|
C © updated 18052006 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/ |
|
|
Nama:
H Syaukani HR
Nama Lengkap:
Prof Dr H Syaukani Hasan Rais, SE, MM
Nama Panggilan:
Pak Kaning
Lahir:
Tenggarong, Kutai Kartanegara, 11 November 1948
Agama:
Islam
Jabatan:
- Bupati Kutai Kartanegara periode 1999-2004 dan 2005-2009
- Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Kalimantan Timur
- Rektor Universitas Kutai Kartanegara
Isteri:
Hj. Dayang Kartini
Anak:
- Silvi Agustina, ST
- Rita Widyasari, Ssos
- Windra Sudarta
Pendidikan:
Sekolah Rakyat, Tenggarong
- SMP 19 (kini SMP 1) Tenggarong
- STM Samarinda (hanya satu tahun)
- SMA I Tarakan, 1968
- BSc Universitas Mulawarman, 1973
- S1 Fakultas Ekonomi Universitas Jember, 1978
- S2 (Magister Manajemen) Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto,
2001
- Doktor (S3) Ilmu Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, 2005
- Guru besar (profesor) ilmu ekonomi Unikarta, 2006
Pendidikan Lainnya:
- Pendidikan dan Latihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah
(SPAMEN) di Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia, 1995;
- Program Khusus Legislativ di Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, 1997
- Special Education Reinventing Government Course di Amerst,
Massachusets, AS, 1996
Karir:
- Kepala SMEA, Tenggarong 1973
- Kepala Seksi Ipeda Dispenda, Kutai, 1978
- Kepala Seksi Pendapatan Lain-lain Dispenda, Kutai, 1979
- Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kutai, 1980
- Kepala Bagian Sosial Sekretariat Wilayah Daerah Kabupaten Kutai, 1991
- Asisten I Tata Praja Sekretariat Wilayah Daerah Kabupaten Kutai, 1991
- Kepala Dinas Pendapatan Pemda Kababupaten Kutai, 1992
- Ketua DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara (dua periode 1997-1999 dan
1999)
- Bupati Kutai Kartanegara, 14 Oktober 1999-2004 dan 2005-2009
- Rektor Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta)
Kegiatan Lainnya:
- Direktur Lembaga Penelitian Universitas Kutai Kartanegara
Organisasi:
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
- Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), 1971
- Ketua AMPI Kutai, 1978 - Ketua KNPI Kutai, 1982-198
- Wakil Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Kalimantan Timur
- Ketua DPC Golongan Karya (Golkar) Kabupaten Kutai Kartanegara (dua
periode)
- Ketua Umum Pengurus Cabang Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI)
Kabupaten Kutai Kartanegara (dua periode);
- Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI)
2000-2004
- Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Kalimantan Timur
- Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia
- Ketua KTI Kalimantan Timur
Alamat: Kantor:
- Bupati Kutai Kartanegara, Jalan Wolter Monginsidi, Tenggarong, Telp
(0541) 624018 Fax (0541) 662056
- Rektor Unikarta, jalan Gunung Kombeng No 27, Tel (0541) 661821 Fax
(0541) 661822, Po Box 133 Tenggarong
Alamat Rumah Dinas:
Jalan Monumen Utara, Tenggarong, Tel (0541) 61019 – 62026
Rumah Pribadi:
Jalan Panji No. 1, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Tel (0541) 664001 Fax
(0541) 661030
E-mail:
syaukani_hr@smd.mega.net.id
Website:
www.tokohindonesia.com/
ensiklopedi/s/syaukani-hr/
|
|
|
|
|
|
|
BIOGRAFI |
|
|
BIOGRAFI:
01
02
03
04
05
=
Prof Dr H Syaukani Hasan Rais, MM (01)
Berkapasitas Kepemimpinan Nasional Bupati Kutai
Kartanegara ini memiliki kapasitas dan wawasan kepemimpinan tingkat
nasional. Dia pemimpin berkarakter dan berkepribadian kuat seteguh batu
karang, berprinsip pengabdian laksana lilin serta berdedikasi,
integritas dan komitmen kebersamaan bak lebah. Memiliki mata hati dan
kecerdasan (intelektual, emosional dan spritual) yang prima serta visi
yang besar, bening dan berani (great, clear and bold vision),
jauh melebihi tantangan tugasnya sebagai bupati.
