A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
  H O M E
 ► Home
 ► Biografi
 ► Versi Majalah
 ► Berita
 ► Galeri
  P E J A B A T
 ► Pejabat
 ► Presiden
 ► MA
 ► Bepeka
 ► MK
 ► Kabinet
 ► Departemen
 ► Badan-Lembaga
 ► Mabes TNI
 ► Mabes Polri
 ► Pemda
 ► BUMN
 ► Purnabakti
 ► Asosiasi
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► Pernikahan
 ► In Memoriam
 ► Majalah TI
 ► Redaksi
 ► Buku Tamu
 

 
  C © updated 05122005-24062003  
   
  ► e-ti/businessweek  
  Nama:
Dr. Boediono
Lahir:
Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943
Agama:
Islam
Isteri:
Herawati
Anak:
Dua orang

Pendidikan:
- S1: Bachelor of Economics (Hons.), University of Western Australia (1967)
- S2: Master of Economics, Monash University, Melbourne, Australia (1972)
- S3: Doktor Ekonomi Bisnis Wharton School University of Pennsylvania, AS 1979

Pekerjaan:
- Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu (2005-2009)
- Menteri Keuangan Kabinet Gotong Royong (2001-2004)
- Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999)
- Direktur I Bank Indonesia Urusan Operasi dan Pengendalian Moneter (1997-1998)
- Direktur III Bank Indonesia Urusan Pengawasan BPR (1996-1997)
- Dosen Fakultas Ekonomi UGM

Alamat:
Jalan Mampang Prapatan XX No.26, Jakarta Selatan



 
     
 
BOEDIONO HOME
Prof Dr Boediono

Ekonomi Penentu Demokrasi

Bangsa Indonesia telah memilih jalur demokrasi untuk membangun negara ini. Pilihan itu adalah benar. Selanjutnya, dengan menarik pelajaran dari pengalaman sendiri dan pengalaman negara-negara lain yang mengikuti jalur ini, bangsa Indonesia memperoleh gambaran mengenai jalan yang kemungkinan akan dilalui ke depan.

 

 

Dr. Boediono

Ekonom Bertangan Dingin

Doktor Ekonomi Bisnis lulusan Wharton School University of Pennsylvania, AS 1979, ini seorang ekonom bertangan dingin. Tangan dinginnya terlihat saat menjabat Menteri Keuangan dalam tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong yang disebut publik kala itu sebagai The Dream Team. Dia dipercaya kembali Menko Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu (resuffle Senin (5/12/2005).

 

Selama menjabat Menkeu Kabinet Gotong-Royong, dia berhasil membenahi bidang fiskal, masalah kurs, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi.

 

Bersama dalam The Dream Team dan Bank Indonesia, Master of Economics, Monash University, Melbourne, Australia (1972), itu berhasil menstabilkan kurs rupiah pada kisaran Rp 9000-an per dolar AS. Begitu pula dengan suku bunga berada dalam posisi yang cukup baik merangsang kegiatan bisnis, sehingga pertumbuhan ekonomi menaik secara signifikan. Pria berpenampilan kalem dan santun serta terukur berbicara itu juga dinilai mampu membuat situasi ekonomi yang saat itu masih kacau menjadi dingin.
 

Saat baru menjabat Menkeu, langkah pertama yang dilakukan berpenampilan rapih dan low profile itu adalah menyelesaikan Letter of Intent dengan IMF yang telah disepakati sebelumnya serta mempersiapkan pertemuan Paris Club September 2001. Paris Club ini merupakan salah satu pertemuan penting karena menyangkut anggaran 2002. Setelah itu, dia bersama tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong, secara terencana mengakhiri kerjasama dengan IMF (Dana Moneter Internasional) Desember 2003.

 

Departemen Keuangan di bawah kendali pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943, itu pun berhasil melampaui masa transisi pascaprogram IMF, yang sebelumnya sudah dia ingatkan akan sangat rawan, bukan hanya menyangkut masalah dana, tetapi juga menyangkut rasa percaya (confidence) pasar. Apalagi kala itu, Pemilihan Umum 2004 juga berlangsung. Kondisi rawan itu pun berhasil dilalui tanpa terjadi guncangan ekonomi.

 

Dia berhasil menggalang kerjasama dengan Bank Indonesia dan tim ekonomi lainnya, kecuali dengan Kwik Kian Gie yang kala itu tampak berbicara sendiri sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas.

 

Tak heran bila majalah BusinessWeek (AS), memberi Boediono pengakuan sebagai tokoh yang kompeten di posisinya sebagai menteri keuangan.

