|
Welcome to Herry Home |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/kompas |
|
|
Nama:
Herry Goenawan
Lahir:
Desa Sumber Mujur Candipuro, Lumajang, 15 Juni 1955
Pendidikan:
SMA Negeri I Lumajang
Penghargaan:
- Penghargaan Kalpataru untuk kategori Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam,
2002
- Peringkat pertama se-Indonesia dalam usaha peternakan sapi, 1984
Sumber:
Kompas, Selasa 8 Februari 2005 |
|
|
|
|
|
|
HERRY GUNAWAN HOME |
|
|
BIOGRAFI
Herry Goenawan
Pelestari Hutan Bambu
Usaha keras pria yang juga mengantar kelompok taninya meraih peringkat
pertama se-Indonesia dalam usaha peternakan sapi pada tahun 1984 membuat
ia bersama Kelompok Tani Budi Daya Padi Organik Kali Jambe meraih
penghargaan Kalpataru untuk kategori Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam
tahun 2002.
Herry Goenawan, adalah sosok pelestari di balik hijau dan rindangnya hutan
bambu di Dusun Krajan, Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten
Lumajang. Keinginan kuat pria kelahiran 15 Juni 1955 ini untuk
melestarikan hutan bambu di desa kelahirannya, diawali dari tanda-tanda
mengecilnya debit air di mata air Deling yang terjadi sekitar tahun 1978.
Padahal air sangat dibutuhkan petani yang sedang uji coba menanam padi
varietas baru, yakni IR-26, varietas bibit tahan wereng. "Apa jadinya
kalau sumber mata air itu berhenti?" Herry menerawang.
Dalam pandangan Herry yang petani, kendati padi varietas baru itu berbibit
unggul dengan pemupukan baik, namun tidak ada artinya jika sistem
pengairan buruk. Mengecilnya debit air di mata air Deling, hanya menjadi
300 liter per detik dari sebelumnya yang 600 liter per detik, meresahkan
Herry. Sumber mata air itu ibarat napas yang tidak hanya mengairi lahan
pertanian di Desa Sumber Mujur saja, tetapi juga memberi kehidupan bagi
tiga desa lain di bawah kaki Gunung Semeru. Ketiga desa itu ialah
Penanggal, Tambah Rejo, dan Kelapa Sawit. Bahkan saat musim kemarau tiba,
sumber mata air itu akan mengairi Desa Pandan Wangi, Kecamatan Tempeh.
Melihat pertanda buruk itu Herry lalu memutar otak untuk mengembalikan
debit air mata air Deling, paling tidak dalam keadaan seperti semula. Saat
itu dia sudah tahu kuncinya: hutan bambu.
Masalah pada hutan bambu seluas sembilan hektar itu disebabkan ulah
manusia yang menebang bambu untuk kerajinan. Tanpa perlindungan dan
pencegahan, rumpun bambu itu akan semakin menipis dan rusak. Menipisnya
rumpun bambu itu seiring terganggunya sistem pengairan sawah petani di
Desa Sumber Mujur.
Oleh karena itu, usaha pertama yang dilakukan Herry adalah menanam
berbagai jenis pohon dan bambu di kawasan hutan itu dengan modal dari
kantongnya sendiri. Ia benamkan tanaman berumur panjang, seperti jolali,
sukun, dan dadap. Mulailah Herry melakukan upaya pelestarian hutan bambu
yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS)
ini.
Herry menyadari bahwa usaha melestarikan hutan itu tidak bisa dilakukan
seorang diri. Ia mulai mengajak kelompok tani Kali Jambe dan warga sekitar
ikut berpartisipasi melestarikan hutan penyangga mata air yang telah
menjadi "napas kehidupan" lingkungan sekitar itu. "Perlu kesadaran tinggi
setiap orang menyelamatkan hutan bambu ini," kata duda tanpa anak itu.
Herry sadar, tanpa penjelasan matang mengenai arti penting lingkungan,
usahanya akan sia-sia. Kendati tanpa dibekali ilmu apa pun untuk
melestarikan hutan yang mengairi sekitar 1.441 hektar sawah tersebut,
mulailah ia bersama kelompok tani Kali Jambe melakukan sosialisasi kepada
warga sekitar. Forum pengajian dan rapat desa dia manfaatkan untuk
menyosialisasikan gagasannya. "Beruntung sosialisasi berhasil karena
terbantu mitos yang beredar pada warga sekitar," kata pria lulusan SMA
Negeri I Lumajang itu.
Mitos mengenai hutan bambu itu konon sudah ada sejak zaman penjajahan
Belanda. Mitos yang bernada ancaman itu mengatakan, siapa yang mengambil
segala sesuatu dari hutan bambu akan terkena penyakit. Oleh Herry, mitos
itu kemudian dipertajam sambil menggiring kesadaran kolektif warga akan
arti penting hutan bambu selaku penyangga mata air.
Kepedulian warga tergugah. Masyarakat Desa Sumber Mujur beramai-ramai
melakukan gerakan penanaman beberapa jenis bambu maupun tanaman jenis lain
di kawasan hutan bambu pada tahun 1980. Gerakan penanaman hutan bambu itu
menambah jenis bambu yang ditanam. Soalnya, pada seperempat abad lalu di
hutan itu hanya ada satu jenis bambu, yakni bambu apus. "Sekarang ada
sekitar 15 jenis bambu, di antaranya jajang, petung, rampal, dan ampel,"
ungkapnya.
Dukungan melakukan gerakan penanaman hutan bambu tidak hanya dilakukan
masyarakat sekitar. Aparat desa pun memberi dukungan dengan mengeluarkan
Peraturan Desa (Perdes) Nomor 1 Tahun 2001 yang menetapkan sanksi Rp
50.000 per batang bagi siapa saja yang menebang bambu di kawasan hutan
bambu. Selain itu, dikeluarkan pula Perdes Nomor 2 Tahun 2001 mengenai
larangan memburu dan menggembalakan segala jenis hewan di kawasan hutan
bambu.
Usaha keras pria yang juga mengantar kelompok taninya meraih peringkat
pertama se-Indonesia dalam usaha peternakan sapi pada tahun 1984 itu
akhirnya membuahkan hasil. Berkat terlestarikannya hutan yang saat ini
memiliki sekitar 2.000 batang pohon dari famili Graminaceae itu, debit air
di mata air Deling pun menjadi normal, 600 liter per detik. Artinya, Herry
dan kelompoknya berhasil mengembalikan air ke debit semula.
Atas jerih payahnya, penghargaan Kalpataru kategori Kelompok Pelestari
Sumber Daya Alam pun diterimanya tahun 2002 di Denpasar, Bali.
Kecintaannya dalam melestarikan hutan bambu membuat Herry semakin
mengenali keanekaragaman jenis bambu. Dia mampu membedakan berbagai jenis
bambu dan kegunaan masing-masing. Dari jenis bambu yang cocok dibuat
kerajinan anyaman, sampai jenis bambu yang hanya cocok untuk pagar.
Bagi Herry, alam yang terbatas ini bukanlah warisan dari nenek moyang,
melainkan hanya pinjaman dari anak cucu, sebagaimana kata pepatah yang
pernah dia dengar. Atas kesadaran itulah Herry melestarikan hutan bambu
dengan sepenuh hati. ►e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|