|
C © updated 25032006 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/rpr |
|
|
Nama:
Prof Dr Umar Anggara Jenie
Lahir:
-
Agama:
Islam
Jabatan:
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Pendidikan:
-
Alamat Kantor:
Gedung Widya Sarwono
Jalan Jend. Gatot Subroto No.10, Jakarta 12710
Telepon 021-5225641
Fax 021-5207226
|
|
|
|
|
|
|
UMAR A JENIE |
|
|
Umar Anggara Jenie
Iptek untuk Pembangunan
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 Oktober 2005 lalu
telah mencanangkan tahun 2005-2006 sebagai Tahun Indonesia untuk Ilmu
Pengetahuan (TIIP 05-06. Pencanangan tersebut merupakan amanat dari
Deklarasi Ilmuwan pada Kongres Ilmu Pengetahuan Indonesia VIII
(KIPNAS-VIII), yang diselenggarakan pada tanggal 9-11 September 2003.
Mengapa perlu dicanangkan adanya TIIP 05-06 ini?
Ada dua pertimbangan utama. Pertama, perkembangan teknologi di suatu
negara akan berkembang secara kokoh dan pesat, bila didukung oleh
penguasaan dan penghayatan khazanah ilmu pengetahuan mendasar yang kuat.
Kedua, negara harus lebih menekankan pada upaya pengembangan khazanah
ilmu pengetahuan secara memadai dan konsisten, agar pertumbuhan
teknologi yang berbasiskan prinsip pembangunan yang berkelanjutan selalu
bisa digalakkan.
Oleh karena itu, para ilmuwan Indonesia mendorong pemerintah untuk
memunculkan pengarus-utamaan (mainstreaming) ilmu pengetahuan sebagai
gerakan nasional untuk memperkokoh landasan pembangunan bangsa.
Pencanangan TIIP 05-06 yang telah dilakukan presiden merupakan jawaban
positif atas amanat KIPNAS-VIII itu. Di samping itu, pencanangan TIIP
05-06 juga dalam rangka menyambut Tahun 2005 sebagai The International
Year of Physics yang telah diputuskan UNESCO dalam General Conference
ke-32 tahun 2003.
Pencanangan Tahun Fisika Internasional 2005 oleh UNESCO adalah untuk
menyambut adanya three anniversaries yang sangat berhubungan dengan
perkembangan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, utamanya fisika. Three
anniversaries tersebut meliputi, pertama, 100 Tahun Penemuan Teori
Relativitas Umum oleh Dr. Albert Einstein. Kedua, 80 Tahun Padua Meeting
tentang Ilmu Fisika. Ketiga, 10 tahun terbentuknya COMEST (the World
Commission on Ethics of Scientific Knowledge and technology) oleh
UNESCO.
Berdasarkan pertimbangan di atas, LIPI menyelenggarakan pertemuan ilmiah
yang kita sebut sebagai The Two Day Meeting of Indonesian Scientists in
the 21st Century: Towards Bright and Brilliant Indonesia, 18-19 November
2005. Pertemuan dua hari tersebut merupakan langkah pertama dalam
aktivitas-aktivitas LIPI tahun 2005-2006 untuk menyambut TIIP 05-06.
Dalam pertemuan ilmiah tersebut, LIPI mendapatkan kehormatan, yaitu
kesediaan hadirnya Prof. Douglas Dean Osheroff, Nobel Laureate 1996 di
bidang fisika dari Stanford University, AS. Ia menjadi pembicara kunci
(keynote speaker).
Pertemuan ilmiah juga diramaikan oleh 16-17 kertas kerja ilmiah yang
berupa laporan penelitian beberapa ilmuwan unggul Indonesia, yang
relatif masih muda. Mereka adalah para pemenang scientific awards dari
lembaga-lembaga terkemuka, baik nasional maupun internasional, seperti
Toray Science Foundation, The Habibie Award, UNESCO International Basic
Sciences Program, Sarwono Prawirohardjo Award, bahkan juga para pemenang
Lindau meeting with Nobel laureates.
Mereka --para ilmuwan muda tersebut--umumnya berasal dari berbagai
lembaga ilmiah, baik universitas maupun lembaga penelitian lainnya.