Dia cendekiawan, profesor doktor, ekonom, politisi dan birokrat yang
membumi. Pak Kaning, panggilan akrabnya, menggerakkan potensi semua
komponen daerahnya, Kutai Kartanegara, dengan konsep Gerbang Dayaku yang
brilian, realistis dan implementatif.
Prof Dr H Syaukani Hasan Rais, MM, yang juga menjabat Ketua DPD Partai
Golkar Provinsi Kalimantan Timur dan Rektor Universitas Kutai
Kartanegara (Unikarta) ini menjadi profesor pertama yang dihasilkan
perguruan tinggi swasta di seluruh Pulau Kalimantan. Doktor Ilmu
Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor ini memprakarsai Gerakan
Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) untuk
mengakselerasi pembangunan dan kemandirian daerahnya.
Pimikiran dan konsepnya tentang Gerbang Dayaku itu berhasil mengorbitkan
Kutai Kartanegara pada tingkat kemajuan spektakuler yang mengundang
decak kagum berbagai kalangan, tidak hanya masyarakat daerahnya tetapi
juga masyarakat seantero negeri. Di bawah kepemimpinannya, Kutai
Kartanegara menebar wangi harum keberhasilan ke berbagai penjuru negeri,
bukan hanya karena berita tentang kekayaan sumber daya alamnya melainkan
juga oleh kreatifitas dan kapasitas kepemimpinan bupatinya, Prof Dr H
Syaukani HR, MM. Dengan Gerbang Dayaku Tahap II, dia mencanangkan 2010
Kutai Bersinar, menuju Kutai Emas. Selengkapnya baca: Gerbang Dayaku
Menuju Kutai Emas.
Tiga Prinsip Hidup
H Syaukani HR, pria kelahiran Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur 11 Nopember 1948, itu memiliki tiga filosofi atau
prinsip hidup yang selalu diupayakan terimplementasi dalam keseharian
kepemimpinannya. Pertama, hidup seperti lilin. Rela berkorban (meleleh)
demi menerangi sekitarnya. Artinya, harus berani berkorban demi
kepentingan yang lebih besar, berguna bagi orang lain. Meluangkan waktu,
tenaga, pikiran, dan lain-lain demi kepentingan sesama.
Kedua, hidup seperti batu karang. Setiap saat dihantam ombak, namun
tetap teguh. Tetap tenang walaupun berbagai cobaan dan tantangan
menerpa. Tahan banting oleh berbagai benturan gelombang tantangan dan
menjadi tempat perlindungan bagi makhluk lain dalam ekosistemnya.
Ketiga, hidup seperti lebah. Selalu kompak, menghasilkan madu, tidak
mengganggu jika tidak diganggu. Prinsip kekompakan, kebersamaan dan
persatuan yang menjadi kekuatan, seperti lebah. Perihal kekompakan ini,
Syaukani mengutip Jenderal Sudirman yang mengatakan, kemenangan tidak
mungkin dicapai tanpa adanya kekuatan. Salah satu faktor yang menentukan
kekuatan adalah kekompakan, kebersamaan dan kesatuan. Kekuatan tidak
akan mungkin tercapai apabila tidak ada kekompakan, kebersamaan, dan
persatuan. Prinsip ini selalu dipedomaninya dalam hidup bermasyarakat,
berorganisasi, berbangsa dan bernegara.
Ketiga prinsip ini cukup menggambarkan totalitas dan kapasitas
kepemimpinannya. Hal mana dia dengan bening dan berani mau dan mampu
mengartikulasikan ketiga prinsip itu secara jitu dalam menjawab realita
multidimensi penderitaan dan harapan masyarakat sekitarnya secara
keseluruhan. Sekaligus menunjukkan keberaniannya menjadi personifikasi
dari ketiga prinsip itu. Dan dalam takaran tertentu, dia telah teruji
dalam implementasi dan bersedia membayar harga (berkorban) demi
menegakkan prinsip itu.
