ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
 
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
 
  P R O F E S I
 ► Advokat
 ► Akuntan
 ► Arsitek
 ► Bankir
 ► CEO-Manajer
 ► Dokter
 ► Guru-Dosen
 ► Konsultan
 ► Kurator
 ► Notaris
 ► Peneliti-Ilmuwan
 ► Pialang
 ► Psikolog
 ► Seniman
 ► Teknolog
 ► Wartawan
 ► Profesi Lainnya
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► In Memoriam
 ► Majalah TI
 ► Redaksi
 

 


 
  C © updated 16052005-31012004  
   
  ►e-ti/sh  
  Nama:
Eduardus Cornelis William (ECW) Neloe

Usia:
58 Tahun

Istri:

Anak:
Empat orang

Pendidikan:
Sarjana Administrasi Niaga, Universitas Krisnadwipayana, tahun 1966
Kursus Manajemen dan Perbankan:
1. East Asian Leadership, di Harvard University, Boston, AS tahun 1995
2. The Pasific Rim Bankers Program, di University of Washington, Seatle, AS tahun 1990.

Hobby:
Olahraga

Karir:
1. Direktur Utama Bank Mandiri, tahun 2000 hingga sekarang
2. Menangani PT Chandra Asri Petrochemical Center, hingga tahun 2000
3. Direktur Bank Dagang Negara, tahun 1991-1998
4. Chief representatif BDN dan Managing Director Staco International Limited, Hong Kong, tahun 1987-1990
5. Staf administrasi pembukuan, BDN, tahun 1966

Penghargaan:
1. Best Bank Awards 2002, dari majalah Global Finance, New York
2. Best Trade Finance Bank 2002, dari majalah Global Finance, New York
3. Country Awards for Achievement 2002, dari majalah Finance Asia, Hong Kong
4. Bank of The Year 2002, dari majalah The Banker London
5. Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA 2002)
6. Tokoh Pasar Modal 2003 versi majalah Investor


Sumber:
Dari berbagai sumber, terutama Sinar Harapan.

 
 
     

ECW Neloe

Kisah Pemimpin Bank Terbesar


Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Mandiri, Senin 16/5/2005, mengganti Eduard Cornelis William Neloe, yang berstatus tersangka dalam kasus kredit macet, sebagai direktur utama, dan mempercayakan jabatan itu kepada Agus Martowardojo, yang masih menjabat Dirut Bank Permata.

 

RUPS juga menerima laporan keuangan Bank Mandiri.dan memberikan "Acquit et de Charge" (pembebasan tanggung jawab sepenuhnya) kepada direksi atau komisaris atas tindakan pengurusan dan pengawasan yang telah dijalankan selama tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2004.

 

Dia, Eduardus Cornelis William (ECW) Neloe, adalah bankir senior yang merintis karir betul-betul dari bawah. Berawal sebagai tenaga pembukuan tahun 1966 sampai menjabat direksi (1991-1998) di Bank Dagang Negara (BDN). Kemudian dia dilantik (tahun 2000) jadi Direktur Utama Bank Mandiri, bank terbesar di Indonesia. Selama memimpin Bank Mandiri, dia telah meraih beberapa penghargaan. Dia berobsesi menjadikan Bank Mandiri sebagai bank universal (universal banking).

Karir lulusan sarjana administrasi niaga dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta tahun 1966, ini menemukan arah yang tepat dimulai dari pertemuan manisnya dengan Moeljoto Djojomartono, yang ketika itu sedang memimpin BDN. Tak disangka, Moeljoto pria pekerja keras yang akomodatif, ini mengarahkannya sampai menjadi direksi BDN berselang 25 tahun kemudian.

