MTI KHUSUS 02 |
|
|
MTI-K-02 (INDEX)►
UTAMA:
01
02
03
04
05 BUPATI:
06 07
08
09
10
11
12
13 WABUP:
14 SEKKAB:
15 GERBANG DAYAKU:
16
17
18
19 KAPUR
SIRIH: 20 ==
Kutai Kartanegara (03)
Kutai Kartanegara di Pentas ILO
MTIK 02: Pada sidang tahunan ke 95
ILO (international Labour
Organization) di markas PBB Jenewa, Swiss, 9 Juni 2006, Bupati Kukar
Prof Dr H Syaukani HR, MM, didaulat berbicara tentang penetapan jadwal
waktu pencanangan zona bebas pekerja anak di Kukar, sebagai salah satu
bagian dari program Gerbang Dayaku (Gerakan Pengembangan dan
Pemberdayaan Kutai Kartanegara).
Bupati Kukar berbicara dalam dua kesempatan. Pertama, di depan para
delegasi anggota International Program for Elimination of Child-Labor (ILO-IPEC).
Kedua kalinya, mewakili pemerintah Indonesia berpidato di depan Global
Report Forum yang dihadiri delegasi dari 178 negara.
Sebagaimana dilaporkan berbagai media, suasana sidang berubah semarak
ketika Bupati Kukar, atas nama delegasi Indonesia, menegaskan,”Tidak ada
orang tua sengaja menjerumuskan anaknya dengan memaksanya bekerja.
Tetapi, katanya, bagaimana jika tidak ada uang untuk mengirim anak ke
sekolah?
Bupati Kutai Kartanegara, menguraikan bahwa buruh anak mungkin
disebabkan kemelaratan dan kesulitan status ekonomi keluarga.
Diuraikannya, tahun 2002 Kukar yang berpenduduk 500.000 orang memiliki
11.623 buruh anak. “Lalu dengan pencanangan ZBPA, tahun ini tinggal
1.605, dan tahun depan, wilayah kami akan bisa menyatakan diri sebagai
zona bebas buruh anak,” kata bupati.
“Ketika Indonesia menyebut anak, kami tidak melihatnya sebagai makhluk
tersendiri, bukan juga ideologi. Kami menyebut anak justru dengan tekad
melindungi mereka serta mempersiapkannya agar meraih masa depan lebih
baik dari kita,” kata Bupati Kukar yang disambut tepuk tangan gemuruh.
Tepuk tangan riuh dari peserta Sidang ILO juga menggema ketika Bupati
Syaukani menyebut di Kukar ada peraturan, bila seseorang mempekerjakan
anak terancam hukuman enam bulan penjara atau denda lima juta rupiah,
sekitar 500 dolar AS. “Denda untuk perusahaan dan mereka yang
mempekerjakan buruh anak, jauh lebih berat lagi,” urainya.
Bupati Kukar atas nama delegasi Indonesia, mengucap terima kasih kepada
Dirjen ILO atas paparan Global Report on The End of Child Labor. “Kami
bertekad mematuhi Konvensi ILO 138 dan Konvesi 182 yang telah
diratifikasi pemerintah Indonesia,” tegasnya.
Dijelaskan, Pemkab Kutai Kartanegara bisa melakukannya berkat kebijakan
desentralisasi (2001) yang memberi kewenangan daerah menikmati sebagian
hasil dan merancang serta mengelola keuangan. Kewenangan ini dilakukan
dengan membebaskan uang belajar sejak sekolah dasar sampai SMA, baik
sekolah negeri dan swasta. Kemudian subsidi diberikan kepada guru dan
membagi dana ban-tuan un-tuk dikelo-la masya-rakat.
Sehingga tidak ada lagi alasan anak-anak tak diseko-lahkan karena orang
tuanya tidak punya uang. “Kalau mereka tidak bekerja, bisa membuka usaha
dengan meminjam uang subsidi yang telah dialokasikan dan dikelola warga
desa,” ujar bupati.
Dengan program ZBPA yang dipaparkan Bupati Kukar dalam Sidang ILO itu,
menurut Julius Poerwanto, salah seorang peserta Sidang ILO ke 95 di
Geneva, Swiss itu (Sinar Harapan 6 Juli 2006), wajah Indonesia yang
semula buram dalam pandangan ILO ternyata bisa diselamatkan oleh
kebijakan Pemda Kutai Kartanegara dengan program menghapus buruh anak.
Organisasi Buruh Internasional yang berkedudukan di Jenewa mengundang
Bupati Kukar berbicara di depan delegasi dari 178 negara tentang
penghapusan buruh anak. ILO tertarik pada program Zona Bebas Pekerja
Anak—Free Zone of Child-Labor (ZPBA)—yang dicanangkan Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara sejak tahun 2002.
Bupati Kukar tampil sekitar pukul 13.00 waktu setempat (sekitar pukul
19.00 WITA) setelah penyampaian pidato dari delegasi Amerika Serikat,
Brasil dan Inggris. Tepuk tangan meriah pun membahana didalam ruang
sidang PBB seusai penyampaian pidato berbahasa Inggris berdurasi sekitar
3 menit tersebut.
