnoputri 22 persen. Disusul Sultan Hamengku Buwono X dan Wiranto
masing-masing 4 persen.
Sementara untuk lima besar di partai, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
mendapat 25 persen, Partai Demokrat (24 persen), Partai Gerindra (13
persen), Partai Golkar (11 persen), dan 5 persen untuk Partai Keadilan
Sejahtera.
Namun, menurut Taufik, hasil polling tersebut belum menunjukkan arah Pemilu
2009. Walaupun, ia mengaku terkejut dengan munculnya nama Prabowo
Subianto bersama Partai Gerindra diminati responden. Padahal, partai
tersebut masih baru dan pertama kali bertanding pada pemilu tahun depan.
Prabowo Subianto
Kembali ke Ladang Pengabdian
Pensiun dari dinas militer, Prabowo beralih menjadi pengusaha. Ia mengabdi
pada dua dunia. Nama mantan Pangkostrad dan Komjen Kopassus ini kembali mencuat, menyusul
keikutsertaannya dalam konvensi calon presiden Partai Golkar. Kemudian
dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)
dan Kongres V Petani 5 Desember 2004 di Jakarta, dia terpilih menjadi
Ketua Umum HKTI periode 2004-2009 menggantikan Siswono Yudo Husodo dengan
memperoleh 309 suara, mengalahkan Sekjen HKTI Agusdin Pulungan, yang hanya
meraih 15 suara dan satu abstein dari total 325 suara.
Putera
begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini telah kembali ke ladang
pengabdian negerinya.
Tak berlebihan untuk mengatakannya demikian. Maklum, kendati sudah hampir
tiga tahun pulang ke tanah air – setelah sempat menetap di Amman, Yordania
– Prabowo praktis tak pernah muncul di depan publik. Apalagi, ikut
nimbrung dalam hiruk-pikuk perpolitikan yang sarat dengan adu-kepentingan
segelintir elite.
Mantan menantu Soeharto ini lebih memilih diam, sembari menekuni kesibukan
baru sebagai pengusaha. ”Kalau bukan karena dorongan teman-teman dan
panggilan nurani untuk ikut memulihkan negara dari kondisi keterpurukan,
ingin rasanya saya tetap mengabdi di jalur bisnis. Saya ingin jadi petani,”
ucap Prabowo.
Diakui, keikutsertaannya dalam konvensi Partai Golkar bukan
dilatarbelakangi oleh hasrat, apalagi ambisi untuk berkuasa. Seperti
sering diucapkan, bahkan sejak masih aktif dalam dinas militer, dirinya
telah bersumpah hendak mengisi hidupnya untuk mengabdi kepada bangsa dan
rakyat Indonesia.
Prabowo sangat mafhum, menjadi capres – apalagi kemudian
terpilih sebagai presiden – bukan pilihan enak. Karena, siapa pun nanti
yang dipilih rakyat untuk memimpin republik niscaya bakal menghadapi tugas
yang maha berat. ”Karenanya, Pemilu 2004 merupakan momentum yang sangat
strategis untuk memilih pemimpin bangsa yang tidak saja bertaqwa, tapi
juga bermoral, punya leadership kuat dan visi yang jelas untuk memperbaiki
bangsa,” tambahnya.
Bagi sebagian orang, rasanya aneh menyaksikan sosok Prabowo Subianto tanpa
seragam militer. Tampil rapi dengan setelan PDH warna kelabu, lelaki 52
tahun itu memang terlihat lebih rileks jika dibandingkan semasa masih
dinas aktif dulu. Senyumnya mengembang dan tak sungkan berbaur dengan
masyarakat – utamanya kader-kader Partai Golkar – yang antusias menyambut
kedatangannya di beberapa kota.
Dalam setiap orasi selama mengikuti tahapan konvensi calon presiden Partai
Golkar, Prabowo bahkan amat fasih bertutur tentang kesulitan yang
mengimpit para petani dan nelayan, serta beraneka problem riil di
masyarakat yang kian mengenaskan. ”Situasi ini harus cepat diakhiri. Kita
harus bangkit dari kondisi keterpurukan dan membangun kembali Indonesia
yang sejahtera,” ujarnya di atas podium.