Sejak tahun 2000 Neloe menggantikan Robby Johan memimpin Bank Mandiri, hasil mega merger empat bank pelat merah yaitu BDN, Bank Exim, Bapindo dan BTN. Dengan merger Bank Mandiri tercacat memiliki total aset Rp 262 trilyun (26,5 miliar dolar AS), berpendapatan bersih Rp 1,17 trilyun (119 juta dolar AS), dan dengan ROE (return on equity) 38,09 persen. Angka-angka itu menempatkan Bank Mandiri sebagai bank terbesar di tanah air. Meraih berbagai penghargaan bergengsi lokal maupun internasional selama dipimpin oleh ECW Neloe, terjadi karena Bank Mandiri memiliki kinerja yang menggembirakan. Padahal usia bank baru empat tahun dan masih dalam suasana krisis multidimensi yang belum pulih.

Sebelum diplot menjadi direktur utama, Neloe sempat terlebih dahulu diminta membenahi krisis keuangan PT Chandra Asri Petrochemical Center (CAPC). Padahal, karir Neloe sebelumnya didominasi sebagai eksekutif handal bank di BDN. Selama delapan tahun antara 1991 hingga 1998 dia adalah direktur BDN. Lalu, antara tahun 1987 hingga 1990 ditugaskan sebagai chief representative BDN di Hong Kong dan Managing Director Staco International Finance Limited, juga di Hongkong. Di sela-sela tugas eksekutif tersebut Neloe masih menyempatkan diri mengikuti berbagai kursus perbankan dan manajemen. Seperti, mengikuti East Asian Leadership, di Harvard University, Boston, AS tahun 1995, dan the Pasific Rim Bankers Program, di University of Washington, Seatle, AS tahun 1990.

Kini, pria ramah dengan empat orang anak ini berniat menjadikan Bank Mandiri sebagai bank universal atau universal banking. Dia sedang aktif melakukan transformasi secara bertahap menuju universal banking. Caranya, mempertahankan sekaligus memperkuat segmen perbankan korporasi, demikian pula melakukan penguatan dan pengokohan terhadap segmen perbankan komersil dan ritel. Disebutkan oleh Neloe, Bank Mandiri terus mengembangkan produk dan pelayanan, serta memperkuat pondasi teknologi informasi dan jaringan distribusi sebagai bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan posisi sebagai bank universal di Indonesia.

Modal dasar untuk mencapai posisi yang diinginkan itu tidaklah terlampau sulit. Sebagai misal, kini Bank Mandiri didukung tak kurang oleh 17.572 karyawan, serta memiliki 682 kantor cabang berikut empat kantor cabang dan anak perusahaan di luar negeri. Untuk melayani 6,7 juta nasabah, jaringan distribusi semakin diperluas dengan kehadiran 1.235 mesin ATMandiri, itupun masih diperkuat oleh dari 4.000 lebih mesin ATM Link yang dapat dipergunakan secara bersama oleh bank-bank berpelat merah.

Pondasi teknologi informasi yang dikembangkan Neloe salah satu hasilnya adalah kemudahan melayani nasabah melalui SMS Banking Mandiri. Terobosan yang mengagumkan ini antara lain menawarkan fitur cek saldo, transfer antar rekening di Bank Mandiri yang terdaftar, serta notifikasi otomatis melalui pesan singkat telepon selular (ponsel) SMS. Kelebihan SMS Banking Mandiri ini, kata Neloe, nasabah tidak perlu mengganti kartu SIM ponsel, bisa menggunakan merek dan jenis ponsel apa saja, dan berlaku untuk keempat operator yaitu Telkomsel, Satelindo, Exelcom, dan IM-3.

Sukses memoles Bank Mandiri dengan tangan dingin tidaklah membuat pria penggemar olahraga ini berpuas diri. Kinerja bank terus ditingkatkan supaya hasilnya semakin menggembirakan. Menurut catatan Neloe, sebagai contoh hingga September 2002 bank yang dipimpinnya berhasil meraih laba bersih Rp 2,79 triliun (310,4 juta dolar AS), naik 32,7 persen dibanding periode sama September 2001. Peningkatan ini terutama bersumber dari biaya penyisihan yang lebih rendah dan keuntungan dari penyesuaian nilai pasar portofolio obligasi pemerintah seiring dengan penurunan suku bunga. Mengakhiri tahun 2002 Neloe memperkirakan laba bersih Bank Mandiri mencapai Rp 4,4 triliun, sebagian besar masih diperoleh dari pendapatan bunga obligasi rekapitalisasi.