Bupati dalam forum ILO-IPEC itu mengemukakan posisi Indonesia dalam
mengatasi pekerja anak khususnya di Kukar yang merupakan daerah pertama
di Indonesia bahkan di dunia yang menerapkan program ZBPA dengan target
waktu yang jelas.
Dihadapan petinggi ILO dan ratusan peserta dari seluruh dunia tersebut,
Bupati Kukar menyampaikan bahwa dengan diterapkannya ZBPA, dalam empat
tahun, jumlah pekerja anak di daerah menurun drastis dari 11.623 orang
tahun 2002, menjadi hanya 1.500 tahun 2006. Karena itu, Bupati Kukar
meyakinkan para anggota delegasi dunia bahwa dengan kerja keras dan
penyuluhan terus menerus, pada tahun 2008 di Kukar tak ada lagi pekerja
anak.
Bupati Kukar menjelaskan, percepatan penurunan jumlah pekerja anak ini
tak lepas dari komitmen kuat Pemkab Kukar melalui program Gerbang Dayaku
(Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai) khususnya dalam
mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Beberapa program dalam rangka peningkatan kualitas SDM diantaranya
melalui program wajib belajar 12 tahun, membebaskan biaya pendidikan di
tingkat dasar hingga menengah atas, insentif bagi guru, beasiswa dan
lain sebagainya, kata bupati.
Turut mendampingi diantaranya adalah Sekjen Depnakertrans RI, pejabat
Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB di Jenewa, Ketua DPRD
Kukar H Bachtiar Effendi, Sekkab Kukar Drs HM Husni Thamrin, Ketua
Komite ZBPA Kukar (waktu itu) H Basran Yunus, dan Kepala Dinas Tenaga
Kerja Kukar HM Nasir Umar.
Bupati Kukar juga memanfaatkan kesempatan memperkenalkan Program
Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) kepada masyarakat
dunia. Kata Bupati, program yang memasuki tahapan kedua ini menajam pada
peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan kesehatan. Di dalam
program ini para siswa dibebaskan dari pembayaran biaya sekolah sampai
usia wajib belajar 12 tahun. Para guru mendapat insentif dan mahasiswa
memperoleh beasiswa. Bupati yang berpidato dalam bahasa Inggris, tampil
setelah delegasi AS, Brasil dan Inggris.
Bupati mengingatkan di dalam pelaksanaan program ZBPA, tidak bermaksud
untuk memanjakan anak tetapi untuk meningatkan kualitas SDM sehingga
menjadi masyarakat yang mandiri dan berdaya. Selain itu, ZBPA
dimaksudkan untuk mengembalikan anak-anak ke bangku sekolah, bukan
menjadi pekerja.
“Tidak ada alasan bagi anak-anak tidak sekolah karena tidak punya biaya.
Masalah itu sudah diatur dalam program ZBPA,” kata Bupati Kukar. Di
dalam peraturan daerah tentang ZBPA, para orang tua dilarang keras
mempekerjakan anak-anak. Sanksinya hukuman penjara dan denda ratusan
juta rupiah. Kata Syaukani, anak-anak yang terlanjur tak ingin sekolah
formal, ada kegiatan-kegiatan pendidikan yang diadakan Dinas Dikluspora
Kukar.
Kukar mendeklarasikan ZBPA sejak November 2002. Pencanangan ini
merupakan sebuah langkah strategis dalam sejarah penghapusan pekerjaan
untuk anak Indonesia, karena merupakan yang pertama di negara ini dan
bahkan di dunia.
Melalui ZBPA diharapkan tidak ada lagi pekerja anak di Kukar dalam
rentang waktu yang telah ditetapkan. “Seluruh anak mulai usia Sekolah
Dasar diharapkan berada di sekolah mengikuti pendidikan,” kata Gufron,
Ketua Komite ZBPA Kukar.
Menurutnya, anak-anak yang ditarik dari dunia kerja mendapat program
pelayanan sosial seperti konseling dan rehabilitasi sosial sehingga
mereka tertarik kembali bersekolah.
Karenanya seluruh kebijakan dan program yang ada harus disinergikan
dalam upaya mencapai sukses ZBPA.
Adapun maksud dicanangkannya program ZBPA di Kukar, menurut Wakil Bupati
Kukar Samsuri Aspar, karena pihaknya memiliki komitmen politik yang kuat
terhadap pendidikan, pengembangan ekonomi serta pelayanan sosial yang
dituangkan dalam program Gerbang Dayaku.
Guna mendukung dan menyukseskan ZBPA, Pemkab Kukar telah melakukan
pembebasan biaya pendidikan seperti SPP, Biaya Ujian dan BP3, hingga
pemberian beasiswa bagi mahasiswa.
