|
C © updated 23092005 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti/sub |
|
|
Nama:
Prof. Dr. Ir. Koesmawan, M.Sc, MBA, DBA
Lahir:
Garut, 14 Juli 1952
Agama:
Islam
Istri:
Dra Ellya Merliana, MM
Anak:
= Gina Purnama Insany SST
= Muhammad Rasyid Rida
= Muhammad Syahid Albana
= Dina Kartika Utami
= Rina Mardiyah Widyati
Status Kepegawaian:
PNS, Pangkat Pembina Tk I, Golongan IV-B, DPK STIE Ahmad Dahlan
NIP/NBM: 130.889.755 / 568.772
Pendidikan:
= Jurusan Tehnik Industri ITB 1976
= Magister Tehnik dan Manajemen Industri ITB 1987
= Industrialisasi-Maastricht School of Manajemen The Nederlands (MSM)
1987
= Internasional Marketing, MSM 1996, Fakultas Manajemen Univ Twente,
1996
Pengalaman Kerja:
= 1974-1976 Asisten Konsep Teknologi ITB
= 1977-1979 Kepala (Pendiri) Lab Statistik FE Usakti
= 1977-1985 Dosen Tetap FE dan FT Usakti
= 1979-1980 Tenaga Lepas Peneliti di BPPT
= 1980-1983 Pudir II dan Sekretaris ABM
= 1987-1992 Konsultan PT Credyc Consultant, PT Konindo Penilai
= 1990-1998 Ketua LP3M STIE Ahmad Dahlan Jakarta
= 1999-2003 Ketua STIE Ahmad Dahlan Jakarta
= 2002-2003 Konsultan Part Timer PT Solar Global Intersional (SGI)
= 1997-2004 Ketua Jurusan Tehnik Industri STTM Muhammadiyah Tangerang
= 2004-Sekarang Guru Besar di STIE Ahmad Dahlan, Dosen Pasca Sarjana MM
UMJ, Dosen Pasca Sarjana MM-UHAMKA, Guru Besar Pasca Sarjana STIE Bumi
Putera
Organisasi Profesi:
= Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
= Persatuan Sarjana ahli tehnik industri (PERSATI)
= American Institute fo Industrialn Engineering (AIIE)
= Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO)
= Yayasan Komunikasi Pendidikan Tehnik dan Manajemen Industri
= Ikatan Alumni ITB |
|
|
|
|
|
|
KOESMAWAN HOME |
|
|
Prof. Dr. Ir. Koesmawan
Pendidik Manajemen Industri
Sosoknya merupakan gabungan tipikal insinyur, pendidik dan konsultan,
sekaligus aktivis Muhammadiyah yang banyak menggeluti bidang pendidikan.
Sebagai seorang ahli manajemen industri, ia mempunyai pemikiran yang
khas, sekaligus kritis tentang masa depan industri dan perekonomian
nasional.
Industri apa pun yang dibangun di Indonesia, kata Prof. Dr. Ir.
Koesmawan, M.Sc, MBA, DBA, Ketua Program Pasca Sarjana Magister
Manajemen Universitas Muhammadiyah HAMKA, Jakarta, pengembangannya harus
berbasiskan iman dan taqwa serta didasari dengan nilai-nilai moral
keagamaan yang tinggi.
Koesmawan, yang juga Ketua STIE Achmad Dahlan, Jakarta menilai masih
sangat lebih penting menekankan hal itu daripada mengejar keuntungan
uang semata, supaya industri nasional bisa berhasil menjangkau hajat
hidup orang banyak.
Koesmawan mempunyai alasan sangat kuat mengapa niat awal setiap
pembangunan industri harus didasari dengan nilai-nilai moral. Yakni,
agar setiap industri bisa bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia
secara mendasar.
Ia memaparkan pula hasil pengamatannya, saat ini sedang berlangsung
gejala deindustrialisasi. Gejala itu terlihat sangat nyata dengan
menurunnya jumlah produk ekspor Indonesia, meningkatnya angka
pengangguran, dan semakin terjepitnya sektor industri sebagai dampak
buruk kelangkaan dan kenaikan harga BBM.