Per September 2002 total aset Bank Mandiri Rp 251,6 triliun, menguasai 23 persen pangsa pasar perbankan, rasio kecukupan modal (CAR) 29,6 persen, return on asset (ROA) 2,1 persen, dan return on equity (ROE) 27,5 persen. Sementara non performing loan (NPL) dibandingkan periode sama September 2001 yang 12,5 persen turun menjadi hanya 9,0 pada September 2002. Masih pada periode sama, kredit yang diberikan mencapai Rp 57,0 triliun naik 34,1 persen, demikian juga dengan loan to deposit ratio (LDR) meningkat dari 25,1 persen menjadi 30,9 persen. Tingkat penyisihan penghapusan kredit yang naik menjadi 142,5 persen merefleksikan kebijakan pencadangan yang konservatif dan melebihi nilai minimum yang ditetapkan.

Dengan tangan dinginnya ECW Neloe telah berhasil membawa Bank Mandiri terus bertumbuh dan sukses melewati masa-masa sulit bahkan kini bersiap-siap pula menjadi bank universal. Kisah-kisah sukses itu membuat Neloe maupun Bank Mandiri kebanjiran penghargaan dari berbagai pihak. Antara lain, dalam skala internasional Best Bank Awards 2002 dan Best Trade Finance Bank 2002 keduanya dari majalah Global Finance, New York, penghargaan Country Awards for Achievement 2002 dari majalah Finance Asia, Hong Kong, Bank of The Year 2002 dari majalah The Banker, London, serta penghargaan Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA 2002) sebagai bank yang memperoleh penilaian tertinggi dibanding dengan bank-bank lain dalam hal penanganan produk deposito.

Finance Asia mencatat Bank Mandiri adalah bank terbesar Indonesia dengan kinerja yang kokoh. Penilaian itu didasarkan pada angka total aset yang Rp 262 triliun (26,5 miliar dolar AS), pendapatan bersih Rp 1,17 triliun (119 juta dolar AS), dan keberhasilan meraih return on equity (ROE) yang mencapai 38,09 persen.

Yang juga spektakuler adalah keberhasilan Bank Mandiri menerbitkan Eurobond sebesar 125 juta dolar AS, sebuah transaksi pasar modal internasional pertama yang berhasil oleh badan usaha milik negara Indonesia semenjak krisis ekonomi 1997. Keberhasilan penerbitan Eurobond itu adalah salah stau bukti kinerja Bank Mandiri yang diakui oleh pasar internasional. Atas dasar itu Finance Asia menobatkan Bank Mandiri sebagai Bank Lokal Terbaik 2002 untuk Indonesia. Hal itu senada dengan komentar Neloe, ”Penghargaan ini merupakan bukti dari hasil kerja keras dan komitmen kami di dalam memperkokoh landasan operasional yang memberikan hasil yang konsisten.”

Sumbangan Bank Mandiri kepada negara juga tidak kecil. Pada tahun 2001, misalnya, Bank Mandiri memberikan deviden Rp 1,37 trilyun kepada pemerintah, serta menyetor Rp 3 trilyun pajak yang berhasil dikumpulkan dari bunga simpanan dana masyarakat yang ada di Bank Mandiri.

Sesuai arah bank universal Neloe mulai pula melirik potensi usaha kecil menengah (UKM). Bersama Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Neloe sepakat bekerjasama dalam hal penyediaan credit line, pemberian fasilitas perkreditan, maupun penyediaan jasa-jasa perbankan lainnya. Neloe berharap Bank Mandiri dapat bekerjasama dengan 1.000 BPR anggota Perbarindo di seluruh Indonesia. Sebelum kesepakatan itu ditandatangani, Bank Mandiri telah lebih dahulu memberikan pembiayaan secara langsung kepada 210 BPR dengan plafon Rp 100 miliar.

Kata Neloe, UKM dipilih target perkreditan karena segmen bisnis ini secara historis mempunyai kemampuan survival yang lebih kuat menghadapi tekanan krisis. ”Hingga saat ini, dampak krisis ekonomi yang menyebar ke segala aspek masih kita rasakan sehingga tidak berlebihan bila saat ini merupakan saat yang tepat bagi Bank Mandiri untuk lebih menggalakkan kegiatannya mendukung UKM tanpa meninggalkan bisnis lain dalam mewujudkan Bank Mandiri menjadi universal banking,” jelas ECW Neloe yang selalu menaruh perhatian besar terhadap perkembangan olahraga di tanah air. Dia antara lain pernah menjabat pengurus KONI Pusat, dan Ketua Umum PB Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI). Bahkan, dia merelakan kocek Bank Mandiri menjadi sponsor utama Liga Bank Mandiri yaitu kompetisi liga sepakbola utama Indonesia. ►ht

 

Kamis, 28 Apr 2005,
Neloe Siap Tanggung Jawab


Kredit Macet Bank Mandiri
yang Mencapai Triliunan Rupiah
JAKARTA - E.C.W. Neloe, orang nomor satu di Bank Mandiri, menyatakan siap mempertanggungjawabkan macetnya kredit triliunan rupiah yang dikucurkaan oleh bank milik pemerintah itu.

Kesiapan itu diucapkan Neloe setelah diperiksa sebagai saksi oleh tim penyidik Kejaksaan Agung. Banker senior tersebut menjalani pemeriksaan sebelas jam sejak pukul 09.30 hingga pukul 20.45. Neloe tiba di Gedung Bundar sekitar pukul 09.10 dengan mengendarai Toyota Kijang Innova silver. Seorang pengacara dari kantor hukum Amir Syamsuddin mendampingi Neloe selama dicecar pertanyaan oleh para penyidik Gedung Bundar.

Neloe yang ketika itu mengenakan setelan jaket hitam dan berkemeja putih dipadu dasi merah langsung diwawancarai begitu turun dari mobil. Dia hanya menegaskan bahwa kedatangannya bermaksud memenuhi panggilan sebagai saksi. "Saya dipanggil sebagai saksi. Tolong izinkan saya menghadap penyidik," pinta Neloe ketika arah jalannya tertutup kerumunan wartawan di teras Gedung Bundar kemarin.

Selanjutnya, Neloe bergegas menuju ke lift yang mengantarnya ke ruang pemeriksaan di lantai II Gedung Bundar. Di sana sudah ada sejumlah tim penyidik yang beranggota Soewandi (direktur penyidikan), Arnold Angkow (Kasubdit Tindak Pidana Khusus), Agus Zebua, dan Hari Hermansyah.

Neloe kembali "diserbu" puluhan wartawan s
etelah menjalani pemeriksaan. Pria berkaca mata itu tergopoh-gopoh turun dari tangga menuju ke mobil. Maklum, kerumunan wartawan lagi-lagi menghalangi arah jalannya. Wartawan pun terus mencecarkan pertanyaan tanpa peduli kondisi fisik Neloe yang terlihat capai setelah menjalani pemeriksaan.

Toh, Neloe berupaya menjawab semua pertanyaan wartawan. Pria berkaca mata itu menegaskan bahwa dirinya siap bertanggung jawab atas berbagai temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang mengindikasikan penyimpangan dalam pengucuran kredit Bank Mandiri kepada 28 perusahaan.

"Saya bekerja tentu bertanggung jawab, ya kan," ujarnya dengan nada tinggi. Neloe menolak berkomentar soal hasil pemeriksaan. Alasannya, hal tersebut menjadi kewenangan tim penyidik.

Ditanya soal penetapan sebagai tersangka, Neloe menegaskan belum. "Jangan berpikir terlalu jauh. Mari kita saling menghormati. Yang pasti, hingga sekarang, saya masih diperiksa sebagai saksi," tegas Neloe.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda (JAM) Pidana Khusus Hendarman Supandji mengatakan, pemeriksaan Neloe diarahkan seputar tugas dan kewenangannya sebagai Dirut Bank Mandiri, khususnya dalam pencairan sebuah kredit. "Totalnya 30 pertanyaan. Setiap pertanyaan ada 8 butir pertanyaan yang harus dijawab yang bersangkutan. Dan, Neloe sendiri selama ini bersikap kooperatif," kata Hendarman.