Baginya, ketiga prinsip, seperti lilin, batu karang dan lebah itu,
bukanlah slogan kosong yang hanya enak didengar dan indah dipajang di
dinding. Tetapi suatu prinsip yang harus diimplementasikan dengan penuh
integritas, dalam keselarasan kata dan perbuatan, penuh keberanian,
kecerdasan dan ketulusan hati. Dengan demikianlah dia mampu merumuskan
realita multidimensi kehidupan masyarakat Kutai Kartanegara secara
akurat, di dalam konsep Gerbang Dayaku, untuk menjemput masa depan Kutai
yang lebih baik. Konsep yang hanya lahir dari seorang pemimpin visioner,
pemimpin yang punya visi besar, bening dan berani (great, clear and bold
vision).
Masa depan Kutai, yang sebelumnya ‘ditawan’ oleh sistem sentralistik
pemerintahan serta ketidakcerdasan dan ketidakberanian pendahulunya
untuk menyuarakan aspirasi masyarakat Kutai dalam visi dan misi yang
jelas dan implementatif.
Lalu, ketika reformasi bergulir, dia pun terpilih menjabat Bupati Kukar,
14 Oktober 1999 — (Kesempatan yang sebelumnya tertutup baginya. Sebab
dia sejak 1992 sudah diusulkan berbagai elemen masyarakat Kutai untuk
menjabat bupati, tetapi selalu dikandaskan oleh sistem politik, yang
disebutnya demokrasi semu, kala itu) – dia pun menggunakan kesempatan
itu dengan gagasan, visi dan misi cemerlang yang dirumuskan dalam
Gerbang Dayaku.
Cerdas dan Berani
Dia adalah bupati yang dengan cerdas dan berani mengoptimalkan peluang
otonomi daerah demi mengakselerasi pembangunan daerahnya. Kendati pada
awalnya mendapat tantangan dan cemoohan, dia teguh laksana batu karang,
karena yakin atas apa yang dilakukannya adalah demi kemajuan dan
kemakmuran daerahnya.
Seperti, tatkala lulusan doktor (S3) dari Institut Pertanian Bogor
(IPB), ini menguruk delta, pulau Kumala, di tengah Sungai Mahakam di
kota Tenggarong. Tadinya delta itu terlihat seperti mengambang dan
dipenuhi semak belukar yang hanya dihuni kera dan binatang lainnya. Tak
kurang dari sejuta setengah kubik pasir dia masukkan ke sana. Kala itu,
dia disebut orang gila, mau menenggelamkan pulau, dan merusak
lingkungan.
Tapi setelah pulau seluas 76 hektar itu diuruk dan dibangun menjadi
Pulau Wisata Kumala, orang yang melihatnya menjadi terkagum-kagum. Pulau
wisata ini direncanakan akan dirampungkan pembangunannya dengan biaya
ratusan milyar rupiah. Di situ ada Patung Lembuswana ukuran raksasa yang
indah karya pematung terkenal Nyoman Nuarta, juga dilengkapi fasilitas
wisata yang tidak kalah dengan fasilitas objek wisata lainnya, seperti
Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. Juga dibangun menara setinggi 80
meter, seperti Monas, untuk bisa menatap pemandangan seluruh pulau. Juga
ada kereta gantung (sky lift) sepanjang 1.300 meter yang membentang di
atas pulau. Bahkan resor modern pun ada di tengah pulau itu.
Berdekatan dengan Pulau Kumala itu, dibangun juga jembatan berdesain
indah, bak Golden Gate di San Fransisco, yang membentang sepanjang 712
meter di atas Sungai Mahakam. Pada malam hari, pulau dan jembatan serta
jalan di sekitarnya itu bertaburan cahaya terang benderang warna-warni
menyuguhkan pemandangan amat indah. Pulau dan jembatan itu menjadi
landmark Kutai Kartanegara, yang pada tahun 2010 ditargetkannya akan
makin bersinar, yang disebutnya 2010 Kutai Bersinar, menuju Kutai Emas.
