Rubrik
Dikbud
Inspirasi
Finansial
Jawa Tengah
Jawa Timur
Berita Utama
Olahraga
Opini
International
Nasional
Iptek
Bisnis & Investasi
Nusantara
Naper
Metropolitan
Berita Yang lalu
Audio Visual
Pergelaran
Otonomi
Teropong
Otomotif
Ilmu Pengetahuan
Properti
Swara
Sorotan
Muda
Telekomunikasi
Musik
Pendidikan Dalam Negeri
Investasi & Perbankan
Bentara
Kesehatan
Furnitur
Rumah
Pendidikan Luar Negeri
Bahari
Ekonomi Internasional
Jendela
Pustakaloka
Ekonomi Rakyat
Fokus
Wisata
Dana Kemanusiaan
Teknologi Informasi
Makanan dan Minuman
Agroindustri
Info Otonomi
Tentang Kompas
Kontak Redaksi

 

 

Jawa Timur
Rabu, 14 Mei 2003

Surabaya "Nanggap" Ludruk di Hari Jadinya

KETIKA ontran-ontran di pucuk pimpinan Kota Surabaya yang sempat memprihatinkan warganya itu sirna, maka ada baiknya cerita itu diserahkan kepada para pemain ludruk saja. Dengan demikian para pemimpin itu bisa berkonsentrasi memikirkan rakyatnya dan memberikan kesempatan kelompok ludruk untuk maju berkembang.

SEPERTI dalam rangka perayaan hari jadi ke-710 Kota Surabaya mereka menanggap ludruk yang selama ini luput dari perhatian sang penguasa kota. Tanggapan ini bukan lagi ludruk tertentu saja, melainkan berupa gelaran festival ludruk yang dilangsungkan di Gedung Ketoprak, Kompleks Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya.

Sebuah kegiatan yang berprospek karena sang Wali Kota Bambang DH sudah mulai merealisasikan gagasan memikirkan para senimannya. Termasuk di antaranya adalah gelar pameran lukisan di Balai Kota yang sudah dimulai sebelumnya.

Gelar festival ludruk ini tak hanya terbatas hiburan untuk penggemar ludruk, justru makna yang tersirat bagaimana komunitas seniman ludruk mampu menangkap perubahan zaman. Ini berarti pula, seniman ludruk mau tidak mau harus lebih cerdas dan kreatif memaknai kesenian ludruk di tengah-tengah perubahan zaman itu sendiri.

"Bagaimanapun masyarakat ludruk sendiri yang harus memiliki kesadaran membangun sumber daya manusianya, sehingga keberadaannya tidak terpinggirkan," kata Heri Lentho Prasetyo, seniman tari yang ikut menyaksikan gelaran festival ludruk di Gedung Ketoprak, THR Surabaya.

Heri mencontohkan, kesenian tradisi wayang kulit yang sampai sekarang ini tidak hanya sekadar bertahan hidup, tetapi bahkan digemari warga masyarakat secara luas. Tentu ini juga karena adanya upaya untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

"Wayang kulit bisa survive, ya karena senimannya kreatif. Jadi, kalau ludruk tidak ingin dipinggirkan, ya senimannya harus cerdas dan kreatif," ujarnya.

FESTIVAL ludruk yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Kota Surabaya bekerja sama dengan panitia festival ludruk se-Surabaya ini diikuti tujuh grup ludruk masing-masing ludruk Mega Budaya, Orjag, Fajar Budaya, Irama Budaya, Setia Budi Jaya, Gema Tribrata dan ludruk Universitas Adi Buana Surabaya.

Sesuai agenda, festival ludruk ini berlangsung selama dua hari, Senin dan Selasa (12-13/5). Pada hari Senin malam, gelaran ludruk ini diawali dengan tampilan grup ludruk Mega Budaya yang sehari-harinya nobong di Pulo Wonokromo.

Komunitas ludruk tobong ini mengusung cerita Warisan Leluhur. Setelah tampilan ludruk dari kawasan Wonokromo itu, menyusul penampilan ludruk Orjag (Orang Jagir-Red) dengan cerita Tragedi Metropolis.

Sebelum masuk pada babakan cerita, grup ludruk dari Jagir ini pun tak meninggalkan pakem ludruk dengan tari remonya dengan kidungan atau parikannya yang khas ludrukan.

Suguhan seniman ludruk Orjag ini masih terkesan sederhana, terlebih tatkala friksi-friksi dari konflik yang hendak mereka bangun berkutat pada ruang dialog yang tak sampai pada tataran ekspresif-eksploratif.

