|
|
|
Nama:
H. Adam Malik
Lahir :
Pematang Siantar, 22 Juli 1917
Meninggal:
Bandung, 5 September 1984
Agama:
Islam
Isteri:
Nelly Adam Malik
Ayah:
Abdul Malik Batubara
Ibu:
Salamah Lubis
Pendidikan:
SD (HIS) dan Madarasah Ibtidaiyah
Otodidak
Jabatan:
Wakil Presiden RI (23 Maret 1978-1983)
Ketua MPR/DPR 1977-1978
Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26
Wakil Perdana Menteri II/Menteri Luar Negeri RI (1966-1977)
Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965)
Ketua delegasi Indonesia-Belanda (1962)
Duta besar di Uni Soviet dan Polandia (1959)
Anggota DPA (1959)
Anggota Parlemen (1956)
Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947)
Profesi
Wartawan (Pendiri LKBN Antara tahun 1937)
Organisasi:
Pinisepuh Golongan Karya
Pendiri Partai Murba (1946-1948)
Pendiri Partai Rakyat (1946)
Ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) |
|
Adam Malik
Si Kancil Pengubah Sejarah
Ia merupakan personifikasi utuh dari kedekatan antara diplomasi dan media
massa. Jangan kaget, kalau pria otodidak yang secara formal hanya tamatan
SD (HIS) ini pernah menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New
York dan merupakan salah satu pendiri LKBN Antara. Kemahirannya memadukan
diplomasi dan media massa menghantarkannya menimba berbagai pengalaman
sebagai duta besar, menteri, Ketua DPR hingga menjadi wakil presiden.
Sang wartawan, politisi, dan diplomat kawakan, putera bangsa berdarah
Batak bermarga Batubara, ini juga dikenal sebagai salah satu pelaku dan
pengubah sejarah yang berperan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia
hingga proses pengisian kemerdekaan dalam dua rezim pemerintahan Soekarno
dan Soeharto.
Pria cerdik berpostur kecil yang dijuluki ''si kancil” ini dilahirkan di
Pematang Siantar, Sumatra Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul
Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semenjak kecil ia gemar menonton film
koboi, membaca, dan fotografi. Setelah lulus HIS, sang ayah menyuruhnya
memimpin toko 'Murah', di seberang bioskop Deli. Di sela-sela kesibukan
barunya itu, ia banyak membaca berbagai buku yang memperkaya pengetahuan
dan wawasannya.
Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah ditahan polisi Dinas Intel
Politik di Sipirok 1934 dan dihukum dua bulan penjara karena melanggar
larangan berkumpul. Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua
Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan
kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa
mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta.
Pada usia 20 tahun, Adam Malik bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armin
Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor
berita Antara tahun 1937 berkantor di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota.
Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin
roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional.
Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas
dan Majalah Partindo.
Di zaman Jepang, Adam Malik aktif bergerilya dalam gerakan pemuda
memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni,
Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik pernah melarikan Bung Karno dan Bung
Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia.
Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat
berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik
sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite
Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan
pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai
Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen.
Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan Soekarno, Adam Malik masuk ke
pemerintahan menjadi duta besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni
Soviet dan Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik kemudian
menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia-Belanda, untuk
penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Selesai perjuangan Irian Barat (Irian
Jaya), Adam Malik memegang jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin
(1965). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia,
Adam bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Nasution dianggap sebagai
musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik
yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya.
Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada
tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba
karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat
tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Sejak 1966 sampai 1977 ia
menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II / Menlu ad Interim dan Menlu RI.
Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting
dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling
utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menlu negara-negara ASEAN,
Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967. Ia bahkan dipercaya
menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York. Ia orang Asia
kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu. Tahun
1977, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya,
dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik
Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara
tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.
Beberapa tahun setelah menjabat wakil presiden, ia merasa kurang dapat
berperan banyak. Maklum, ia seorang yang terbiasa lincah dan aktif
tiba-tiba hanya berperan sesekali meresmikan proyek dan membuka seminar.
Kemudian dalam beberapa kesempatan ia mengungkapkan kegalauan hatinya
tentang feodalisme yang dianut pemimpin nasional. Ia menganalogikannya
seperti tuan-tuan kebon.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, ia seing mengatakan
‘semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai
1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan
kepadanya. Tapi perkataan ‘semua bisa diatur’ itu juga sekaligus sebagai
lontaran kritik bahwa di negara ini ‘semua bisa di atur’ dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal
di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker lever. Kemudian, isteri dan
anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik.
Pemerintah juga memberikan berbagai tanda kehormatan.
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia), Atur
Lorielcide, dari berbagai sumber.
|
|