A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
:: Beranda :: Berita :: Profesi :: Politisi :: Pejabat :: Pengusaha :: Pemuka :: Selebriti :: Aneka ::
  SELEBRITI
 ► Selebriti
 ► Artis
 ► Musisi
 ► Model
 ► Disainer
 ► Announcer
 ► Lainnya
 ► Asosiasi
 ► Selebriti Dunia
 ► Search
 ► Poling Tokoh
 ► Selamat HUT
 ► Pernikahan
 ► In Memoriam
 ► Majalah TI
 ► Redaksi
 ► Buku Tamu
 

 
  C © updated 12022006  
   
  ► e-ti/mi  
  Nama:
Vina Panduwinata
Nama Lengkap:
Vina Dewi Sastaviyana Panduwinata
Lahir:
Bogor, 6 Agustus 1959
Agama:
Islam

Suami:
- Boy Haryanto Joedo Soembono (Nikah 26 November 1989)
Anak:
- Joedo Harvianto Kartiko (Vito)
Ayah:
R Panduwinata
Ibu:
Albertine Supit
Saudara:
Anak ke delapan dari 10 bersaudara

Album:
- Java dan Single Bar, 1978
- Sorry Sorry dan Touch Me, 1979
- Citra Bitu, 1981
- Citra Pesona, 1982
- Citra Ceria, 1984
- Burung Camar, 1985
- Cinta, 1986
- Cium Pipiku, 1987
- Surat Cinta, 1988
- WOW, 1989
- Rasa Sayang itu Ada, 1991
- Mutiara yang Hilang, 1992
- Bahasa Cinta, (Duet dengan Broery)
- Aku Makin Cinta, 1995
- Vina 2000, 2000
Bawa Daku, 2001
- Vina for Children, 2002

Konser Tunggal:
- ”Viva Vina” di Jakarta Convention Center, 18 Februari 2006

Penghargaan:
- Penyanyi berpenampilan terbaik pada Festival Lagu Populer Nasional: Salamku Untuknya, ciptaan Adji Soetama dan Irianti Erningpradja, 1983; Aku Melangkah Lagi (Santoso Gondowidjojo), 1984; Burung Camar (Aryono Huboyo Djati dan Iwan Abdulrachman), 1985)



 
 
     
 
VINA HOME

 

Vina Panduwinata

Keibuan Si Burung Camar


Pers mengelarinya Si Burung Camar. Vina Panduwinata, artis yang bahagia menikmati keibuannya, itu memang menjadi ikon penyanyi pop era 1980-an. Laksana Burung Camar yang indah (putih) dan lincah terbang bebas di udara, Vina menjadi inspirasi bagi perempuan kala itu. Setelah menjadi ibu, dia pun bangga dengan karir Ibu Rumah Tangga sekaligus penyanyi.

 

Penyanyi bernama lengkap Vina Dewi Sastaviyana Panduwinata, kelahiran Bogor, 6 Agustus 1959, itu setelah menikah dengan Boy Haryanto Joedo Soembono pada 26 November 1989 dan dikaruniai seorang putra, Joedo Harvianto Kartiko atau Vito, tetap menjadi dirinya sendiri: Seorang penyanyi sekaligus seorang ibu.


Dia seorang artis yang patut ditimba keteladannannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus artis penyanyi (profesional). Baginya, ibu rumah tangga itu suatu karir yang sangat istimewa dan tidak pernah ada berhentinya. Dia seorang ibu yang konsentrasi penuh untuk melahirkan dan mengasuh anaknya. Dia menyusui anaknya sampai umur tiga tahun. Dia bawa anaknya ke mana pun pergi.


Dia tidak merasa repot atau menjadi beban. Bahkan Vina mengaku betapa nikmatnya punya anak. Dia nikmati benar sebagai ibu dan isteri.