Seperti yang mereka ceritakan, Marjoko, seorang lelaki ganteng agak sombong, anak orang kaya dan terhormat yang sudah empat tahun menjalin kisah cinta dengan Suryani menampik kehendak sang pacar agar segera dinikahinya.

Dengan kesombongannya sebagai anak orang kaya, Marjoko memutuskan hubungan cinta dengan imbalan uang Rp 100.000. Sebagai perempuan, Suryani pun marah dan melemparkan selembar uang kertas itu ke lantai. Kemudian, Marjoko yang sombong dan sok ganteng itu pun membalasnya dengan tamparan ke wajah sang pacarnya.

Suryani, anak gadis keluarga almarhum Karman, lalu mengadukan perlakuan kasar Marjoko kepada kakaknya, Parman. Sontak, darah Parman pun mendidih karena tidak terima atas perlakuan kasar Marjoko kepada adiknya itu.

Adu jotos pun tak terelakkan antara Parman cs dan Marjoko cs. Adegan berantem ini sudah menjadi bagian dari panggung ludruk karena tak pernah lepas dari adegan laga sebagaimana pada kesenian tradisi ketoprak.

Cerita ini berakhir dengan amat sederhana pula, tatkala Parman dan Suryani mendatangi keluarga Marjoko. Akhirnya keduanya pun bersatu kembali.

SELANJUTNYA giliran grup ludruk Fajar Budaya dari Kalijudan sebagai penampil ketiga (terakhir) pada hari pertama gelaran festival. Grup ludruk dari Kalijudan ini mengangkat cerita Pendekar dari Gunung Kumitir.

Seperti halnya kedua grup ludruk sebelumnya, ludruk Fajar Budaya ini pun mengawali pementasan dengan tari remo dan kidungan Suroboyo. Kidungan yang mereka suguhkan pun tak jauh berbeda dengan sajian kedua penampil sebelumnya, yakni bermuatan pesan sponsor kepariwisataan.

"Jawa Timur indah dan nyaman, akeh turis sing podo kerasan". Penggalan kudungan ini adalah bagian dari pesan sponsor yang tertangkap penonton yang memenuhi sebagian besar kursi.

Kidungan ataupun parikan yang kerapkali dipenuhi kecerdasan olah rasa sekaligus olah pikir seniman ludruk, nyaris tak terdengar. Terkecuali ketika seorang seniman (pengidung-Red) sekaligus pelawak dari komunitas Fajar Budaya sedikit cerdas mengungkapkan realitas keboborokan di negeri ini dengan parikannya yang menyentil bahwa hukum harus ditegakkan dan penegakan hukum harus tegas dan tegas!

Kisah kepahlawan termasuk kependekaran adalah bagian yang masih mengental pada kesenian ludruk. Karena itu pula, tak ayal jika sebagian besar penonton yang menyaksikan suguhan dari komunitas ludruk Fajar Budaya menyambutnya dengan gegap gempita tepuk tangan.

Mengenai festival ludruk ini, Didik Mangkuprojo, salah seorang seniman pelawak berkomentar, "Memang bagus ada festival, tapi bagaimana kelanjutannya," katanya. (TIF)

Search :
 
 

Berita Lainnya :

·

F-KB Pertahankan Syaifullah Yusuf

·

Hanya 45 Nama yang Resmi Jadi Calon Gubernur dan Wagub

·

Gara-gara PP No 110/2000, Anggota DPRD Surabaya Mulai Mengutang

·

Penutupan Diskotek Kantor

·

Akibat Rugi, "Ice Skating" di TP Akan Dialihfungsikan

·

Tidak Semua Air Minum Isi Ulang Jelek

·

11 Biro Perjalanan Haji Ajukan Somasi ke Indonesian Airlines

·

TKI Asal Kabupaten Malang Mengirim Uang Rp 29,5 Miliar

·

Wira Jatim Group Bangun Pabrik Pengolahan Buah

·

Sidang Gugatan Kader PKB Tambak terhadap DPC PKB Gresik Ditunda

·

Pemilihan Gubernur Jatim Bisa Menjadi Etape Terakhir dari "Road to Soft Corruption" DPRD

·

Jember Alokasikan Bantuan Parpol Rp 1,2 Miliar

·

Ada Sekolah yang Hanya Mengejar Target Masuk Perguruan Tinggi

·

Peresmian Kawasan Industri Wira Jatim

·

Air Laut Maksimum

·

Rabu Ini Becak Bermotor Diberangkatkan ke Lamongan

·

Malam Ini Twilite Orchestra Tampil Pertama di Surabaya

·

Surabaya "Nanggap" Ludruk di Hari Jadinya

·

LINTAS JATIM

·

INTI EKBIS

·

SOSOK



 

 

Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS