|
C © updated 11092005 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
► e-ti |
|
|
Nama:
Sudono Salim
Nama Asli:
Liem Sioe Liong
Lahir:
TIongkok, 10 September 1915
Jabatan:
Pendiri Salim Group
Penghargaan:
Bintang jasa Satya Lencana Pembangunan
|
|
|
|
|
|
|
SUDONO SALIM HOME |
|
|
Sudono Salim (Liem Sioe Liong)
Pernah Orang Terkaya Asia
Pengusaha Sudono Salim, yang bernama asli Liem Sioe Liong, sempat
menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia.
Bahkan, konglomerat yang dikenal dekat dengan mantan Presiden Soeharto,
ini sempat masuk daftar jajaran 100 terkaya dunia. Setelah krisis
ekonomi dan reformasi politik, kekayaannya menurun.
Dia pun memilih lebih lama tinggal di Singapura, setelah rumahnya
Gunung Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik massa reformasi.
Kerusuhan reformasi 13-14 Mei 1998, itu tampaknya membuat Oom Liem
trauma tinggal di Indonesia.
Walaupun kadang kala dia masih datang ke Indonesia, tapi
hampir tidak pernah lama. Semua bisnisnya di Indonesia
dikendalikan oleh anaknya Anthony
Salim. Di bawah kendali Anthony Salim, belakangan kerajaan bisnisnya
bangkit kembali dan tak mustahil akan kembali menjadi terkuat di
Indonesia.
Sabtu 10-11 September 2005, Oom Liem merayakan hari ulang tahunnya
yang ke-90 di Hotel Shangri-La Singapura. Acara berlangsung khidmat dan
meriah dihadiri isteri, anak, cucu, dan kerabatnya. Dia tampak sehat dan
bisa melangkah dengan sempurna. Dia juga menyampaikan sambutan dengan
lancar.
Perayaan itu dihadiri sekitar 2.000
orang. Kebanyakan datang dari Indonesia dan sebagian dari Hongkong, Tiongkok, dan negara-negara lain.
Para undangan mendapat pelayanan sebaik mungkin. Tidak hanya penginapan di Hotel
Shangri-La, tetapi juga diberi tiket pesawat pulang-pergi (PP), meski
banyak yang memilih membayar tiket sendiri.
Beberapa mantan pejabat dari Indonesia tampak hadir.
Di antaranya Harmoko, Akbar Tandjung, Fuad
Bawazier, Bambang Soebijanto, dan Agum
Gumelar. Juga beberapa pengusaha seperti Mochtar Riyadi, Prajogo Pangestu, A Guan,
Ciputra, Rachman
Halim, dan Bintoro Tanjung.
Pesta perayaan HUT 90 itu diadakan dua malam berturut-turut. Pada
hari pertama untuk teman-teman dan relasi bisnisnya yang datang
dari Indonesia dan Tiongkok. Hari kedua untuk undangan dari
Singapura, Amerika, dan Eropa. Kedua acara itu, antara lain, diisi
pemutaran
film dokumenter Oom Liem.
Film dokumenter itu mengisahkan perjalanan hidup Oom Liem. Di mulai tahun 1938, Tiongkok dilanda Perang Dunia Kedua.
Lalu, Jepang menyerbu dengan kejamnya. Ketika itu banyak pemuda Tiongkok yang ingin menghindari perang,
mereka pergi ke arah selatan (Indonesia).
Pemuda Liem yang kala itu berumur 21 tahun diperankan oleh aktor memakai kaus
putih dan celana panjang putih memanggul bangkelan (karung kecil dari
kain) yang berwarna putih jua. Beberapa saat anak muda Liem berdiri di atas bukit menghadap ke
laut. Dia menatap ke laut yang luas. Di kejauhan, dia melihat sebuah kapal kecil yang sedang berlabuh.
Dia melangkah menuju kapal itu dan naik.
Setelah berlayar sekian lama, kapal itu mendarat di Surabaya.
Saat itu dia berharap akan dijemput kakaknya yang sudah lebih dulu
merantau ke arah selatan (nusantara). Ternyata, harapannya tidak
terpenuhi.
Selama empat hari dia tertahan di
pelabuhan Surabaya. Tidak makan dan tidak minum. Imigrasi di Surabaya juga
tidak membolehkannya keluar dari pelabuhan.
Sampai akhirnya, kakaknya datang menjemput. Liem dibawa ke
Kudus untuk memulai bekerja di perusahaan rumahan, membuat kerupuk
dan tahu. Di Kudus Liem berkenalan dengan gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah
di sekolah Belanda Tionghoa. Liem
melamarnya, tapi orang tua si gadis tidak mengizinkan, lantaran takut anak gadisnya akan dibawa ke Tiongkok.
Kekuatiran itu timbul melihat tampang Liem yang masih totok.
Tapi, Liem tak mau menyerah. Akhirnya lamarannya diterima dan diizinkan
menikah.
Pesta pernikahannya, bahkan dirayakan selama 12 hari. Maklum, keluarga
isterinya cukup terpandang.
Setelah menikah, Liem makin ulet bekerja dan berusaha. Usahanya
berkembang. Tapi, ketika awal 1940-an, Jepang menjajah Indonesia, usahanya
bangkrut. Ditambah lagi, dia mengalami kecelakaan. Mobil yang
ditumpanginya masuk jurang. Seluruh temannya meninggal. Hanya Liem
yang selamat, setelah tak sadarkan diri selama dua hari.
Kemudian, Liem pindah ke Jakarta. Seirama dengan masa pemerintahan dan
pembangunan Orde Baru, bisnisnya pun berkembang demikian pesat. Pada
tahun 1969, Oom Liem bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim
Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four,
mendirikan CV Waringin Kentjana. Oom liem sebagai chairman dan
Sudwikatmono sebagai CEO. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan,
ekspor kopi, lada, karet, tengkawang dan kopra serta mengimpor gula dan
beras.
The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 mendirikan pabrik
tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah. Ketika
pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan
kantor hanya seluas 100 meter.
Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT
Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli
semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of
Cement. Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan
perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun
perumahan mewah Pondok Indah dan Kota mMandiri Bumi Serpor Damai.
Selain itu, Oom Liem juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif
di bawah bendera PT Indomobil. Bahkan merambah ke bidang perbankan
dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi.
Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank.
Ketika itu, Oom Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan Asia.
Serta masuk daftar 100 orang terkaya
dunia.
Namun, seirama dengan mundurnya Presiden Soeharto dan akibbat terjadi krisis moneter,
bisnis dan kekayaannya pun turun. Bahkan, Oom Liem terpaksa memilih
bermukim di Singapura, setelah rumahnya di Gunung Sahari dijarah massa
reformasi.
Setelah situasi kembali membaik, usahanya yang dipimpin puteranya
Anthony Salim dan para manajer profesional, kembali mulai bangkit. ►
ti/tsl
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia) |
|