Tiga penyebab munculnya gejala deindustrialisasi, yakni krisis ekonomi
yang berkelanjutan sejak tahun 1997, kepercayaan investor yang menurun
kepada pemerintah, serta ketidakpastian penegakan hukum membuat investor
bingung ketika hendak berinvestasi.
Hidup Bersahaja
Pria bersahaja kelahiran Garut, 14 Juli 1952 yang selalu menampakkan
wajah ramah dan murah senyum kepada setiap lawan bicaranya, sudah
menuangkan gagasan terbarunya tentang masa depan industrialisasi
nasional tersebut saat dikukuhkan sebagai guru besar, di Sekolah Tinggi
Ekonomi (STIE) Ahmad Dahlan, Jakarta, pada 20 Maret 2004 silam.
Ketika itu Koesmawan mengajukan orasi yang sama sekali bernilai baru,
dan justru sangat dibutuhkan saat ini, yakni “Industrialisasi Dalam
Keseimbangan dan Kesinambungan Masa Depan Bangsa Berlandaskan Iman dan
Taqwa”.
Koesmawan memang sudah lama dikenal sebagai pakar sekaligus pengajar di
bidang ilmu manajemen industri. Pengukuhannya sebagai guru besar menjadi
pengabsahnya secara akademis, yang membuatnya berhak menyandang gelar
professor. Sejak itu pula para sejawat memanggilnya dengan sapaan baru,
“Pak Prof”.
Koesmawan, yang juga dikenal sebagai sosok pemikir yang selalu optimis
termasuk dalam memandang persoalan masa depan bangsa, menjalani
keseharian hidupnya dengan penuh kesederhanaan. Malah ia terkesan begitu
santai.
Ayah lima orang anak sekaligus kakek dua orang cucu, ini tak perlu
merasa risau manakala tinggal seorang diri di Jakarta, sementara
keluarga menetap di Bandung. Istrinya, Dra Ellya Merliana, MM
sehari-hari berkarir sebagai dosen di Universitas Pasundan (Unpas),
Bandung.
“Tadinya, saya berpikir bahwa hanya saya sajalah yang jauh-jauh bolak
balik Jakarta-Bandung. Namun, ternyata masih ada yang lebih jauh dari
saya,” kata Koesmawan.
Perjalanan karier Koesmawan tergolong unik. Menyandang gelar insinyur,
ia seorang sarjana teknik industri lulusan ITB Bandung tahun 1976,
sekaligus pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah bekerja sebagai Asisten
Konsep Teknologi ITB tahun 1974-1976. Dari ITB pula ia menyelesaikan S-2
tahun 1987, meraih gelar M.Sc pada Bidang Magister Teknik dan Manajemen
Industri.
Dua gelar lain S-2, MBA Bidang Industrialisasi (tahun 1987) dan DBA
Bidang Internasional Marketing (tahun 1996), ia raih dari kampus sama
Maastricht School of Management, Belanda. Gelar doktor ia raih tahun
1996, pada Bidang Manajemen Alih Teknologi, Fakultas Manajemen
Universitas Twente, juga di Negeri Belanda.
Koesmawan pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta, seperti
di Universitas Trisakti (Usakti), Jakarta. Ia juga pernah bekerja
sebagai Tenaga Lepas Peneliti di BPPT (1979-1980), dan sebagai konsultan
di beberapa perusahaan konsultan swasta. Koesmawan adalah anggota
sejumlah organisasi profesi di dalam dan luar negeri.
Sebagai PNS, dalam jabatan struktural ia lebih banyak mengurusi
perguruan tinggi swasta, di Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
(Kopertis) Wilayah III yang mencakup DKI Jakarta.
Aktivis Pendidikan
Karena memiliki latarbelakang Muhammadiyah ia merasa sangat senang
tatkala Kopertis mempekerjakannya pada STIE Ahmad Dahlan, Jakarta. Sejak
tahun 1999 Koesmawan adalah Ketua STIE Ahmad Dahlan.
Di lingkungan Muhammadiyah Koesmawan aktif sebagai Ketua Korps Mubaligh
Muhammadiyah Jakarta, dan Ketua Lembaga Pengembangan Teknik Profesi di
Perserikatan Muhammadiyah.
Sebagai aktivis pendidikan, dia sangat bangga sekali manakala dipercaya
mengabdi secara lebih luas di setiap lembaga pendidikan milik
Muhammadiyah. Baginya, pengabdian adalah ibadah dan jabatan adalah
amanah yang harus dijaga sebaik-baiknya.