Lahan Pengabdian
Pengabdian memang tak mengenal ruang dan waktu. Yang penting, bagi Prabowo,
pengabdian harus dilandasi oleh komitmen dan kesungguhan untuk menjadi
yang terbaik. Tentang ini, perjalanan hidup Prabowo – yang hampir
separonya diabdikan sebagai prajurit TNI AD – memberi kesaksian penting
ihwal bagaimana pengabdian dilakukan. Juga, bagaimana menyikapi risiko
dari sebuah keputusan. Jika dicermati, perjalanan hidup Prabowo memang
penuh mozaik dan sarat dengan cerita mengharu biru. Suatu perjalanan yang
membuatnya lekat dengan pujian, sekaligus cercaan.
Sejarah mencatat, pengabdian 24 tahun Prabowo dalam dinas militer tidak
sekadar mengantarkannya menjadi jenderal berbintang tiga. Namun, sekaligus
meneguhkan reputasi pribadinya, hingga tercatat sebagai salah seorang
tokoh yang berperan dan menjadi saksi penting dalam sejarah republik.
Sebagai perwira TNI AD, reputasi alumnus Akabri Magelang (1974) ini memang
membanggakan. Karier militernya – yang banyak diisi dengan penugasan di
satuan tempur – terhitung lempang.
Pada masanya, Prabowo bahkan sempat dikenal sebagai the brightest star,
bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Dialah jenderal
termuda yang meraih tiga bintang pada usia 46 tahun. Ia juga dikenal
cerdas dan berpengaruh, seiring dengan penempatannya sebagai penyandang
tongkat komando di pos-pos strategis TNI AD.
Nama Prabowo mulai diperhitungkan, terutama sejak ia menjabat Komandan
Jenderal Kopassus (1996) dan aktif memelopori pemekaran satuan baret merah
itu. Dua tahun kemudian, ayah satu anak ini dipromosikan menjadi Panglima
Kostrad. Posisi strategis yang, sayangnya, tidak lebih dari dua bulan ia
tempati. Karier gemilang Prabowo memang kemudian meredup seketika. Sehari
setelah Presiden Soeharto mundur dari kekuasaan, 21 Mei 1998, Prabowo –
yang ketika itu menantu Soeharto – ikut digusur. Ia dimutasikan menjadi
Komandan Sesko ABRI, sebelum akhirnya pensiun dini. Berbarengan dengan itu,
bintang di pentas militer itu lantas diberondong dengan aneka rumor.
Publik seolah digiring pada stigma serba negatif yang amat memojokkan sang
jenderal.
Mulai dari tudingan bahwa dialah dalang (mastermind) dari serangkaian aksi
penculikan para aktivis, penembakan mahasiswa Trisakti, penyulut kerusuhan
Mei 1998, hingga menerabas ke isu seputar klik dan intrik di kalangan
elite ABRI. Mulai dari tudingan adanya ”pertemuan konspirasi” di Markas
Kostrad pada 14 Mei 1998, tuduhan hendak melakukan kudeta yang dikaitkan
dengan isu ”pengepungan” kediaman Presiden B.J. Habibie oleh pasukan
Kostrad dan Kopassus, sampai ke pembeberan sifat-sifat pribadinya
Lebih mengenaskan lagi, hampir semua kekacauan di tanah air sebelum dan
sesudah Mei 1998 nyaris selalu dipertautkan dengan Prabowo.
Setelah hiruk-pikuk 1998 berlalu, yang berujung dengan berakhirnya masa
dinas militernya, Prabowo kemudian terbang ke Inggris, sebelum bermukim di
Yordania. Dari sinilah, ia mulai merintis karier sebagai pengusaha.
Sebagai putra dari keluarga begawan ekonomi Prof. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo, Prabowo sebenarnya tak terlalu asing dengan dunia usaha.
Apalagi, selain ayahnya, anggota keluarga yang lain umumnya juga menekuni
dunia bisnis.