 

Dia mempunyai cara pandang berbeda dari banyak artis dan wanita karir pada umumnya. Vina tidak sependapat dengan perempuan yang mengeluh menyatakan bahwa dia cuma ibu rumah tangga, dan ingin berkarier. Bagi Vina karir ibu sebagai ibu rumah tangga itu mulia. Masalahnya, katanya, bagaimana orang menata diri menjadi ibu rumah tangga yang baik dan menjadi ibu rumah tangga yang profesional juga.

 

 

 

Awalnya, ketika Vina Panduwinata membawakan lagu Burung Camar, 1985


Itu dulu Mas Koes (Hendratmo) yang menyebutnya waktu final Festival Lagu Populer Nasional (1985). Ya, aku terima saja. Kayaknya catchy.


Kalau jadi burung ingin jadi burung apa?
Hah! Dari dulu aku tak pernah merasa menjadi burung. Tapi kalau burung, aku ingin jadi burung camar saja. Soalnya bulunya putih, bagus, dan bebas terbang di alam luas.

 


Pernah ada anekdot yang mengatakan Vina Panduwinata menjalani operasi. Pasalnya, di dalam dada penyanyi itu ada kuping dan kumis. Anekdot itu muncul ketika lagu ”Di Dadaku Ada Kamu” yang dibawakan Vina tengah populer pada tahun 1984. Lagu ciptaan Dodo Zakaria itu setiap hari terdengar di radio. Era 1980-an memang eranya Vina. Sampai hari ini nama dan lagu-lagu Vina terus hidup.


Vina Dewi Sastaviyana Panduwinata pada 18 Februari 2006 akan menggelar konser tunggal di Jakarta Convention Center. Konser bertajuk ”Viva Vina” itu menandai 25 tahun perjalanan karier penyanyi kelahiran Bogor, 6 Agustus 1959, itu.
”Ini anugerah yang indah. Selama 25 tahun, baru kali ini aku tampil di konser tunggal yang besar,” ujar Vina yang ditemui di tengah kesibukan menyiapkan konser yang digelar IP Entertainment dan radio Cosmopolitan FM itu.


Masih kuat tampil dua jam penuh?
”Lho, malah ada yang tanya kok cuma dua jam,” kata Vina yang mengaku akan lupa segalanya jika sudah memegang mikrofon.


Vina memang tahan dalam urusan nyanyi. Pada penampilan dalam format kecil, dia biasa membawakan sekitar 30 sampai 40 lagu. Suatu kali pada tahun 2001, di News Cafe, Kemang, Jakarta Selatan, Vina tampil selama hampir tiga jam tanpa henti hingga menjelang pukul 02.00 dini hari. Bernyanyi baginya bukan beban, bukan pekerjaan, tapi hobi.
”Nyanyi itu suatu kenikmatan. Aku jadi penyanyi karena aku ingin pekerjaan itu diisi dengan kenikmatan batin. Kalau lagi show ada orang minta lagu, tapi tidak bisa aku penuhi karena waktunya habis, aku jadi sedih lho.”


Ikon
Vina menjadi ikon pop era 1980-an. Ia menjadi inspirasi dan acuan penyanyi perempuan di masa itu. Banyak penyanyi muda yang ingin menjadi seperti Vina. Mereka bernyanyi dengan gaya vokal yang di-”vina-vina”-kan. Termasuk gaya serak-serak manja, plus selingan desah mesra. Penyanyi Malaysia Sheila Majid menyebut Vina sebagai salah seorang penyanyi idolanya.


”Aku ingat masa-masa seperti itu. Kaki aku kan X. Kalau berdiri, kaki kanan dan kaki kiri aku tidak begitu rapat. Eh, aku lihat di TV ada penyanyi yang kakinya tidak X, tapi dia lebarin kaki supaya ngebentuk X seperti Vina.”


Bagaimana Anda melihat popularitas dulu itu?
”Adalah suatu kebahagiaan bila kita bisa mewariskan sesuatu. Setidaknya bisa menyenangkan orang sampai mereka mengikuti aku. Dari cara berdiri, gaya rambut, aksesori aku yang segede gentong itu ditiru. Aku bersyukur bisa memberi kebahagiaan pada banyak orang. Itu nikmat sekali. Baru sekarang aku rasakan. Dulu aku tidak merasakan hal itu.