Laporan ILO
Juan Somavia, Direktur Jenderal ILO (International Labour Organization),
ketika membuka konferensi ke-95 ILO di ruang utama Gedung PBB, Palais
des Nations, Jenewa, Swiss yang berlangsung selama dua minggu di bulan
Juni 2006 dan dihadiri ratusan delegasi dari 178 negara di seluruh dunia,
itu melukiskan wajah suram yang melanda dunia akibat pengangguran,
rendahnya kualitas pekerjaan, diskriminasi gender, serta meluasnya
praktik mempekerjakan anak-anak.
Secara khusus, pertemuan ILO 2006 ini membahas langkah konkret untuk
memberantas buruh anak. Sebab anak dan remaja seharusnya memperoleh
pendidikan, jaminan kesehatan dan kesempatan bermain agar bisa
mempersiapkan diri untuk menjadi manusia seutuhnya.
Juan Somavia menyebutkan denyut kehidupan politik di semua negara
sebenarnya berkisar pada pengangguran, buruknya kualitas pekerjaan,
masih adanya diskriminasi jender dan memaksa anak-anak jadi buruh.
Dia memaparkan laporan ILO, yang menggariskan, kemiskinan global sudah
menyurut namun ketimpangan semakin memprihatinkan. Dia juga mengingatkan
bahaya ketergantungan kepada modal asing. Berkaitan dengan hal ini,
dikisahkan pengalaman buruk saat krisis moneter melanda Asia. Di antara
kelima negara korban, penghasilan per kapita, Filipina merosot 2,8
persen dan Indonesia 14,8 persen. Semasa krisis, nilai upah di Indonesia
merosot 41 persen dan sekitar 2,5 juta pekerjaan nonpertanian hilang.
Mwnururt kajian ILO, separo bisnis Indonesia, Malaysia, Korea, Filipina
dan Thailand terpaksa merampingkan tenaga kerjanya. Di Indonesia,
tingkat penganggurannya melonjak dan keterusan sampai sekarang. Ada
sejumlah catatan “merah” kondisi perburuhan di Indonesia ditambah
maraknya unjuk rasa menentang revisi undang-undang tenaga kerja awal
tahun 2006. Kondisi ini cukup membuat delegasi Indonesia yang dipimpin
Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno harus bersiap menghadapi kemung-kinan
datangnya badai kecaman.
Pada 7 Juni, ICFTU (International Confederation of Free Trade Unions)
dari kantor pusatnya di Brussels, Belgia, memberikan keterangan pers.
Isinya cukup seram. Dsebutkan bahwa dalam tahun 2005, sebanyak 115 buruh
dibunuh, 1.600 cedera, 9.000 lainnya dijebloskan ke penjara dan lebih
dari 10.000 buruh dipecat karena unjuk rasa.
Guy Rider Sekjen ICFTU mengatakan angka buruh yang terbunuh memang lebih
kecil dibanding tahun 2004. Tetapi laporan kehidupan buruh: buruh
perempuan, buruh migran, dan sektor publik masih belum menggembirakan.
ICFTU menyatakan bahwa Asia dan Pasifik adalah zone represi terhadap
gerakan buruh. Ini didasarkan kajian tahun 2005 yang mencatat 17
pemimpin buruh dibunuh, 947 orang disiksa dan lebih 8.000 ditangkap di
Bangladesh, Kamboja, China, India, Korea Selatan dan Filipina. Syukur,
ICFTU memang tidak menyebut Indonesia, baik dalam laporan global dan
laporan khusus kawasan Asia Pasifik.
Festival Seni Tongtong
Pada kesempatan hampir bersamaan, Pemkab Kukar juga memberangkatkan
rombongan kesenian untuk mengikuti Festival Seni Tongtong di Negeri
Belanda. Sekretaris Komisi II DPRD Kukar, Ir H Irwan Muchlis, yang juga
ikut di dalam rombongan tersebut.
Rombongan kesenian Kukar itu berjumlah 116 orang, terdiri dari seniman,
pejabat dan anggota DPRD Kukar. Mereka ke Den Haag, Belanda, dan Jenewa,
Swiss. Rombongan yang ke Belan-da adalah rombongan kesenian daerah Kukar
atas undangan Kedubes Indonesia untuk mengikuti Festival Tongtong, yaitu
pentas kreasi seni dan budaya. Kunjungan ke Belanda juga sebagai tindak
lanjut pola kerjasama pengelolaan air bersih di kawasan Samboja Lestari
bersama yayasan Waterleiding Maatschappij Drenthe (WMD) Belanda.
Rombongan ke Negeri Belanda dipimpin oleh Kadis Pariwisata. Festival
Seni Tongtong digelar setiap tahun oleh warga Indonesia di Belanda,
dirangkai dengan peluncuran Garuda TV di sana. Selain rombongan tarian
khas Kutai, Dinas Pariwaisata juga memberangkatkan sejumlah penari khas
Kalimantan (Dayak). Penampilan mereka cukup memukau para penontonnya di
Den Haag, yang juga bermakna mengharumkan nama bangsa. ►mtik/tsl
*** Majalah Tokoh Indonesia (www.e-ti/majalah)
|