Ia memang sudah sangat mumpuni sebagai pengajar sekaligus pimpinan. Maka
itulah, Koesmawan sudah bertekad bulat di manapun kelak dipercayakan
mengabdi ia ingin menghasilkan lulusan-lulusan mahasiswa yang bermutu
yang mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi negeri dan swasta
lainnya.
Ia mencontohkan salah satu kampus pengabdiannya, Universitas
Muhammadiyah HAMKA (UHAMKA). “Kalau bisa UHAMKA akan dijadikan sebagai
pelopor peningkatan mutu ini.”
Untuk menjadikan UHAMKA pelopor jelas dibutuhkan dukungan, kerja keras,
komitmen, dan kebersamaan di semua elemen lingkungan kampus. Karena
kualitas lulusan sebuah perguruan tinggi tak melulu hanya didasarkan
pada prestasi akademik semata, melainkan bagaimana para lulusan mampu
mengembangkan segala potensi diri termasuk di bidang seni budaya.
Ujung tombak peningkatan mutu pendidikan terletak pada dosen. Supaya
dosen mengajar dengan baik dan tenang harus dipikirkan bagaimana
menghargai mereka, dengan memberikan kepastian jenjang karir berikut
kesejahteraan yang cukup yang mampu menjamin kehidupan masa depan
mereka.
Demikian pula dengan pengelolaan administrasi keuangan, kata Koesmawan
harus handal, profesional, rasional, responsibel dan akuntabel. Semua
harus tertata dengan baik.
Kalau dosen berprestasi mahasiswa berkualitas maka pastilah perguruan
tinggi bermutu akan dicari-cari oleh setiap calon mahasiswa baru tiap
tahunnya. Koesmawan mengukur, sebuah kampus bermutu akan semakin
bernilai tinggi dan bergengsi manakala pada setiap tahun ajaran baru
jumlah peminat mahasiswa lebih tinggi dari daya tampung yang tersedia.
Unggul, Maju dan Berdaya Saing
Untuk menjadikan UHAMKA sebagai pelopor peningkatan mutu pendidikan,
Koesmawan mempunyai obsesi membangun lulusan UHAMKA yang unggul, maju,
dan terpandang serta memiliki daya saing yang tinggi dalam kecerdasan
spiritual dan emosional secara harmonis.
Karena itu setiap lulusan UHAMKA harus diarahkan menjadi manajer yang
prospektif, atau akuntan yang handal, atau entrepreneur yang
profesional, atau menjadi dosen perguruan tinggi yang bermutu.
Koesmawan ingin mahasiswa UHAMKA mampu menjadi pemenang di setiap
perlombaan, khususnya yang berbau ilmiah seperti lomba karya ilmiah,
atau penelitian ilmiah, namun tanpa melupakan perlombaan penting lainnya
seperti olahraga dan seni budaya.
Sebagai insinyur Koesmawan tak lupa agar UHAMKA turut mempelopori
pengembangan ilmu-ilmu eksakta. Keinginan kuat itu didorong oleh
keprihatinan Koesmawan, menyaksikan gejala menurunnya minat siswa SMA
memasuki jalur eksakta.
Malahan, di berbagai perguruan tinggi beberapa jurusan eksakta yang baru
dibuka sudah harus segera ditutup kembali karena sepi peminat. Termasuk
di almaternya sendiri, ITB Bandung, Koesmawan terbiasa menyaksikan lebih
banyak jumlah pengajar daripada mahasiswa.
Padahal peluang lulusan jurusan ekasakta jauh lebih terbuka untuk
berkembang. Di UHAMKA pendidikan teknologi perlu dikembangkan dengan
cepat untuk mengejar keseimbangan jumlah lulusan eksakta dan non
eksakta.
Bagi Koesmawan, tak ada yang lebih baik untuk diwariskan kepada generasi
muda yang akan datang kecuali ilmu pengetahun yang berguna. “Boleh saat
ini kita terpuruk dan krisis, tetapi sepuluh atau duapuluh tahun
mendatang kita harus mempunyai generasi baru yang tangguh,” ujar
Koesmawan. ►e-ti/sub
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
|
|