Punya acuan, panutan?
”Waktu aku muda iya. Aku tergila-gila dengan Dionne Warwick, Samantha Sang (pelantun lagu The Love of a Woman dan Emotion), Barbra Streisand, dan Karen Carpenter. Jadi, ada empat kombinasi aku ambil. Kepada penyanyi muda aku katakan, meniru itu tidak salah. Itu merupakan bagian dari proses pendewasaan


Tapi kita mesti cerdik. Aku hanya ambil titik-titik tertentu dari mereka. Aku tidak membuang apa yang ada pada diriku. Aku terus mencoba menggosok apa yang aku punya.


Centil
Vina dikenal dengan gaya centilnya. Kecentilan itu tidak saja pada gaya fisik, wicara, tapi juga pada vokal. Dodo Zakaria mengaku terinspirasi oleh kecentilan Vina saat menulis lagu Di Dadaku Ada Kamu. Menurut Dodo, Vina memang pas membawakan lagu lincah dan centil. Kecentilan itu ternyata bisa dikomersialkan.


Masih centil?
Centil, genit, itu datang dari dalam, jadi sulit berubah. Walau sudah segini aku katanya masih centil juga. Tapi sudah berbeda. Sesuai umurlah. Kalau genit seperti dulu, ya enggak mungkin.


Mengapa centil?
Dari kecil aku centil. Dulu sampai umur 16 tahun rambut aku pendek. Ibu aku inginnya berambut pendek. Aku suka berdiri di depan cermin. Aku bayangkan, aduh kalau rambut ini panjang aku pasti cantik. Tapi, selalu saja rambut aku pendek.
Selain itu aku ini anak perempuan paling kecil dan dari dulu suka nyanyi. (Vina adalah anak ke delapan dari 10 bersaudara pasangan R Panduwinata dan Albertine Supit). Aku dimanja oleh kakak-kakak. Jadi, genit dan centilnya itu didukung ha-ha-ha....


Sindroma
”Aku tidak ingin membentuk dunia kaca karena kalau pecah aku akan kedinginan,” kata Vina menyikapi popularitas yang kadang menjebak artis untuk merasa terus menjadi raja.
Sebelum populer di Indonesia, Vina pernah membuat rekaman single di perusahaan rekaman RCA Hamburg, Jerman. Ia memang ikut orangtuanya, R Panduwinata, diplomat yang pernah bertugas di Jerman pada tahun 1975-1979.
Tahun 1981 ia kembali ke Indonesia. Ia membuat album pertama, Citra Biru, di Jackson Records. Album yang memuat lagu Citra Biru itu memperkenalkan nama Vina di belantika musik Tanah Air.


Pada album kedua, Citra Pesona, terbitan 1982, nama Vina mencuat. Album itu antara lain berisi lagu September Ceria, Dunia yang Kudamba, Resah, dan Kasmaran. Album melibatkan pencipta lagu seperti Dodo Zakaria, James F Sundah, plus penata musik Addie MS. Addie pula yang akan menggarap musik konser ”Viva Vina”. Vina makin merajalela lewat album ketiga, Citra Ceria (1984), yang memuat lagu Di Dadaku Ada Kamu, Duniaku Tersenyum, Di antara Kita.


Di luar album, Vina berjaya di ajang festival. Tiga kali berturutan ia mendapat gelar penyanyi berpenampilan terbaik pada Festival Lagu Populer Nasional. Tahun 1983 ia menang lewat lagu Salamku Untuknya ciptaan Adji Soetama dan Irianti Erningpradja. Kemudian Aku Melangkah Lagi (Santoso Gondowidjojo, 1984), serta Burung Camar (Aryono Huboyo Djati dan Iwan Abdulrachman, 1985).


Tahun 1987 Vina tetap prima lewat album Cium Pipiku yang memuat lagu populer seperti Cium Pipiku, Surat Cinta, Biru, dan Logika.