Keberaniannya melakukan sesuatu, yang semula tak pernah terpikirkan oleh
banyak orang, bahkan oleh para pendahulunya, membuat nama Tenggarong dan
Kutai Kartanegara melejit bagai satelit yang mengorbit di angkasa raya.
Menjadi pusat perhatian dan pembicaraan banyak orang. Publikasi tentang
Kutai Kartanegara pun menghiasi berbagai media yang membuat sinar
keberhasilannya makin terpandang dari jauh, menembus ruang dan waktu.
Syaukani, seorang pemimpin modern yang sangat memahami arti informasi,
komunikasi dan publikasi. Dia sangat menyadari, suatu visi harus jelas,
komunikatif, menarik perhatian, sederhana dan mudah diingat,
merefleksikan keunikan, sesuai dengan harapan dan keinginan banyak
orang, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sebagian besar orang, mampu
memberi makna dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memotivasi,
memberikan rasa bangga, membuat orang bersedia berkorban dan diyakini
dapat dicapai.
Slogan, siapa menguasai informasi, dia menguasai dunia, sungguh dapat
diraih dan diimplementasikan untuk menyosialisasikan dan mewujudkan visi
dan konsepnya. Secara sadar, dengan kecerdasan intelektualnya, dia
berusaha membangun image dan citra Kutai Kartanegara sebagai daerah
tujuan wisata, untuk kelak tidak hanya mengandalkan kekayaan alamnya,
terutama minyak, gas bumi dan batubara yang akan ada masa habisnya. Dia
berobsesi menjadikan Kutai Kartanegara setara dengan Bali, demi
kemakmuran masyarakatnya. Jika Indonesia dikenal dengan Bali, setidaknya
Kalimantan dikenal dengan Kutai Kartanegara, Kutai Emas.
Itulah yang ingin dia capai dengan membangun berbagai infrastruktur
pendukungnya serta menggalang informasi, komunikasi dan publikasi itu.
Bukan semata-mata untuk mencari pupularitas pribadinya. Bahkan sangat
sulit dia diyakinkan untuk bersedia menguraikan profil perjalanan
hidupnya. “Perjalanan hidup saya biasa saja, seperti dialami semua
orang. Lebih baik Anda melihat langsung apa yang kami lakukan di Kutai
Kartanegara,” katanya saat bertemu wartawan Tokoh Indonesia di Jakarta.
Karya-karyanya, serta suara masyarakat Kutai dan para kerabatnya, memang
lebih bercerita tentang siapa H Syaukani HR. Setelah mengunjungi Kukar
selama lima hari penuh, Tim Wartawan Tokoh Indonesia, mengapresiasinya
sebagai seorang pemimpin yang memiliki kapasitas kepemimpinan nasional,
jauh melebihi tantangan tugasnya sebagai bupati, seperti diuraikan dalam
lead artikel ini.
Pantas saja masyarakat Kutai Kartanegara berdemo dan mogok hampir dua
bulan lamanya menolak penggantiannya secara mendadak oleh Mendagri tanpa
lebih dulu memberitahukan kepada DPRD dan kepadanya, November 2004.
Masyarakat Kutai Kartanegara berdemo bak lebah saat mereka diusyik
dengan mengganti pimpinan yang mereka idamkan.
Akibat perlawanan masyarakat itu, Syaukani malah dituduh mendalangi demo
itu bahkan dituduh melakukan korupsi. Tuduhan yang ternyata tidak
terbukti. Kendati akhirnya, ia diganti sesuai ketentuan menjelang
Pilkada Bupati, masyarakat Kutai Kartanegara kemudian membuktikan
pilihannya. Pada Pilkada Bupati pertama secara langsung di Indonesia
itu, pasangan Syaukani HR dengan Samsuri Aspar meraih suara mutlak lebih
60 persen, mengungguli dua pasangan pesaingnya. Rakyat menentukan
pilihannya, kendati pada saat kampanye Syaukani dihujani black campaign
luar biasa buruk. Selengkapnya baca: Pemimpin Seteguh Batu Karang.