Tak berbeda dengan di militer, karier Prabowo di dunia usaha pun melesat
cepat. Selain karena kesungguhan dan kerja keras, ia juga tergolong
cepat belajar. Kini, lima tahun setelah pensiun, ia telah memimpin armada
bisnis di bawah payung Nusantara Group. Wilayah usahanya terentang dari
Kalimantan Timur hingga Kazakhstan. Dari kelapa sawit, perikanan,
pertanian, bubur kertas (pulp) hingga minyak dan pertambangan. ”Militer
dan bisnis sama saja. Sama-sama lahan untuk mengabdi, dan sama-sama banyak
tantangan yang mesti dihadapi,” tutur Prabowo, yang gigih menawarkan
konsep ekonomi kerakyatan dalam visi-misinya sebagai capres Partai Golkar.
(Ondy)
Pengurus HKTI 2004 -2009:
Ketua Umum: Prabowo Subianto
Ketua Harian: Benny Pasaribu
Ketua:
- Usman Hasan
- Syarifuddin Karama
- Winarno Tohir
- Agusdin Pulungan
- Mindo Sianipar
- Ny Ony Djafar Hafsah
- Lucky Londong
- Rahayu Abdullah
- Abdul Wahid
- Nasrun Arbain
- Soepriyatno
- Fadli Zon
- Sutrisno Iwantono
Sekjen: Rachmat Pambudy
Bendahara Umum: Hengky Ticoalu.
Prabowo Subianto Menjawab
Saya Merasa Dirugikan...
Ninuk M Pambudy
"Demi Allah, saya tidak pernah mengucapkan ’Presiden apa Anda? Anda
naif’. Juga saya tidak mengucapkan, ’Atas nama ayah saya Prof
Sumitro...’ . Apa hubungan ayah saya dengan semua itu?" kata Prabowo
Subianto (55), mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan
Darat, di ruang kerjanya di Kompleks Bidakara, Rabu (27/9).
Berbicara teratur dan tenang, Letjen (Purn) Prabowo Subianto yang kini
menjadi pengusaha dan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia itu
menjawab pertanyaan Kompas seputar buku mantan Presiden BJ Habibie,
Detik-detik yang Menentukan, yang diluncurkan Sabtu (16/9).
Salah satu bagian menarik dari buku ini adalah dialog BJ Habibie, yang
menjadi presiden menggantikan Soeharto yang mundur pada 21 Mei 1998,
dengan Prabowo.
Disebutkan, alasan Habibie mengganti Prabowo karena mendapat laporan
dari Pangab Jenderal Wiranto ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta,
Kuningan (tempat tinggal Habibie dan keluarga), dan Istana Merdeka.
Bagian dialog di atas, menurut Prabowo, tidak sesuai dengan apa yang dia
alami.
"Tulisan yang saya baca di Kompas (20/9), lalu saya baca bukunya, itu
menurut versi Pak Habibie. Setiap orang memiliki hak menyampaikan
versinya. Tetapi, karena menyangkut pihak lain, tentunya saya boleh
menyampaikan versi saya," kata Prabowo.
"Apa yang saya lihat tidak sesuai dengan yang beliau uraikan. Mungkin
karena beliau sudah sepuh dan (kejadian) sudah berlangsung lama. Beliau
sampaikan dalam kalimat langsung. Ini merugikan karena saya tidak
mengucapkan itu," ujarnya.
Prabowo menyebutkan, sampai saat ini dia tidak mengerti tujuan penulisan
itu. "Dia orang yang saya hormati, kagumi, yang saya anggap bapak saya.
Tetapi, ada insinuasi seolah-olah saya kurang ajar," kata Prabowo.
Menurut Prabowo, dia sudah meminta waktu bertemu Habibie untuk
menanyakan hal ini, tetapi sampai saat ini belum ada jawaban.
Intuisi
Lalu, apa yang terjadi?
Prabowo menuturkan, Jumat 22 Mei 1998 dia mendapat laporan dari stafnya,
Pataka Kostrad yang merupakan lambang kepemimpinan komando kesatuan akan
diambil. Itu berarti komandan akan diganti. "Kok, tidak ada
pemberitahuan kepada saya?" kata Prabowo.
Prabowo menggambarkan, hubungannya cukup dekat dengan Habibie ketika
itu. Dia mengagumi Habibie saat menjadi Menteri Negara Ristek karena dia
anggap Habibie dapat membawa Indonesia menjadi negara industri maju.