 

Maka ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyo dalam jumpa pers di Pangkalan TNI Angkatan Udara Kelapa Sawit, Medan, Sumatera Utara, Jumat (2/12/2005), menyebut telah meminta mantan Menteri Keuangan Boediono untuk memperkuat tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, pasar menyambutnya dengan antusias.

 

Terlihat dari nilai tukur rupiah yang langsung naik di bawa Rp 10.000 per dolar AS. Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kini belum didukung pemulihan sektor riil dan moneter. Juga perdagangan di lantai Bursa Efek Jakarta (BEJ) naik signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ langsung ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen) dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100.

 

Berbagai pelaku bisnis menilai Boediono kredibel, low profile, tidak banyak bicara, prudent dan sangat konservatif.
 

Presiden mengakui, sebelum terbang ke Sibolga, Kamis (1/12) pagi, telah bertemu Boediono, memintanya memperkuat tim ekonomi. Menurut Presiden, Boediono cukup meyakinkan untuk mengelola makro-ekonomi dengan baik.

Namun, menurut Presiden SBY, Boediono mengaku ingin beristirahat sambil berbuat baik bagi negara tanpa harus bergabung di kabinet. "Tetapi saya minta, Pak Boediono kalau negara memerlukan, kalau rakyat menghendaki dan Anda harus masuk pemerintahan, tentu itu amanah. Mudah-mudahan semuanya berjalan baik dalam satu dua hari ini," kata Presiden SBY.

Presiden SBY didampingi Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng, dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Rudolf Pardede, menginginkan ada komunikasi dan konsultasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia.

 

Diungkapkan, inflasi tahun 2005 yang lebih buruk dari tahun 2004 dinilai jauh dari harapan. Tentu ada faktor yang bisa menjelaskan mengapa inflasi buruk. Harus ada keterpaduan atau harmoni kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah dan kebijakan moneter dari Bank Indonesia.

 

Presiden berharap Boediono akan mampu membenahi kinerja ekonomi Indonesia, terutama di sektor riil dan terkait dengan tingginya laju inflasi saat ini menyusul kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 diiringi tingginya tingkat konsumsi pada bulan puasa Ramadhan dan Lebaran November 2005.

"Mengapa saya akan menata kembali tim ekonomi karena kita ingin semuanya tertata baik, makro-ekonomi, mikro-ekonomi, jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Ada yang harus bergerak cepat, yaitu ekonomi, tetapi harus ada yang menjaga stabilitas jangka panjang, sustainability, dan balance, kata Presiden SBY.

Presiden menginginkan orang yang tepat di posisi yang tepat untuk mendukung kerja tim yang kuat. Pemilihan figur didasarkan pada kemampuan melakukan koordinasi dan kerja sama tim yang baik. Presiden berkepentingan dengan dua hal itu, untuk memiliki dewan menteri dan tim kerja yang baik.

Sementara, Boediono yang dikenal sebagai pribadi yang sedikit bicara banyak bekerja itu, belum mau bicara soal ajakan Presiden SBY tersebut. ►e-ti/crs

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

 

 

 

         

Presiden SBY

Minta Boediono Masuk Tim Ekonomi

Medan, 2/12/2005: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku telah meminta Boediono, mantan Menteri Keuangan Kabinet Gotong Royong (Presiden Megawati) untuk masuk memperkuat tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu. Presiden menilainya mampu mengelola makro-ekonomi yang kini belum didukung pemulihan sektor riil dan moneter.

 

Dr. Boediono

Ancaman Krisis Lagi

Indonesia terancam menghadapi krisi lagi dalam memasuki tahun 2004. Hal ini mungkin terjadi jika Negara Kesatuan Republik Indonesia secara bersama-sama gagal mengatasi tiga program yakni berakhirnya program Dana Moneter Internasional Desember 2003, Pemilihan Umum 2004, dan soal integritas wilayah. Masa transisi pascaprogram IMF sangat rawan, bukan hanya menyangkut masalah dana, tetapi juga menyangkut rasa percaya (confidence) pasar.

      Dr. Boediono

Jangan Wariskan Ekonomi Bobrok

Jakarta, Kompas - Siapa pun yang terpilih pada pemerintahan yang akan datang, sebaiknya mendapatkan tongkat estafet perekonomian yang baik yang on going (berjalan), bukan ekonomi yang bobrok. Apa opsi yang dipilih pemerintah saat ini untuk mengakhiri program Dana Moneter Internasional akan turut menentukan perekonomian seperti apa yang akan diwariskan pemerintahan saat ini kepada pemerintahan yang akan datang.