Suara rakyat telah bergema melalui pilihannya. Jika pada periode pertama
sebagai Bupati Kartanegara, Syaukani dipilih melalui Sidang Paripurna
DPRD, pada periode kedua, dia dipilih langsung rakyat melalui Pilkada 1
Juni 2005. Hal ini sekaligus pembuktian, bahwa apa yang dilakukannya
mendapat dukungan mutlak dari masyarakatnya. Sehingga masyarakat memberi
kesempatan melanjutkan program-program Gerbang Dayaku Tahap II yang
telah disetujui DPRD.
Sesungguhnya sudah sejak awal tahun 1990-an masyarakat Kutai
mengharapkannya menjadi bupati. Pada tahun 1992, dia sudah didaulat
berbagai elemen masyarakat dan empat fraksi DPRD Kutai untuk menjadi
bupati. Tapi karena sistem demokrasi semu kala itu, namanya dicoret dari
daftar calon untuk memenangkan calon yang diinginkan Gubernur dan Pusat.
Sejumlah anggota DPRD memboikot, tidak menghadiri sidang pemilihan,
sehingga tidak memenuhi qorum. Namun pemilihan tetap dilangsungkan,
walau kemudian dibatalkan.
Syaukani, dengan kepemimpin-nya yang kala itu menjabat Kadispenda Kutai
merangkap Ketua DPD Golkar Kutai, bersedia mundur dua langkah,
menganjurkan para anggota DPRD itu bersedia menghadiri pemilihan bupati
ulang. Sejak itu, dia makin intens dalam dunia politik dan pendidikan.
Kemudian setelah reformasi, tepatnya 14 Oktober 1999, dia terpilih
menjadi Bupati Kutai Kartanegara (1999-2004), setelah sempat menjabat
Ketua DPRD Kutai Kartanegara. Masih dua tahun menjabat bupati, berbagai
elemen masyarakat Kalimantan Timur mendaulatnya untuk bersedia
dicalonkan menjadi Gubernur Kaltim. Tawaran ini tidak serta-merta
diterimanya. Dia bahkan menolak dengan alasan, dia baru saja menerima
amanah dari rakyat daerah kelahirannnya, Kukar.
Saat ini, dalam periode kedua menjabat Bupati, berbagai elemen
masyarakat sudah memintanya lagi untuk bersedia dicalonkan menjadi
Gubernur Kaltim pada Pilkada 2008 nanti. Ketua DPD Partai Golkar Kaltim
ini mensyukuri keinginan masyarakat Kaltim itu. Dia bukan pemimpin yang
munafik. Namun sekali lagi, dia harus membuktikan dulu karyanya di Kukar
sampai 2008. Jika kemajuan daerahnya signifikan dan sesuai dengan
harapan masyarakat, dia baru bersedia dicalonkan. Jika tidak, dia lebih
memilih meneruskan masa jabatannya sebagai bupati sampai 2010.
Pemimpin yang Merakyat
Gaya kepemimpinan yang me-rakyat membuat pupularitasnya demikian tinggi
di tengah masyarakat. Kepemimpinan yang merakyat itu lahir dari mata
batin dan kata hatinya yang paling dalam. Bukan dibuat-buat seperti
dilakukan beberapa pemimpin dewasa ini. Melainkan lahir dari dalam
dirinya yang berproses sejak masa kecil di bawah asuhan ibundanya. Pada
usia tiga tahun, ayahandanya telah berpulang. Sejak itu, ia diasuh ibu
dan neneknya dengan kasih sayang, ketulusan berkorban, kemandirian dan
kebersamaan.