"Beliau sering mengatakan kepada saya, bila saya mengalami tanda tanya,
silakan datang kepada beliau. Itulah reaksi saya ketika datang ke
Istana," tutur Prabowo.
Seusai shalat Jumat sekitar pukul 14.00 tanggal 22 Mei 1998, dia datang
dengan dua kendaraan ke Wisma Negara. Satu dinaiki Prabowo dan satu
kendaraan pengawal. Dia menemui ajudan Presiden untuk minta bertemu
Presiden.
"Saya orangnya naif dan polos-polos saja. Kalau saya lihat sekarang,
mungkin mereka tegang lihat saya datang dan saat itu banyak pengawal di
sana."
"Saya datang dengan pakaian loreng, pakai kopel, dan bawa senjata. Saya
melepas kopel dan senjata saya karena itu etika dalam militer," papar
Prabowo.
Begitu bertemu, menurut Prabowo, Habibie mengatakan penggantian itu
keputusannya. "Anehnya, beliau mengatakan penggantian itu atas
permintaan Pak Harto," kata Prabowo.
Jawaban Habibie berubah lagi ketika Prabowo menemui Habibie di rumahnya
di Jerman tahun 2004 sebelum Konvensi Golkar untuk membuat klarifikasi
atas pernyataan Habibie—antara lain di depan para editor media Jerman di
Asia—seolah-olah Prabowo akan melakukan kudeta.
"Saya bertemu Habibie di rumahnya. Siangnya kami makan di rumah makan
china, lalu dia mengajak ke rumahnya. Kami bertemu dari pukul 13.00
sampai 23.00. Saya jelaskan semua dan dia mengatakan yang meminta saya
mundur adalah negara superpower," paparnya.
Prabowo mengakui, dia memang sempat merasa karena kedekatannya, Habibie
akan memakai dia. "Saya ingin melihat transisi yang smooth, smooth
landing untuk Pak Harto karena beliau juga orang yang dibesarkan Pak
Harto, dan demi bangsa kita. Jangan lupa, ketika itu ekonomi kita
hancur, nilai rupiah hancur, terjadi capital flight," tuturnya
menjelaskan.
Prabowo mengatakan sudah menyadari dari sejarah, jika seorang pemimpin
turun, semua yang dekat dengan pemimpin itu juga akan turun. "Saya punya
intuisi saya akan diganti, tetapi itu biasa saja," kata Prabowo. "Saya
menjunjung tinggi konstitusi dan saya tidak mengeluh atas keputusan
presiden (untuk mundur malam itu juga dari jabatan Panglima Kostrad).
Tentang kudeta
Juga insinuasi di dalam buku seolah-olah dia akan kudeta, dia pernah
menulis surat kepada Habibie menjelaskan soal ini dan Habibie tidak
pernah membantah penjelasannya.
Permintaan Prabowo agar penggantiannya ditunda tiga bulan lagi adalah
untuk memperlihatkan pergantian pemimpin itu biasa dan dapat berjalan
mulus. Ketika Habibie memutuskan dia harus diganti malam itu juga, dia
menerima tanpa mengeluh.
"Bandingkan dengan kejadian di Thailand. Thaksin memberhentikan panglima
angkatan darat, bukannya dilaksanakan, malah dikudeta," ujar Prabowo.
"Kalau betul tuduhan niat saya tidak baik, saya saat itu memimpin 34
batalyon. Saya bisa lakukan dan kenapa saya harus datang sendirian
kepada beliau."
Yang tidak disebutkan dalam buku, Kamis malam sekitar pukul 23.00
Prabowo bertemu Habibie. Mereka berpelukan dan Prabowo menyerahkan
pernyataan dukungan 44 ormas Islam kepada Habibie. Namun, situasi
berubah cepat keesokan paginya.
Di luar itu, semua asisten Prabowo di Kostrad berada di bawah komando
Panglima Komando Daerah Militer Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin.
Tidak ingin dendam
Ditanya apakah akan menuntut secara hukum, Prabowo mengatakan akan
berbicara dengan tim hukumnya. Dia mempertimbangkan menulis buku.