Pernah merasa tidak berada di puncak lagi?
Tidak. Aku dulu menjalaninya apa yang bisa aku jalani apa adanya. Hasil itu nomor dua.


Tak mengalami sindroma bintang?
Aku sadar, dalam kehidupan selalu ada regenerasi. Jangan pernah mencoba membunuh bayi-bayi. Malah kalau bisa kita ikut menjaga. Penyanyi-penyanyi yang muncul itu kan adik-adik, anak-anak aku juga. Jangan pernah berpikir untuk mematikan mereka. Dari umur saja aku tidak mungkin muda terus. Tapi dalam berkesenian, bernyanyi, itu kan tidak ada batasan umur. Kalau kita masih bisa bernyanyi ya terus bernyanyilah.
Aku sudah belajar untuk tidak kecewa. Aku sejak kecil, kalau ingin sesuatu itu tidak pernah minta kepada orangtua. Itu karena aku takut kecewa. Kekecewaan itu akan datang kalau kita berharap terlalu banyak. Aku tidak ingin berharap terlalu banyak.


Bagaimana Anda memaknai popularitas?
Kita itu melakukan usaha sampai pada suatu titik itu untuk apa sih? Kita ingin dihargai orang, ingin mendapat pengakuan. Kalau kita sudah mencapai titik itu, artinya kita sudah dianggep, sudah dihormati. Jangan lalu menggunakan predikat itu sebagai alat untuk memukul orang lain. Vina masih tetap Vina anaknya Panduwinata. Vina yang penyanyi memang ada ranking-nya. Tapi, Vina yang bernapas ini tetap saja Vina yang kini jadi mamanya Vito.


Dengan begitu, di saat terjadi pergeseran zaman, muncul penyanyi lain, aku tidak iri. Kalau aku merasa besar, aku mungkin akan merasa telah jatuh. Kepada Titi DJ, Krisdayanti, Ruth Sahanaya, Memes, Dewi Sandra, aku berkawan baik. Mereka malah panggil aku Mama Vina. Aku dijadikan tempat bertanya, aku terharu. Itu justru menjadi kebahagiaan tersendiri.


Sabun
Era 1990-an, Vina tetap populer lewat lagu seperti Rasa Sayang Itu Ada pada 1991. Tahun 1992 keluar single Mutiara yang Hilang yang pernah dipopulerkan Ernie Djohan pada akhir 1960-an. Vina juga berduet dengan Broery Pesulima lewat lagu Bahasa Cinta.


Tahun 1995 ia memopulerkan lagu Aku Makin Cinta ciptaan Loka M Prawiro. Lagu tersebut kini dilantunkan Vina sebagai lagu iklan produk sabun colek. Liriknya pun diubah: Ternyata aku makin cinta, cinta sama kamu.... Kata ”kamu” dalam iklan diganti merek sabun.


Tentang lagu iklan sabun colek?
Memang kenapa? Apakah demi prestise aku harus nyanyi iklan berlian, ha-ha-ha.... Kenyataannya, sabun itu produk merakyat dan dicintai banyak rakyat kecil.


Tapi aku suka penggambaran iklan itu. Dalam iklan digambarkan seorang ibu yang dengan penuh cinta membesarkan anak- anaknya sampai jadi orang. Ia seorang janda yang mandiri. Benang merahnya adalah kedalaman cinta seseorang. Itu persis seperti jiwa lagu Aku Makin Cinta yang dimaksud penciptanya, Loka (M Prawiro). Kalau penggambarannya tak seperti aku enggak mau.


Ibu
Vina menikah dengan Boy Haryanto Joedo Soembono pada 26 November 1989. Mereka mempunyai seorang putra, Joedo Harvianto Kartiko atau Vito yang kini berumur 15 tahun. Setelah berumah tangga Vina tetap menyanyi.