Menurut dia, pemeriksaan dihentikan sekitar pukul 20.00 WIB. Neloe belum bisa langsung meninggalkan ruang pemeriksaan karena harus menandatangani BAP (berita acara pemeriksaan).

Apakah hasil pemeriksaan Neloe mengindikasikan adanya dugaan kerugian negara? Hendarman menegaskan, penyidik belum bisa menyimpulkan hasil pemeriksaan karena akan dilakukan evaluasi. "Nanti akan kita evaluasi dan hubungkan dengan pemeriksaan dari tersangka dan sejumlah saksi lain. Hasilnya mungkin minggu pekan," ujar mantan sekretaris JAM Pengawasan ini. Lagipula, Neloe juga belum menjalani pemeriksaan konfrontasi dengan para tersangka.

Hendarman menolak detail materi pemeriksaan. Termasuk, kemungkinan keterlibatan Neloe dalam tim komite persetujuan kredit untuk menandatangani permohonan kredit bermasalah. "Saya belum (bisa menjelaskan) sampai ke arah situ," kata Hendarman.

Menurut dia, tim penyidik juga belum menyimpulkan Neloe bakal menjadi tersangka. Sebab, sejauh ini, tersangkanya sudah cukup jelas, yaitu manajemen perusahaan penerima kredit. "Sampai sekarang, jumlah (tersangka) baru empat," jelas Hendarman.

Empat tersangka itu yakni anggota direksi PT Cipta Graha Nusantara (Edison, Diman Ponidjan, dan Saipul) dan PT Siak Zamrud Pusaka (Nader Taher) sebagai tersangka kasus kredit macet Bank Mandiri. Sedangkan manajemen dari PT Lativi Media Karya (LMK) dan PT Artha Brahma Textindo/PT Artha Tri Mustika Textindo hingga kemarin belum ditetapkan sebagai tersangka.

Lebih lanjut, Hendarman menjelaskan, penyidik belum memulai penyidikan di luar empat perusahaan tersebut. Mengapa? Sebab, penyidik Kejagung masih menunggu finalisasi audit BPK. "Saya sebenarnya menunggu hasil audit final BPK hari ini (kemarin). Tapi, nggak tahu mengapa ditunggu hingga malam ini belum datang. Alasannya juga tidak jelas," kata Hendarman.

Praktis, dengan pembatalan penyerahan hasil audit BPK tersebut, maka pelimpahan temuan kredit bermasalah Rp 548,5 miliar yang diajukan anak perusahaan Grup Bakrie, PT Bakrie Telecom, hingga kemarin belum bisa ditangani tim Kejagung.

BPK sudah mengonfirmasi kepada Bank Mandiri atas hasil temuan tersebut. Alasan pemberian kredit itu terutama didasarkan pada prospek bisnis ke depan. Sebaliknya, BPK memiliki penilaian-penilaian lain.

Dia menambahkan, laporan audit Bank Mandiri tersebut telah masuk program audit BPK periode 2004. Sedangkan kasusnya terjadi pada 1999, 2000, dan 2001. Dia menyebutkan beberapa perusahaan yang memiliki kredit macet di Bank Mandiri.

Di antaranya, PT Cipta Graha Nusantara (CGN) Rp 161
miliar; PT Siak Zamrud Pusaka (SZP) Rp 24,8 miliar; dan Lativi Media Karya (LMK) Rp 300 miliar. Perusahaan terakhir saat ini dimiliki Abdul Latief. Selebihnya, kredit bermasalah tersebut juga dikucurkan kepada salah satu anak perusahaan Grup Bakrie, PT Bakrie Telecom, senilai Rp 548,5 miliar. Hingga sekarang, BPK menilai kredit PT Bakrie Telecom itu tergolong yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian.