"Saya melihat dari sisi positif. Pergantian itu karena pertimbangan
politik, saya dianggap dekat dengan keluarga Soeharto. Itu hak beliau
sebagai Presiden," katanya menambahkan.
Dia mengatakan tidak ingin mendendam atau sakit hati. "Benar saya kecewa
dan menyesalkan, tetapi mari melihat ke depan. Banyak pekerjaan harus
dilakukan daripada pemimpinnya saling mencela dan meminta pujian.
Masalah kita sangat besar: flu burung, pengangguran, kemiskinan, sumber
daya alam dikuasai asing. Jadi, setelah 61 tahun merdeka, kita tetap
miskin."
Buku Biografi
Untuk Jawab Habibie, Prabowo Akan Buat Buku Versi Dirinya
Jakarta, Kompas - Mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto
mengatakan akan membuat buku sesuai dengan versinya. Rencana tersebut ia
kemukakan menanggapi polemik berkaitan dengan isi buku mantan Presiden
BJ Habibie, Detik-detik yang Menentukan.
Prabowo mengungkapkan hal itu, Kamis (28/9), kepada pers.
Prabowo membantah bahwa dirinya bersitegang dengan Presiden Habibie kala
itu. Dia menyatakan dirinya tidak mengatakan seperti apa yang ditulis
Habibie.
"Oleh karena itu, harus ada koreksi, harus ada pelurusan sejarah,"
katanya. Jika itu tidak dilakukan, Prabowo akan membuat buku menurut
versinya. Menurut dia, dalam buku itu, seolah-olah dirinya digambarkan
sebagai orang yang haus kekuasaan, mau mengudeta, dan tuduhan itu sangat
kejam.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin yang dihubungi
secara terpisah mengatakan, tuduhan bahwa Prabowo hendak melakukan
kudeta adalah fitnah. (JOS)
Pensiunan Jenderal Pertanyakan Kejelasan Versi Prabowo
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah mantan petinggi militer dari angkatan
darat mempertanyakan penjelasan mantan Pangkostrad Prabowo Subianto
seputar pengerahan pasukan di sekitar Monas dan Kuningan pada Mei 1998,
menyusul penggalan isi buku Habibie yang mengundang reaksi keras putra
begawan ekonomi Indonesia Prof Sumitro Djodjohadikusumo itu.
Mantan Wakasad Letjen (purn) Kiki Syahnakri dan mantan Sekjen Dephankam
Letjen (purn) Soeyono mengemukakan kepada ANTARA News di Jakarta, Kamis,
akhirnya ikut mengementari polemik yang terjadi antara mantan Presiden
BJ Habibie dan Letjen Purn Prabowo Subianto, menyusul penggalan cerita
yang dimuat dalam buku Habibie.
Kiki dan Soeyono juga sepakat bahwa dalam mengungkapkan kebenaran
sejarah, menjadi sesuatu yang sulit, karena kebenaran sejarah dilihat
dari beragam versi. Oleh karena itu keduanya mendesak Prabowo, agar
menulis buku sehingga apa yang dinilai tidak benar oleh Prabowo dari
buku Habibie berjudul "Detik-Detik yang Menentukan" dapat diluruskan
dalam kebenaran versi Prabowo.
Bagi Kiki Syahnakri dan Soeyono sependapat bahwa ada hal yang unik dari
polemik tersebut, keduanya saling memuji, tetapi pada saat yang sama
juga saling menyudutkan, sehingga bisa dianggap keterangan yang
dimunculkan dapat membingunkan publik.
Menurut mereka tidak baik untuk memaksakan kebenaran orang lain masuk ke
kebenaran versi seseorang (kita), terlebih dalam kultur demokrasi
Indonesia (kita) yang masih jauh dari matang.
Namun demikian, Kiki Syahknakri mempertanyakan alasan waktu dari
penerbitan buku BJ Habibie saat semua partai politik sedang bersiap
dalam Pemilu 2009 yang menurutnya sudah dalam waktu yang dekat.
"Kenapa dimunculkan sekarang saat Pemilu 2009 menjelang. Coba pikir
lebih dalam," ujarnya.