Pernah vakum?
Aku harus konsentrasi penuh untuk melahirkan dan kemudian mengasuh Vito. Aku benar-benar full mengurus anak. Aku menyusui Vito sampai dia umur tiga tahun. Ke mana-mana aku bawa dia.


Repot?
Ah, betapa nikmatnya punya anak. Itu aku nikmati bener. Aku belajar menjadi ibu dan menjadi istri. Ibu rumah tangga itu suatu ”karier” yang sangat istimewa dan tidak pernah ada berhentinya.


Aku sering dengar orang bilang, ”Saya cuma ibu rumah tangga, dan aku ingin berkarier.” Aku balik itu. Karier ibu sebagai ibu rumah tangga itu mulia. Masalahnya, bagaimana orang menata diri menjadi ibu rumah tangga yang baik dan menjadi ibu rumah tangga yang profesional juga.


Dari artis panggung gemerlap lalu menjadi ibu rumah tangga ada friksi?
Tentu ada. Misalnya saja, badan aku waktu itu menjadi segede kulkas, gede banget. (Berat Vina pernah mencapai 73 kilogram dan kini 56 kg). Aku sampai bilang sama Mas Boy. ”Pa, kalau mau jalan, jalan sendiri saja deh. Aku enggak ikut, enggak apa-apa kok. Kasihan deh, Papa nanti malu, bawa istri kok gede banget badannya.”


Mas Boy bilang, ”Kamu enggak boleh begitu.” Pokoknya, kalau orang lihat aku waktu itu pasti kaget. Sedih banget deh rasanya. Tapi lama-lama aku belajar membiasakan diri. Aku memang harus begitu. Mau badan gede demi anak untuk menyusui atau badan kurus tapi tak menyusui.


Suami mau mengerti?
Dia mendukung. Aku bersyukur punya suami seperti Mas Boy yang pengertian banget. Dia punya prinsip begini, ”Saya ketemu kamu sudah sebagai penyanyi. Kalau kamu mau nyanyi, silakan. Tapi kalau kamu mau berhenti nyanyi, itu karena kamu. Bukan karena aku.”


Pernah punya kegiatan lain di luar nyanyi?
Aku enggak bisa diam. Ada saja yang aku kerjakan. Aku pernah nanem cabe, bisnis cabe. Aku bikin masker untuk penumbuh rambut, pembersih muka. Aku pernah bikin kalung, gelang dari kristal. Aku pernah juga bikin es mambo dari duren. Aku dibantu pembantu. Itu menghasilkan uang dan pembantu dapat ekstra penghasilan. Waktu itu aku masih nyanyi, tapi cuma di lingkungan intern.


Sampai sekarang media selalu menyebut Vina sebagai Si Burung Camar.


Itu dulu Mas Koes (Hendratmo) yang menyebutnya waktu final Festival Lagu Populer Nasional (1985). Ya, aku terima saja. Kayaknya catchy.


Kalau jadi burung ingin jadi burung apa?
Hah! Dari dulu aku tak pernah merasa menjadi burung. Tapi kalau burung, aku ingin jadi burung camar saja. Soalnya bulunya putih, bagus, dan bebas terbang di alam luas.

 

Vina pun menjelaskan, 'perkawinan' pertamanya dengan Addie MS dilakukan ketika dirinya melepaskan album Dia, kurang lebih 20 tahun lalu. "Saat itu, Addie sudah memberikan sentuhan orkestrasi pada albumku itu. Nah, sekarang kami ketemu lagi. Nggak terasa sudah 20 tahun berlalu," jelasnya.
Yang pasti, ketekunan Vina di dunia tarik suara memang sudah teruji. Bahkan, dirinya mengaku tidak bisa berpaling dari dunia menyanyi. "Pernah coba-coba bertani cabai, tetapi gagal. Nah, setelah itu saya percaya kalau Tuhan sudah memberi kita jalan masing-masing. Saya yang dikaruniai suara lumayan, ya cocoknya jadi penyanyi saja, jangan merambah ke dunia lain yang barangkali milik orang lain," katanya.

 ►e-ti/tsl


*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)