Temuan BPK yang termuat dalam hasil pemeriksaan (hapsem) keuangan semester II 2004 juga meliputi pengambilalihan kredit PT Kiani Kertas yang menyebabkan Bank Mandiri menanggung beban Rp 3,776 triliun. Kedua, penghapustagihan pokok kredit macet yang telah dihapusbukukan tak bisa dilaksanakan karena belum ada landasan peraturannya. Akibatnya, pemberian hapus tagih Rp 1,702 triliun kepada 11.529 debitor calon peserta hapus tagih tidak bisa dilakukan.

Ketiga, pengelolaan kredit PT Batavindo Kridanusa yang tidak sesuai ketentuan menyebabkan Bank Mandiri berpotensi menanggung beban Rp 54,052 miliar. Keempat, pengelolaan fasilitas kredit atas nama PT Grand Textile Industry belum sepenuhnya memenuhi ketentuan kredit.

Kelima, Bank Mandiri mengambil alih kredit PT Bakrie Telecom yang berisiko cukup tinggi. Juga, pemberian kredit modal kerja (KMK) serta pengambilalihan debitor PT Seafer General Foods dari BPPN dan pemberian fasilitas kredit ke PT Siak Zamrud Pusaka yang mengakibatkan kredit macet Rp 24,781 miliar.

Jangan Dibesar-besarkan

Sementara itu, Men BUMN Sugiharto yang awalnya getol ingin mengungkap kasus dugaan korupsi di Bank Mandiri kepada publik ternyata mulai bersikap lunak. Dia justru meminta publik atau media tidak terlalu membesar-besarkan kasus korupsi di Bank Mandiri. Alasannya, menurut Sugiharto, nilai dugaan korupsi Rp 1 triliun itu tidak akan mengganggu kinerja Bank Mandiri.

"Saya kira saat ini semua pihak menahan diri dulu. Serahkan semua kepada kejaksaan. Apalagi, nilai korupsinya tidak akan mengganggu kinerja Bank Mandiri. Jadi, semua pihak jangan lagi membesarkan masalah ini," kata Sugiharto usai bertemu gubernur BI Burhanuddin Abdullah di gedung BI, kemarin.

Sugiharto menambahkan, sebagai bank yang mempunyai permodalan hingga Rp 23 triliun atau yang tertinggi di antara bank nasional di dalam negeri, kinerja Bank Mandiri tidak akan terganggu oleh kasus itu. Justru, tambah dia, jika masalah tersebut dibesar-besarkan, dampak kepada nasabah akan tidak baik.

Soal hasil audit BPK yang menyebutkan ada dugaan kerugian negara, Sugiharto mengatakan bahwa sebenarnya laporan keuangan perbankan sudah dilaporkan kepada BI. "Jadi, sudah diawasi regulator perbankan. Kita hormati dulu proses hukum yang kini berjalan," ujarnya.

Pengamat perbankan Ryan Kiryanto menambahkan, pihak kejaksaan atau Men BUMN memang seharusnya berhati-hati jika berbicara soal dugaan korupsi di perbankan. Artinya, kesimpulan dugaan merugikan negara itu tidak boleh hanya berdasar atas kesimpulan BPK semata.

"Perbankan itu kan ada pengawasnya, yakni BI. Jika BI tidak mempermasalahkan laporan keuangan suatu perbankan, laporan BI itu juga harus jadi dasar pertimbangan," ujar Ryan kemarin. Apalagi, dengan munculnya kasus Bank Mandiri ini, beberapa bursa dan otoritas perbankan di dunia sempat mempertanyakan sistem pengawasan perbankan di Indonesia.

"Kalau menterinya justru mem-blow up kinerja banknya sendiri, tentu dunia internasional akan ragu-ragu jika ingin bermitra dengan bank lokal. Ini yang harus diperhatikan pemerintah, baik kejaksaan atau BPK," pungkas Ryan. (agm/yun)



*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

 
Copyright © 2004 Ensiklopedi Tokoh Indonesia. All right reserved. Design and Maintenance by Esero