Soeyono lain lagi, mantan Kepala Staf Umum ABRI itu justru
mempertanyakan kelayakan posisi Prabowo di sekitar Istana saat Mei 1998,
karena semua keberadaan petinggi militer semestinya sepengetahuan
Panglima ABRI/Menhankam yang kala itu dijabat Wiranto.
"Saya saja selaku Sekjen dengan Wiranto selaku Menhankam/Pangab terus
berkoordinasi, mana yang tugas Panglima ABRI dan mana yang bagian Sekjen
Dephan," ujar Soeyono.
Pengalaman semasa Kasum ABRI, tuturnya, memang memudahkan dirinya dalam
membantu posisi Wiranto yang menjabat dua tugas sekaligus, yaitu
Menhankam/Pangab.
Kamis pagi (28/9) Prabowo Subianto melakukan jumpa pers dan mengharapkan
Habibie merevisi buku yang ditulisnya, khusus yang terkait tentang
perbincangan antara Habibie dengan dirinya.
Sedangkan, mengenai pengerahan pasukan yang mengepung kawasan Kuningan
dan Monas, Prabowo berdalih bahwa semua pengerahan pasukan yang ada
berada di bawah kendali Komando Operasi yang dipegang oleh Pangdam Jaya
saat itu, yaitu Mayjen Sjafrie Syamsudin (sekarang Sekjen Dephan
berpangkat Letjen). (*)
Copyright © 2006 ANTARA
28 September 2006 19:22
Sjafrie Sjamsoeddin Ikut Komentari Silang Pendapat Habibie dengan
Prabowo
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima Daerah Militer Jakarta Raya
(Pangdam Jaya), Letjen Sjafrie Sjamsoeddin, yang kini menjabat
Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan Keamanan (Sekjen
Dephankam), akhirnya ikut mengomentari silang pendapat di antara BJ
Habibie dengan Prabowo Subianto seputar peristiwa pasca-berhentinya
Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.
Komentar Sjafrie itu dikemukakan di Jakarta, Kamis, kepada wartawan
sehubungan terbitnya buku BJ Habibie yang berjudul "Detik-Detik yang
Menentukan", dan memuat seputar peristiwa suksesi Kepresidenan dari
Soeharto ke Habibie, serta tergesernya Letjen TNI Prabowo Soebianto dari
jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat
(Pangkostrad).
Menurut Sjafrie, ada salah informasi (mis-information) yang mungkin
sampai ke Presiden Habibie saat itu, sedangkan situasi di lapangan tidak
ada keganjilan apapun yang berkiatan dengan pengerahan kekuatan militer.
Dalam penggalan cerita di buku Habibie, "Detik-detik yang Menentukan"
digambarkan berdasarkan laporan Panglima ABRI, Jenderal TNI Wiranto, ada
pergerakan pasukan yang di luar kendali Panglima ABRI. Bahkan, Sekjen
Dephankam waktu itu, Letjen TNI Soeyono, pun melaporkan keanehan serupa.
Kendati demikian, Sjafrie menyimpulkan, pengendalian operasi dikelola
berdasarkan manajemen operasi pada waktu itu dilimpahkan sepenuhnya
kepada Panglima Komando Operasi Jaya, yang dijabatnya.
Pengerahan pasukan pada Mei 1998 berjumlah 178 Satuan Setingkat Kompi
(SSK) dan 154 kendaraan tempur.
"Saat itu tidak ada gangguan apapun. Ini yang perlu dipahami. Bahwa
kemungkinan telah terjadi dis-informasi secara aktual, di mana
sebenarnya tidak ada hal-hal yang menjadi gangguan saat pengalihan
kepemimpinan dari Presiden Soeharto kepada Wakilnya, BJ Habibie," ujar
Sjafrie.
Ia tidak bersedia mengomentari siapa dan pihak mana yang benar dan
salah. Tetapi, ia mengemukakan bahwa satu-satunya pengendali operasi
yang secara solid harus diikuti oleh seluruh panglima komando utama,
seperti Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, Kostrad,
Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Kopaskhas TNI Angkatan Udara berada di
bawah satu kendali, yaitu Kodam Jaya, dan semuanya di bawah pengendalian
supervisi Markas Besar (Mabes) TNI.