Pengasuhan ibunya, serta keuletan mengasah diri sendiri (long life
education) membuat mata batin, mata hati, mata budi, mata spiritualnya
fungsional, yang ditandai dengan moralitas, integritas dan karakter yang
relatif tak tercela (walaupun sebagai manusia, tentu dia tidak sempurna,
pasti punya kekurangan manusiawi). Semua itu membuatnya mau dan mampu
melihat dan mendengar dengan melibatkan diri secara total (mata,
telinga, pikiran, hati dan perasaan) dengan segala konsekuensinya, di
antaranya, kesiapannya menerima tamu, siapa pun dan mendengar keluhan
dan harapannya. Dia tidak hanya mendengar secara ragawi, tetapi
mendengar dengan hati dan akal budinya (empathic listening).
Proses pengasuhan Sang Bunda itu telah mengasah kepedulian dan
kebersamaannya dengan rakyat kecil. Gaya kepemimpin-an yang merakyat
ini, tercermin sangat kasat mata dari cara bagaimana dia melayani setiap
tamu yang ingin bertemu dengannya. Di tengah kesibukan dan mobilitasnya
yang terbilang tinggi, dengan berbagai jabatan dan kegiatan yang
diembannya, Syaukani selalu dengan ramah melayani siapa saja, tanpa
mem-bedakan status dan latarbelakang orang yang ingin menemuinya.
Di mana saja dia berada selalu mau menerima siapa saja, sepanjang dia
memiliki waktu. Bahkan tak jarang dia langsung mendatangi tamu yang
ingin bertemu dengannya. Seperti tatkala Tim Wartawan Tokoh Indonesia
dan beberapa tamu lainnya menginap di Hotel Singgasana, Tenggarong,
Syaukani malah memilih datang menghampiri setiap tamunya di hotel itu.
Secara bergilir dilayani satu persatu, dengan keakraban yang sama. Tak
pilih kasih, apakah seseorang itu datang untuk kepentingan pribadi atau
bisnis apalagi untuk kepentingan dinas atau kepentingan umum.
Dia pemimpin yang secara total mengerahkan segala yang dimiliki demi
tugas pengabdian-nya. Dia sungguh menganut prinsip hidup seperti lilin,
yang memberi penerangan atas kegelapan, kendati dia sendiri harus
meleleh. Dia seperti tidak kenal lelah dengan mobilitas dan kepebulian
yang amat tinggi.
Dia juga pemimpin yang berwawasan kebangsaan. Seorang muslim yang taat
dan tak membedakan siapa pun oleh faktor agama, suku dan golongan.
Syaukani yang boleh dibilang seorang pejuang otonomi daerah, memimpin
Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) periode
2000-2004, bahkan sangat menyesali sebagian pemimpin daerah lain yang
menerjemahkan otonomi daerah dengan pemahaman sempit, seperti mengangkat
pejabat harus putera asli daerah.
Menurutnya, otonomi itu harus diartikan luas, seperti misalnya
pengertian putera bangsa. Putra bangsa itu siapa pun dia, dari mana pun
dia, suku apa pun dia, agama apa pun dia, kalau dia berbakti, berkorban,
berjuang untuk negara dia adalah putra bangsa. Begitu pula putera
daerah. Dari mana pun dia, suku apa pun dia, agama apa pun dia, kalau
dia berbakti, berjuang, berkorban untuk daerah, dia putera daerah.
Jangan diartikan sempit, harus suku tertentu, harus lahir di sini,
tidak. Dia menjadikan Kutai Kartanegara menjadi rumah Indonesia. “Nggak
ada sukuisme di sini. Cermin Pancasila di sini, cermin Indonesia di
sini,” katanya. Selengkapnya baca: Wawancara: Daerah Kuat, NKRI Kukuh.
Kecerdasan, totalitas pengabdian dan wawasan kebangsaannya membuat
Syaukani pantas didambakan untuk memimpin dalam ruang lingkup yang lebih
luas, apakah sebagai gubernur, menteri atau jabatan yang lebih tinggi.
Dia memang seorang Bupati, yang memiliki kapasitas dan wawasan
kepemimpinan tingkat nasional. ►e-ti/ch robin simanullang
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|