Beberapa peneliti/ilmuwan unggul Indonesia ini diharapkan mampu menjadi
contoh bagi para generasi muda peneliti lainnya untuk mengikuti jejak
langkah mereka, serta mampu membangkitkan pengarus-utamaan ilmu
pengetahuan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan yang dilakukan
bangsa Indonesia bagi terwujudnya suatu knowledge based society
(masyarakat yang berbasis pengetahuan), yang kita cita-citakan bersama.
”Basic science”
The 2nd World Science Forum (WSF-2) yang diselenggarakan dari tanggal
10-12 November di Budapest, Hungaria, baru-baru ini, telah menekankan
kembali akan pentingnya penelitian di bidang basic science, baik natural
and life sciences maupun social and humanity sciences. Dalam deklarasi
yang dikeluarkan setelah selesainya WSF yang kedua tersebut dijelaskan
bahwa There will be no applied science without science to be applied
(tidak ada ilmu terapan jika kita sendiri tidak menerapkan ilmu).
Dalam WSF-2 tampak sekali keinginan negara-negara berkembang (developing
countries) untuk mengembangkan basic science. Prof. Mohammad Hassan,
Sekretaris Jenderal TWAS (Academic Sciences for Developing Countries)
melaporkan, beberapa negara berkembang yang telah mampu mengembangkan
ilmu pengetahuan dasar serta aplikasi industrialnya adalah Cina, India,
dan Brazil, di samping Korea Selatan yang sudah berada lebih dahulu di
depan. Negara-negara yang diprediksikan akan menyusul ketiga negara
berkembang di atas adalah Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan.
India merupakan contoh negara yang pantas untuk kita cermati dan contoh
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan aplikasi industrialnya. Tidak
saja karena jumlah penduduk serta heterogenitas etnik/budayanya yang
hampir mirip dengan Indonesia, namun juga dari segi perkembangan
ekonominya pada dekade terakhir abad ke-20 lalu, tidak jauh berbeda
dengan Indonesia.
Gerakan Swadhesi yang diajarkan Mahatma Gandhi, menjadi motor utama
masyarakat India dalam mengejar ketertinggalan mereka di segala bidang,
utamanya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden India saat ini,
Dr. Abdul Kalam selalu menekankan, "Kalau kita bisa buat, mengapa harus
beli.”
India juga menghadapi masalah brain drain (hengkangnya ilmuwan dari
negaranya-red.), terutama pada dekade-dekade terakhir abad ke-20. Namun,
dengan terobosan yang brilian yang dilakukan Prof. Dr. R. Anand
Mashelkar, Wakil Presiden the Indian Academy of Sciences, mereka mampu
mengubah brain drain menjadi brain gain. Hal ini dilakukan dengan
memanfaatkan ilmuwan India yang berada di luar negeri untuk membantu
pengembangan ilmu di India, dengan membuat jaringan ilmu pengetahuan
yang kokoh.
Prof. Anand Mashelkar juga mengakui adanya brain circulation dalam
realitas masyarakat global sekarang ini. Dengan prinsip pengakuan atas
realitas adanya brain circulation inilah, India mampu mengubah brain
drain menjadi brain gain, yang ternyata mampu membangkitkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi di India.
Hal ini pula yang sudah lebih dahulu dilakukan oleh Cina, yang
menganggap para ilmuwan mereka yang berada di luar negaranya, sebagai
pool scientists, yang tentu akan kembali jika ekonomi Cina telah membaik
dan mampu memberi intensif yang pantas bagi mereka.
Prof. Attaur Rahman, Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan
Pakistan yang juga seorang UNESCO Science Laureate membuat policy
pemerintahnya untuk meningkatkan intensif para "peneliti unggul" mereka
dengan empat kali gaji menteri.
Prof. Attaur Rahman mengatakan kepada Presiden Musharraf, If you are
really serious with science, then you have to follow my policy (Kalau
Anda serius terhadap ilmu, maka Anda harus ikuti kebijakan saya-red.).
Kenaikan insentif peneliti unggul itulah yang diusulkan dan diterima
oleh Presiden Musharraf. Sejak itulah, banyak peneliti unggul Pakistan
yang berada di luar negaranya, kembali ke Pakistan. Bagaimana dengan
para peneliti Indonesia? (Pikiran Rakyat, Jumat, 16 Desember 2005) ►e-ti
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|