Sjafrie juga mengemukakan bahwa terjadi permintaan penambahan kekuatan,
yang saat itu akan ditinjau langsung oleh Kepala Staf Umum Angkatan
Bersenjata RI (Kasum ABRI), menyusul dampak kerusuhan pada tanggal 13-14
Mei 1998 yang sekaligus adanya menarikan kekuatan Polri pada saat itu.
"Jadi, terjadi pengambilalihan komando operasi dari Polda yang semula
bertugas menanggulangi huruhara kepada kamando pengendalian oleh Kodam
Jaya," demikian Sjafrie Sjamsoeddin. (*)
Copyright © 2006 ANTARA
28 September 2006 18:16
Keberatan Prabowo Atas Buku Habibie Lebih Elegan Dijawab Dengan Buku
Bogor (ANTARA News) - Keberatan dan kerisauan mantan Panglima Komando
Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Letjen TNI (Pur)
Prabowo Subianto, atas buku mantan Presiden BJ Habibie, "Detik-detik
yang Menentukan", yang telah diluncurkan Sabtu (19/8), dinilai seorang
analis politik akan lebih elegan jika dijawab melalui buku.
"Cara yang paling baik dan elegan adalah Prabowo juga menulis buku untuk
mengklarifikasi keberatan dirinya. Langkah ini merupakan proses
pembelajaran dan mencerdaskan bangsa Indonesia dalam alam demokrasi,"
kata Mayjen TNI Glenny Kairupan, staf pengajar di Lembaga Ketahanan
Nasional (Lemhannas) kepada ANTARA di Bogor, Kamis.
Ia diwawancarai seputar buku Habibie yang kemudian mendapatkan tanggapan
Prabowo Subianto, yang merasa keberatan pada bagian buku tersebut,
khususnya saat Prabowo mendatangi Istana pada situasi genting setelah 21
Mei 1998 pasca turunnya Presiden Soeharto, dimana kemudian akhirnya
Prabowo dicopot dari jabatannya sebagai Pangkostrad.
Dalam pemberitaan sebelumnya -- sebelum peluncuran buku BJ Habibie
--Prabowo Subianto bahkan pernah dilukiskan seolah-olah akan melakukan
kudeta ketika mendatangi Istana Kepresidenan.
Menurut Glenny Kairupan, ia sepakat bahwa penulisan sejarah -- terlebih
yang diliputi kentalnya suasana politik -- cenderung punya subyektifitas
cukup tinggi oleh pelakunya, apalagi hampir semua para pelakunya dalam
kasus itu masih banyak yang hidup, sehingga menimbulkan kontroversi.
Karena itu, kata dia, dengan cara elegen melalui penulisan buku juga,
selain dapat memberikan pembelajaran menyikapi perbedaan di alam
demokratis secara benar, yang juga bermanfaat adalah perlunya dua pihak
untuk memaparkan data dan fakta yang dimilikinya, meski tetap
berkecenderungan subyektif pula.
"Nah, dari dua informasi, fakta dan data yang dipaparkan, tentu
masyarakat yang akan menilai seberapa akurat data-data yang dipaparkan.
Jadi, dalam masalah ini, masyarakat diberi kesempatan menilai perbedaan
itu," katanya.
Mengenai keinginan Prabowo untuk meminta waktu bertemu Habibie guna
melakukan klarifikasi, ia melihat hal itu adalah hal yang wajar, namun
yang diperlukan bukan selesai pada klarifikasi, namun lebih baik dalam
bentuk penulisan buku dimaksud.
"Di dalam buku (Prabowo) itu, nantinya juga diberikan bagian klarifikasi
juga dari Pak Habibie, sehingga tidak dinilai sepihak," katanya.
Namun, terlepas dari kontroversi tersebut, ia melihat bahwa sampai
delapan tahun pasca reformasi, kekhawatiran bahwa militer di Indonesia
akan melakukan kudeta -- termasuk gambaran Prabowo Subianto saat itu --
tidak terbukti, karena adanya komitmen TNI untuk konsisten tidak
melanggar konstitusi. (*)
Copyright © 2006 ANTARA
28 September 2006 11:19
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|